Judul ini ketika saya tulis, teman ngintip dari sebelah dan langsung berujar ketus "ah, membesar-besarkan masalah yang kecil. Gerak itu ya gerak, ngga perlu di-filosofis-kan!". Saya tak bergeming menggerakan jari saya mengetik kata-kata ini karena toh yang mau saya bahas itu berpendekatan filosofis yang tidak mudah dipahami bagi orang yang merasa cukup dengan hal permukaan.
Yup! filsafat mengajak kita menyelam sampai ke kedalaman yang tidak terbayangkan sebelumnya. Nah, gerak bukan hanya masalah gerak saja, tapi ada unsur filosofis disitu [saya sendiri mulai bingung dengan kalimat saya sendiri]. Apa itu? perlahan kita lanjut ke alinea berikutnya.
Adalah Zeno filosof klasik yunani yang pernah mendiskusikan tentang teori dasar gerak. Ia menjelaskan bahwa,
...gerak adalah berpindah dari satu titik start menuju titik berikutnya dan berikutnya sampai berakhir di titik finish atau tujuan dari gerak itu sendiri pada rentang waktu tertentu.
Tentu tidak perlu lagi diulas pemahaman gerak sebagaimana dipaparkan oleh Zeno diatas, karena memang semudah itu memahami gerak. Namun dari pengertian itu kita dapat memahami bahwa ada 2 unsur yang include di dalam gerak, yaitu: ruang dan waktu.
Gerak mengasumsikan adanya dua atau lebih ruang atau tempat untuk memulai dan mengakhiri. Gerak pun mengisyaratkan adanya waktu yang dibutuhkan untuk berada pada titik awal dan jadi berada di titik akhir.
Tanpa ruang dan waktu tidak akan ada gerak. Jika ruang hanya 1, bagaimana kita bergerak. Pun begitu ketika tidak ada lagi waktu, tidak mungkin ada gerakan.
Bagaimana relasi gerak dengan pemikiran?
Saat ruang kita untuk berpikir dibatasi oleh batasan tertentu, apakah mungkin pikiran kita bergerak. Pun demikian saat waktu tidak ada atau sangat terbatas, apakah pikiran kita akan optimal memecahkan masalah.
Lebih dalam lagi, kehidupan. Apalah artinya kehidupan ini kalau tidak memiliki ruang untuk berekspresi. Pun demikian, apakah masih disebut kehidupan tatkala waktu sudah tiada.
Sahabatku, kita semua pasti membutuhkan ruang dan waktu, karena kita pasti bergerak. Yang tidak bergerak hanyalah Allah SWT karena Dia adalah dzat yang tidak membutuhkan pada tempat dan tidak pernah dibatasi waktu.
Tidak perlu diperpanjang konsep teologi itu disini. Cukup kesimpulan kecil saja kita comot dari pemahaman tersebut bahwa segala sesuatu yang tidak abadi pasti akan berubah, dan berubah itu adalah bergerak dari satu keadaan menuju keadaan lainnya yang berbeda dengan sebelumnya.
Jadi, per-gerak-an adalah prerequisites bagi perubahan. Kalau gerak dilakukan tetapi tidak kunjung ber-ubah, lihat kembali bisa jadi karena yang bergerak hanya pikirannya saja tanpa action, atau kebalikannya; action yang tanpa dasar pemikiran.
Pergerakan yang melahirkan perubahan adalah yang mengoptimalkan pikiran (al-fikr), do'a (al-dzikr), dan aksi nyata (amal shalih). Tiga hal itu tidak dipilah-pilah, tidak bisa hanya satu meninggalkan yang lainnya atau hanya dua dan menyisakan yang satunya. Ketiganya harus bergerak bersama: fikir, dzikir, dan amal shalih.
Setelah fikir, dzikir, dan amal shalih mewujud secara integral, maka pergerakan akan menjadi perubahan, karena gerak merupakan eksistensi dasar dari kita, manusia.