Menata organisasi kementerian sebesar Kementerian Agama sungguh sarat beban, tapi tantangan yang tampak obsesif. Sarat beban, karena organisasi kementerian ini terbesar sekaligus tersebar. Tantangan obsesif, karena... I am pretty sure that I have a special method to finish it and I am going to perform it sejak ditugaskan pada hal ini di bulan ke-2 tahun 2017.
Seluas dan serumit apapun sebuah masalah, tak ada alasan buat kita duduk terdiam berpangku tangan, apalagi pesimis padahal belum mencoba alias kalah sebelum berperang. Percayalah, 1000 langkah menuju kesuksesan selalu dimulai oleh 1 langkah pertama; mulai! Itu prinsip dasarnya dulu.
Berikutnya, apakah berdasarkan prinsip diatas kita langsung terjun bebas ke dalam tahap implementasi solusi atas permasalahan? Nampaknya, langkah terburu-buru pun bukan pilihan bijak. Diam jangan, langsung terjun pun jangan.
Petakan masalahnya, lihat lebih detail lagi, temukan porosnya, dan tetapkan strategi terbaik, baru langsung eksekusi! It's me. Bagi saya, jurus seperti itu layak untuk diuji-cobakan pada tugas yang saya emban saat ini; penataan organisasi yang berskala besar bahkan terbesar.
Law of Repetion
Mulanya, hukum dasar pengulangan itu bermakna positif; serumit apapun sesuatu jika dilakukan terus-menerus kelak akan selesai juga. Konsistensi dan disiplin, itulah rumus dasar dari law of repetion.
Namun dalam konteks ini, justru kami curigai sisi buruk dari law of repetition, yaitu: mengulang-ulang sesuatu dengan sengaja karena ketiadaan gagasan pasca sesuatu itu atau karena memang dengan sengaja membuat sesuatu itu tidak tuntas agar kembali diulang.
Dengan sudut pandang seperti itu, coba anda perhatikan, bukankah masih banyak oknum yang dengan sengaja melakukan repetisi program. Kalau dituntaskan, ia kebingungan akan apa lagi yang mau dikerjakan atau ia takut tak ada lagi yang bisa dikerjakan. "Lha, kalau ini beres sekarang, besok mau kerja apa?" Kira-kira begitu, sang oknum berseloroh.
Sahabatku yang mulia, andaikan kita tuntaskan hal A, kelak akan hadir atau dihadirkan hal B. Demikianlah logika program yang seharusnya ditanamkan; open ended, bukan close ended.
Kesengajaan mengulang program yang sama, mirip, dan identik dari periode ke periode adalah penyakit akut yang potensial menjangkiti manajemen sentralistik. Dengan alasan program belum tersosialisasi secara menyeluruh ke unit kerja dibawahnya, repetisi pun terjadi.
Clustered Approach
Guna melaksanakan tugas penataan organisasi pada organisasi besar, semisal Kementerian Agama, perlu pola yang konsisten, base on the accuracy of data, dan dijalankan dengan pola clustering. Konsistensi dan akurasi data tidak perlu dibahas lebih lanjut karena sudah common-sense dan relatif mudah dipahami. Namun pola clustering yang masih belum disepakati dan perlu penjelasan.
Clustering adalah pola pengklasifikasian variabel program ke dalam cluster tertentu sehingga tersaji menjadi kelompok yang lebih berpola. Dengan pola clustering, kita bisa melihat bahwa sesungguhnya bahan atau obyek yang berkuantitas banyak itu pada dasarnya terkelompok (clustered) dalam pilahan sederhana.
Pola ini akan mereduksi cara kerja repetisi dan menyederhanakannya menjadi penuntasan satu obyek untuk digunakan pada obyek lainnya yang sesungguhnya sama. Misalkan, dokumen tentang tugas, tanggungjawab, dan batasan kewenangan jabatan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi.
Artikel lainnya:
- Jejaring Organisasi Kementerian Agama
- Sentralisasi Manajemen Agama, Mengapa?
- Membuktikan Kemenag sebagai Super Ministry
Jika tanpa pola cluster, maka akan disusun 34 dokumen sesuai dengan jumlah 34 provinsi. Tapi dengan pola cluster, maka dokumen tersebut kemudian "tersadari dan terpahami" sebagai satu dokumen. Artinya, kerjakan 1 dokumen, selesai 34 pekerjaan.
Bayangkan jika kita menyusun Standar Operational Procedures (SOP) untuk penerimaan siswa baru pada Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN, satuan pendidikan formal tingkat dasar seperti SMP) harus sejumlah MTsN se-Indonesia, berapa ribu dokumen yang disusun. Dengan clustered approach, 1 dokumen SOP, selesai sudah keperluan terhadap dokumen tersebut meskipun lintas obyek.
Sentralisasi Manajemen
Pada bagian akhir, kami hanya ingin membuat kesimpulan tegas bahwa pola manajemen pada jenis organisasi yang besar dan tersebar sampai ke berbagai daerah dan diputuskan menganut pola manajemen sentralistik, maka pilihan pendekatan yang paling memungkinkan untuk menuntaskan berbagai pekerjaan adalah clustering.
Namun perlu diingat bahwa konsekuensi logis dari pemilihan pendekatan clustering dalam manajemen organisasi sentralistik adalah keharusan central management untuk mengambil alih pekerjaan tersebut ke tingkat pusat.
Artikel lainnya:
- Sentralisasi Penataan Organisasi
- Organisasi dan Kepegawaian
- Alur Penataan Organisasi
- Sistem Penataan Organisasi
Hentikan memberikan instruksi ke berbagai daerah untuk menyusun sebuah dokumen yang sesungguhnya dokumen tersebut di tiap daerah hanyalah dokumen yang sama persis. Jangan terbiasa tertawa sendiri karena membiarkan mereka saling bertukar dokumen sambil sesungguhnya menertawakan central management yang wara-wiri memberikan bimbingan teknis penyusunan dokumen A ke berbagai lokasi berbeda.
So, pendekatan clustering dan sentralisasi manajemen akan menjadi problem solver atas perilaku yang membiarkan organisasi membeoroskan masa kerja dan anggaran hanya untuk mengulang hal sama bertahun-tahun.
Margo DepokTabik,
WHS