Sabtu, 29 Desember 2018

Masa Lalu Kita dan Mereka

Masa lalu adalah masa lalu. Tak ada makhluk yang tak punya masa lalu. Rentang waktu yang dilalui hanya berkutat antara masa lalu, sekarang, dan masa depan. Pemahaman sederhananya, masa lalu sudah terjadi, sekarang sedang dijalani, dan masa depan yang akan dihadapi. Apa yang harus dilakukan sekarang dan bagaimana meraih masa depan jika masa lalu tidak disikapi dengan benar, apalagi tersandera atau terperangkap dalam masa lalu. 

Adalah Al-Ghazali yang menegaskan bahwa hal terjauh dari kita itu bukan lokus geografis yang masih dapat diukur dengan satuan jarak. Hal terjauh pun bukan impian yang hanya berada di imajinasi bahkan hadir nyata disaat terlelap dalam tidur.

Hujjatul Islam menegaskan bahwa hal terjauh dari kita adalah apapun itu yang terjadi atau berada pada satu detik yang lalu. Masa lalu adalah hal terjauh yang tak pernah dapat kita jangkau kembali, tak bisa kita ulang kembali, tiada cara untuk mengubahnya lagi.

Demikianlah masa lalu dipahami, sesuatu yang tak pernah bisa diulang kembali. Pemahaman itu berlaku untuk kita pada masa lalu kita sendiri, demikian juga untuk kita saat memperlakukan orang lain dengan masa lalunya. Sampai disini, saya mulai berpikir, nampaknya alinea ini menjadi starting point diskusi kita.

Masa Lalu Kita

Tiada yang kembali ke masa lalu kecuali ingatan kita. Cara terbaik menyikapi masa lalu kita adalah dengan menyesal saat masa lalu kelam dan bersyukur saat masa lalu yang indah. 

Masa lalu kita yang baik bukan untuk diumbar sehingga menjadi pemicu kesombongan dan bangga diri. Kebaikan pada masa lalu jika teringat hanya untuk disyukuri; ucapkan alhamdulillah, lakukan lagi kebaikan semisal itu bahkan lebih baik dari itu. Lalu bagaimana dengan istilah umum yang kita kenal dengan tahadduts bil ni'mah? Silakan baca tulisan kami yang lainnya.

[Ikuti link berikut ini: Tahadduts bi al-nimah di akhirat]

Bagaimana jika kita pernah terjerambab pada masa lalu yang buruk? Pertama, tentu ucapkan istighfar, meminta ampun kepada-Nya. Tapi yang paling penting adalah jangan mengulang kembali dan (ini lumayan sering orang lupa), jangan pernah menceritakannya kepada orang lain.

Tak jarang ada orang yang masih menceritakan masa lalunya yang buruk. Bahkan, dia menceritakannya dengan bangga. Sahabatku, menceritakan masa lalu yang buruk apalagi dengan kebanggaan hukumnya haram karena hal itu sama halnya dengan membanggakan kesalahan yang pernah dilakukannya.
Alih-alih mengarah pada upaya untuk berhenti dari keburukan yang pernah dilakukan, pendengar cerita keburukan itu malah terinspirasi untuk melakukan keburukan serupa yang pernah anda lakukan itu.

Masa Lalu Mereka

Saat anda datang ke tempat atau lingkungan baru, sudah lumrah orang di sekitar akan menghampiri. Ada yang sekedar kenalan, tetapi ada juga yang melakukan indoktrinasi terselubung dengan mengkotak-kotakan orang-orang di lingkungan yang baru anda tempati itu seraya mengajak anda untuk berpihak ke si A dan melawan si B. Itu, kebiasaan yang tak boleh dibiasakan.

Perilaku mengkotak-kotakan orang itu salah satunya berangkat dari cara menyikapi masa lalu orang lain yang kurang tepat. Semua manusia pasti pernah melakukan kesalahan, sekecil apapun itu. Namun, Tuhan yang Maha Pengampun saja menyebutkan bahwa sebaik-baiknya orang yang melakukan kesalahan itu adalah  yang menyesal dan berhenti dari kesalahan itu. 

Artinya, selalu ada peluang setiap yang bersalah untuk bertaubat dari kesalahannya. Lalu, mengapa kita tidak memberikan peluang itu kepada orang lain padahal Yang Maha Kuasa saja memberikannya?

Prinsip pertama, bagaimana kita sempat mencari-cari kesalahan orang lain padahal pada saat yang sama kesalahan kita masih setumpuk langit. Dengan kesadaran seperti ini, maka kita akan berada pada posisi paling nyaman untuk bersikap husnuzhan atau positive thinking.

Kedua, hari ini tak akan pernah kita lalui lagi. Waktu berubah dengan segala kemungkinan perubahan di sekitarnya. Kesalahan yang pernah dilakukan oleh seseorang pada masa lalu, harus kita buka peluang bahwa "Oh itu kan dia yang dulu, bisa jadi hari ini dia berubah."

Ketiga, memvonis seseorang hanya dengan kesalahan pada masa lalunya acapkali membuat orang itu tak mau beringsut dari kesalahan itu. Bahkan, kukuhnya kita menghukumi seseorang hanya dengan keburukan pada masa lalunya akan membuat ia batal melanjutkan rencana pertaubatannya. Lebih parah lagi, jika yang bersangkutan ternyata sudah tidak melakukan kesalahan itu lagi dan masih anda vonis begitu, maka bisa saja kemudian ia akan berbuat kesalahan serupa bahkan lebih parah lagi. 

[Artikel terkait: Menuju Masa Depan]

Sahabatku, masa lalu kita harus memotivasi kita menuju kebaikan di masa kini dan mendatang. Masa lalu mereka yang buruk jangan selalu diungkit agar yang bersangkutan berhenti dari keburukan itu dan dengan yakin melangkah menuju masa kini dan masa depan yang baik.

Kita hidup saat ini untuk masa depan, bukan masa lalu.

Wassalamu 'alaykum, masa lalu

WHS

Gaya Melampaui Fakta

Perlu dinyatakan terlebih dahulu bahwa catatan ini bukan tentang dogma agama tentang takdir yang sepenuhnya hak Tuhan Yang Maha Kuasa. Ini a...