Pernahkah kita selalu memulai dari titik start? Selain iklan pertamina "kita mulai dari nol ya", saya ragu kalau kita selalu memulai sesuatu dari titik nol. Start yang kita ambil selalu saja ada keterkaitan dengan tahapan yang sudah dimulai orang lain sebelumnya.
Kami mengajak untuk merenung tentang betapa hampir tidak ada aktivitas yang kita lakukan yang tidak terkait dengan aktivitas orang lain atau tidak pernahnya kita 100% memulai sesuatu dari awal, selalu saja starting yang kita ambil adalah sisipan dari tahapan yang sudah dimulai orang lain.
Saya akan permudah alur diskusi kita dengan illustrasi sederhana yang paling mudah dipahami, yaitu pekerjaan dan jabatan. Mungkin ada dari para pembaca yang pernah mendirikan organisasi sejak dari awal. Dalam kondisi tertentu, anda lumayan punya ruang sedikit untuk mengklaim "Memulai dari Awal", meskipun aslinya pun tidak begitu.
Namun tidak sedikit dari kita, termasuk sang pendiri pada alinea diatas, pernah dipercaya pada sebuah jabatan tertentu yang pekerjaannya sudah dimulai oleh pandahulunya. Standar dan lumrah bukan? Kita seringkali menempati jabatan meneruskan pejabat sebelumnya, meneruskan pekerjaan yang sudah dimulai oleh orang lain sebelum kita.
Memulai dari tengah, berdasar logika sederhana, sudah jadi hukum alam bagi kita dalam kaitan dengan pekerjaan dan jabatan. Jangan pernah mengelak bahwa pekerjaan dan jabatan kita saat ini adalah lanjutan dari yang sebelumnya.
Pertanyaan besarnya, mengapa kita tidak mungkin atau tidak layak mengklaim telah memulai sesuatu dari awal?
Pertama, tidak ada program berdiri sendiri, ia pasti terkait dengan program lainnya. Karena itu, bagaimana mungkin kita mengklaim aktivitas kita dalam sebuah program itu adalah yang pertama padahal ia adalah bagian dari aktivitas dalam program lainnya.
Kedua, sebelum kita dipercaya dalam sebuah jabatan, pekerjaan itu sudah pernah dikerjakan oleh pejabat sebelum kita. Lalu dari mana logikanya kita mengaku apa yang kita lakukan itu tidak ada hubungannya dengan apa yang sudah dilakukan pendahulu kita.
Ketiga, andaikan kita menerapkan metode baru dalam sebuah pekerjaan, kita pun belum cukup untuk diakui yang pertama karena metode itu digali dari ilmu pengetahuan yang dirumuskan orang lain atau kita pelajari dari pelbagai rumusan konseptual yang ditemukan pemikir lainnya.
Terakhir, sehebat apapun seorang individu, ia tak akan pernah bisa mewujudkan kinerja organisasi karena didalamnya selalu melibatkan berbagai tugas yang diperankan orang di sekitarnya. Selalu ada jasa orang lain dibalik kesuksesan kita.
Dengan demikian sahabatku, bukalah kesadaran kita untuk menginsyafi keangkuhan diri yang terlanjur mengklaim sudah memulai sesuatu dari awal.
Keterlibatan banyak pihak membuat titik start kita tidak betul-betul dari titik nol. Banyak kontribusi yang membuat kita memulai dari tengah. Lalu.... berterimakasihlah!
Tabik,Awal Tahun 2019
WHS