Selasa, 26 Maret 2019

Move On Jabatan

Mutasi jabatan itu lumrah dilakukan dalam mekanisme organisasi. Dengan prosedur dan mekanisme standar, seyogyanya mutasi jabatan tidak perlu membuat heboh. Pegawai yang terkena mutasi pun cukup langsung memfokuskan diri pada tumpukan pekerjaan pada jabatan barunya. Bahkan, lebih dari itu, para pegawai harus move on dari jabatan lamanya dan menyegerakan diri untuk melaksanakan tugas pada jabatan barunya.

Sekilas Mutasi 

Pada dasarnya, proses rotasi maupun promosi adalah bagian dari mutasi. Rotasi atau penempatan seorang pejabat pada jabatan lain yang setara dengan jabatan sebelumnya adalah bagian dari mutasi. Misalnya, Kepala Seksi A ditugaskan menjadi Kepala Seksi B. Begitu pula penempatan pejabat pada jenjang jabatan setingkat lebih tinggi dari jabatan sebelumnya atau promosi adalah bagian dari mutasi. Contoh, Kepala Subbagian dilantik menjadi Kepala Bagian.

Ringkasnya, saat seorang pegawai berpindah dari satu jabatan ke jabatan lainnya adalah mutasi. Baik itu perpindahan pada jenjang yang sama atau pun berbeda, tetap disebut mutasi.

Pemahaman selama ini cenderung membonsai makna mutasi menjadi sekedar perpindahan pegawai dari satu unit kerja ke unit kerja lainnya degan penekanan pada lokus geografis (lokasi/tempat).

artikel terkait: Diberhentikan dari Jabatan

Hal yang menarik, ketika seorang pegawai dimutasikan, tidak jarang ia kesulitan beradaptasi dengan tugas atau jabatan barunya. Kesulitan ini hampir merata terjadi pada mutasi di jenjang yang sama ataupun berbeda, juga terjadi kesulitan pada mutasi ke unit kerja yang berbeda tempat.

[baca juga: Mutasi Tanpa Caci Maki]

Kesulitan melupakan jabatan atau tugas yang lama disaat sudah definitif bertempat di jabatan atau tugas baru inilah yang akan kita sorot disini.

Move On

Millenials sangat paham dengan istilah move on ini. Melanjutkan tahapan berikutnya dari hidup ini dengan beranjak melupakan yang lama menuju yang baru. Dalam konteks mutasi jabatan, ternyata move on ini tidak mudah. Ada beberapa bentuk perilaku yang, menurut kami, menjadi bentuk dari seseorang yang belum bisa move on dari jabatan.

1. Nostalgia apologetik

Sering kita dengar seorang pejabat berujar bahwa ia dulu (pada jabatan yang lama) telah melakukan bla bla bla, padahal yang ingin audiens dengar adalah apa yang pejabat itu lakukan saat ini. Dengan bahasa lain, ia hobby mengurai cerita masa lalu (nostalgia) untuk menyajikan pembenaran atau pembelaan (apologi) atas sesuatu yag terjadi di masa lalu itu. Nostalgia apologetik itu hanya membuktikan bahwa ia belum move on dari jabatan lamanya.

[baca juga: Memahami dan Menyikapi Perubahan]

2. Komentator Penggantinya

Perhatikan kita sendiri, jika kita masih sering memberikan komentar pada apa yang telah, sedang atau akan dilakukan oleh pejabat yang saat ini menggantikan jabatan kita sebelumnya, maka beware itu berarti kita sedang menobatkan diri menjadi komentator pengganti kita. 

Pejabat yang belum move on dari jabatan lamanya akan rajin memberikan komentar (biasanya mengkritik) kepada siapapun orang yang menempati jabatan yang dulu pernah ia jabat.

[baca juga 2 artikel terkait: Masa Lalu Kita dan Mereka; dan Menuju Masa Depan]

3. Success Story

Masa lalu, seperti juga masa kini, tidak selalu berisi cerita baik tapi juga ada buruknya, tidak hanya berisi keberhasilan tapi juga ada kegagalan. Namun lain hal bagi orang yang belum move on dari jabatan lamanya. Ia tak akan pernah menyesalkan kegagalan di masa lalu, isi yang disampaikannya hanya dipenuhi success story, seolah di masa lalu ia selalu berhasil. 

Pada saat ia menemui kendala dalam pelaksanaan tugas di jabatan saat ini, ia kemudian berkilah "Kalau dulu, pada jabatan saya sebelumnya itu seperti ini...." mulailah cerita lama dipaparkan, yang anehnya, hanya cerita sukses saja padahal it's really impossible, everyone knows that.

[baca juga: Era Baru Manajemen Kepegawaian]

Bagaimana supaya move on?

Sahabatku yang bijaksana, sesungguhnya tidaklah terlampau sulit untuk bersegera fokus pada jabatan anda saat ini dan melupakan jabatan lama dengan ikhlas. Hanya cukup satu point saja harus kita lakukan, yaitu ubah mindset kita tentang jabatan. 

Andaikan jabatan itu seperti berjabat tangan, kita hanya bisa berjabatan tangan dengan satu orang saja tidak bisa lebih pada saat bersamaan. Oleh karena itu, fokuslah pada satu jabatan, yaitu jabatan saat ini.

Move on akan mudah digapai dengan cara mengikhlaskan diri untuk memasrahkan jabatan lama kepada pengganti kita sepenuhnya, sebagaimana kita ingin melaksanakan tugas pada jabatan kita saat ini tanpa rongrongan atau bayang-bayang dari pejabat yang kita gantikan.

Setiap generasi berhak memiliki pemimpin pada generasinya masing-masing. Cukuplah kita ucapkan "Sekarang adalah generasi dia, saya tidak akan berkomentar tentang apa yang dilakukannya. Setiap orang berhak memberikan warna pada generasinya sebagaimana saya yang sedang mewarnai generasi saya."

Move on, pasti nyaman dan menyamankan.
Tabik,
WHS

Gaya Melampaui Fakta

Perlu dinyatakan terlebih dahulu bahwa catatan ini bukan tentang dogma agama tentang takdir yang sepenuhnya hak Tuhan Yang Maha Kuasa. Ini a...