Dalam sebulan terakhir di bulan terakhir 2018 ini, saya mengikuti berbagai kegiatan di provinsi berbeda-beda. Ada satu hal yang terus mengemuka dari curhatan teman-teman di daerah tentang bagaimana memahami hubungan hasil asesmen kompetensi dengan penempatan pegawai pada jabatan tertentu. Hal itu salah satunya mengemuka karena saya tegaskan bahwa Standar Kompetensi Jabatan yang dijadikan perbandingan dalam Asesmen Kompetensi harus berdasarkan dan disarikan dari hasil Analisis Jabatan.
Jangan pernah terbersit tulisan ini akan "membongkar" mekanisme terbatas yang terjadi dalam prosesi penempatan pejabat. Bukan dan tidak boleh. Tulisan ini akan mengurai relasi antara penempatan jabatan dengan pemahaman dasar atas hasil asesmen kompetensi. Saya coba sampaikan dengan sesederhana mungkin dan tentu sebagaimana semangat semua catatan kami, semua adalah perspektif saya.
Hasil Asesmen Kompetensi
Asesmen kompetensi bukan proses ujian atau test yang selalu berasumsi ada ranking 1 ada juaranya, bukan. Asesmen kompetensi adalah proses memotret kompetensi individu diperhadapkan dengan kompetensi jabatan yang sudah terstandar.
Yang kami maksud diperhadapkan adalah dibandingkan. Asumsi dasarnya kemudian, tidak ada individu yang 100% tidak kompeten. Semua orang kompeten, asesmen hanya untuk mencari dimana kompetensinya dan jabatan apa yang paling mendekati kompetensi yang dimiliki oleh individu tersebut.
Lalu mengapa hasil asesmen bersifat rahasia atau dokumen terbatas? Pertama, karena tidak semua dari kita memiliki dasar keilmuan yang cukup untuk memahami narasi dari hasil asesmen.
Kedua, karena hasil asesmen itu pada dasarnya adalah bekal untuk pimpinan menetapkan pola pengembangan kompetensi plus karir pegawainya, karena itu keterbatasan dokumen hasil asesmen akan menjaga independensi dan pola implementasi dari hak prerogatifnya itu.
Terakhir, kerahasiaan hasil asesmen itu agar data dan informasi personal tentang asese (peserta asesmen) dilindungi dari konsumsi publik. Hal ini menjadi penting karena tindaklanjut dari asesmen bukan sebatas penempatan orang tapi bagaimana asese berkomitmen meningkatkan kompetensi dirinya setelah melihat potretnya dari hasil asesmen kompetensi.
Standar Kompetensi Jabatan
Unsur yang cukup sentral dalam asesmen kompetensi adalah standar kompetensi jabatan. Dokumen ini merupakan satu-satunya instrumen yang dijadikan alat perbandingan dengan kompetensi individu.
Mudahnya, asesmen itu proses membandingkan antara kompetensi yang dimiliki pegawai dengan kompetensi yang dibutuhkan jabatan. Kompetensi yang dibutuhkan jabatan itulah yang disebut standar kompetensi jabatan (SKJ).
[Baca lebih lengkap di Inilah hasil asesmen kompetensi]
Penempatan Jabatan
Bagian ini nampaknya yang akan langsung dipelototin kalau pembaca masih menganggap tulisan ini tentang rahasia penempatan jabatan. Sahabatku, dalam konteks asesmen kompetensi, penempatan jabatan hanya salah satu tindaklanjut dari pola tindak lanjut lainnya.
Hasil asesmen dapat ditindakanjuti dengan diklat, penyusunan rencana pengembangan kompetensi (RPD), tracking implementasi RPK dan lain sebagainya. Penempatan jabatan pun tidak hanya sebatas berdasarkan hasil asesmen kompetensi, tetapi asesmen kompetensi merupakan salah satu (bukan satu-satunya) dasar pertimbangan penempatan jabatan.
[silahkan dibaca juga: Diberhentikan dari Jabatan]
Dengan asesmen kompetensi, maka penempatan jabatan akan membuat pejabat diposisikan pada jabatan yang tuntutan kompetensi lebih mendekati kompetensi dirinya.
Contoh, jika jabatan X membutuhkan jenis kompetensi ABCDE, maka dengan asesmen kompetensi, pejabat yang ditempatkan disitu setidaknya memiliki kompetensi ABC. Makin besar kesesuaian antara kompetensi pejabat dengan SKJ maka makin besar potensi suksesnya dalam mengemban jabatan itu.
[Artikel lainnya: Move on Jabatan]
Lalu bagaimana memenuhi kompetensi DE (dalam contoh diatas) yang tidak terpenuhi oleh pejabat itu?
Puzzle Kompetensi
Penjelasan ini semoga memudahkan pembaca untuk memahami makna dasar kehadiran asesmen kompetensi dalam manajemen SDM.
Puzzle adalah sekumpulan potongan sesuatu yang saat digabungkan akan menjadi atau menampilkan bentuk utuhnya. Mungkin, kebanyakan kita lebih akrab dengan gambar puzzle yang saat digabungkan satu-persatu kemudian menjadi gambar utuh.
Saat ini kami gunakan istilah puzzle untuk menyampaikan tentang kompetensi dalam kaitannya dengan penempatan jabatan di tengah trend kebijakan asesmen kompetensi yang menyeruak di era reformasi birokrasi ini.
Asumsi dasar yang harus sama-sama dipegang adalah tidak akan pernah ada individu yang 100% sesuai untuk sebuah jabatan tertentu, selalu ada kekurangan dan kelebihannya. Logika ini pun sama kita gunakan untuk memahami bahwa tidak ada manusia yang diciptakan-Nya dalam keadaan serba tidak bisa atau 100% incompetent.
Asumsi dasar itu akan mengantarkan kita pada pemahaman bahwa semua dari kita pasti kompeten. Asesmen dilakukan untuk mencari bentuk kompetensi apa yang kita miliki, bukan untuk memvonis siapa yang kompeten dan siapa yang tidak.
[baca juga Asesmen kompetensi dan open promotion]
Asesmen akan menyuguhkan gambar utuh kompetensi setiap pegawai. Penempatan jabatan berdasarkan hasil asesmen harus dipahami sebagai upaya merangkai potongan puzzle kompetensi yang terserak di seluruh pegawai.
Jabatan yang membutuhkan SKJ semisal ABCDE dijabat oleh pegawai yang memiliki kompetensi ABD. Berdasarkan hasil asesmen, dipasangkanlah atau dibackuplah pejabat tersebut oleh pegawai dibawahnya yang memiliki kompetensi CE.
Walhasil jabatan yang menuntut ABCDE itu pun terpenuhi dengan konfigurasi penempatan jabatan yang tepat. Pola puzzle kompetensi ini dilakukan dengan asumsi bahwa pemenuhan SKJ tidak dapat mengandalkan satu orang, butuh penggabungan beberapa orang agar terpenuhi gambar utuhnya.
Nah, sampai disitu kira-kira apakah masih anda keliru memahami maksud penempatan jabatan berdasarkan hasil asesmen kompetensi? Atau apakah masih ada pejabat yang merasa tugas fungsi jabatannya itu dapat dilaksanakan oleh dirinya sendiri? Dan masihkah ada pegawai yang tidak membackup atasannya padahal ia ditempatkan disana bertugas untuk melengkapi puzzle kompetensi itu?
Sahabatku, kembalilah ke makna dasar organisasi. Keteraturan dalam bekerja sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing dengan ritme kebersamaan.
Wassalam,WHS