Selasa, 09 April 2019

Moderasi Beragama dan Manajemen ASN

Instansi pemerintah dibentuk untuk menjalankan tugas dan fungsi pemerintah dengan menempatkan pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) didalamnya yang berfungsi sebagai: pelaksana kebijakan publik; pelayan publik; serta perekat dan pemersatu bangsa (UU ASN Pas. 10). Terutama untuk menjalankan fungsi sebagai perekat dan pemersatu bangsa, ASN akan dihadapkan pada isu pola beragama karena variabel kebhinnekaan Indonesia itu salah satunya adalah agama. Lalu seperti apa pola relasi yang paling tepat antara skema manajemen ASN dengan pola beragama di negeri berbhinneka ini.

Manajemen ASN

Penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN pada UU ASN Pasal 2 dijelaskan berdasarkan pada asas: kepastian hukum, profesionalitas, proporsionalitas, keterpaduan, delegasi, netralitas, akuntabilitas, efektif dan efisien, keterbukaan, nondiskriminatif, persatuan dan kesatuan, keadilan dan kesetaraan, serta kesejahteraan.

Asas dari penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN tersebut dapat diringkas pada 3 fungsi ASN sebagaimana diuraikan pada UU ASN Pasal 10, yaitu: pelaksana kebijakan publik, pelayan publik, serta perekat dan pemersatu bangsa.

[Baca juga: NKRI dan Ideologi Negara bagi ASN]

Pada dua fungsi pertama, ASN difokuskan untuk bekerja pada formatnya yang sangat konkrit dan cenderung teknis. Tapi coba perhatikan fungsinya yang terakhir, "perekat dan pemersatu bangsa". Bagaimana mungkin kita bisa menganggap fungsi ini dapat dilaksanakan secara teknis? Tidak. Menuju upaya membentuk ASN sebagai pemersatu bangsa, manajemen yang diterapkan harus peka pada kebhinnekaan.

Mari kita bergeser pada ketentuan tentang Manajemen ASN yang lainnya. Pada pasal 51 dalam UU ASN disebutkan bahwa Manajemen ASN diselenggarakan berdasarkan Sistem Merit.

Sistem merit bukan hal baru dalam konsep manajemen umum. Sistem Merit adalah kebijakan dan Manajemen ASN yang berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar dengan tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau kondisi kecacatan. 

Ringkasnya, dengan sistem merit maka kebijakan dan manajemen ASN berbasis tiga hal plus satu. Tiga hal itu adalah kualifikasi, kompetensi, dan kinerja. Plus satunya adalah anti-diskriminasi. Pada bagian anti-diskriminasi itu dapat mulai kita rasakan bahwa manajemen ASN menjunjung tinggi kebhinnekaan sebagai kekayaan bangsa. Tidak ada ruang bagi perilaku diskriminatif dalam manajemen ASN.

[Baca juga: Era Baru Manajemen Kepegawaian]

Berbagai ketentuan manajemen ASN yang sangat bernuansa bhinneka tunggal ika sebagaimana diuraikan diatas, tentu berakar dari kondisi nusantara yang multi-agama dan keyakinan. 

Manajemen ASN menolak diskriminasi pada ASN dalam pola apapun. Bahkan lebih tajam lagi, ASN dituntut untuk menjadi pemersatu bangsa. Perbedaan agama harus menjadi energi positif menuju persatuan dan kesatuan bangsa. Lalu bagaimana relasi terbaik antara manajemen ASN dengan fakta multi-agama di nusantara?  

Moderasi Beragama

Langsung kami tegaskan di awal subjudul ini bahwa pola beragama yang paling reliable dan compatible untuk NKRI hanyalah cara beragama dengan moderat. Perlu dipahami dengan baik bahwa yang disasar oleh moderasi itu adalah caranya atau cara mengamalkan agamanya, bukan agama itu sendiri. Moderasi tidak dilakukan pada substansi agama, tapi pada cara beragama.

Sebagaimana sistem merit yang menjadi dasar manajemen ASN, moderasi beragama pun bukan hal baru dalam pola beragama. Moderasi beragama adalah pola beragama yang sudah terbangun sejak kedatangan agama ke nusantara dan moderasi agama itu pula yang merawat eksistensi agama di nusantara sampai saat ini.

Seluruh tokoh penyebar agama yang datang ke nusantara selalu tercatat dalam sejarah menyebarkan agama dengan penuh kebijakan, tidak memaksa, tidak keras, ringkasnya moderat. 

[baca juga: Agama Moderat]

ASN di negara multi agama ini bukanlah pegawai negara yang terkurung di gedung megah perkantoran dan terpaku di meja kerjanya. ASN Republik Indonesia harus menjadi pemersatu bangsa termasuk pemersatu di tengah keberbedaan agama, keyakinan, dan aliran. Mantra terampuh bagi ASN dalam menjalankan peran pemersatu bangsa dalam konteks multi-agama itu adalah moderasi beragama.

Moderasi beragama bukan mengubah ritual dan praktek agama, tapi bagaimana beragama dengan tetap menghormati keberbedaan di sekitarnya. Dengan pola atau cara beragama yang moderat, maka fakta multi-agama tidak akan menghalangi kebersamaan. Moderasi beragama akan mengantarkan kita pada cita bersama, komitmen luhur, yaitu penegakan NKRI.

Akhirnya, seluruh ASN pada Negara Kesatuan Republik Indonesia bukanlah sekedar pegawai yang berfungsi melaksanakan kebijakan pemerintah dan pelayanan publik, tapi juga berfungsi sebagai pemersatu bangsa. Guna menjalankan fungsi pemersatu bangsa di tengah multi-agama, jurus terbaiknya adalah moderasi beragama. Lalu bagaimana dengan ASN yang bekerja pada kementerian atau satuan kerja yang menjalankan fungsi agama?

Hanya kepada-NYA kita berserah diri,

Tabik
WHS

Gaya Melampaui Fakta

Perlu dinyatakan terlebih dahulu bahwa catatan ini bukan tentang dogma agama tentang takdir yang sepenuhnya hak Tuhan Yang Maha Kuasa. Ini a...