Senin, 14 Agustus 2017

Tumben

Jika ada seseorang yang dikenal selalu bermalas-malasan lalu tiba-tiba berubah menjadi rajin, kebanyakan orang di sekitarnya sontak bergumam "tumben". Singkat saja dipikir, apakah anda pun akan bersikap sama seperti kebanyakan orang itu saat melihat perubahan tiba-tiba pada orang lain?

Tumben itu kata singkat, hanya satu kata tidak lebih, jelas pula yang dimaksud: heran, tidak percaya, aneh, dan ragu bahwa perubahan yang dilakukan seseorang itu benar-benar terjadi.

Namun kata tumben pun sesungguhnya menyiratkan hal lain yang terkadang tidak kita sadari. Celutukan kata "tumben" itu menyimpan nuansa psikis yang destruktif sampai terkadang kita abai pada betapa besar daya rusak kata sesederhana itu.

Mari kita lihat apa yang terjadi gegara tumben.

Pertama, saat kita ucapkan tumben kita telah menganggap kita lebih baik dari orang yang kita tumbeni itu, meskipun kita bagian dari orang yang selama ini sama dengan sikap lama dari orang itu.

Maksudnya begini. Orang itu dan anda sama-sama pemalas, lalu dia berubah menjadi rajin dan anda masih pemalas. Saat anda bilang tumben karena dia berubah jadi rajin, anda sedang membangun asumsi bahwa anda yang masih pemalas itu lebih baik.

Percaya atau tidak, sikap itu justru dibangun dari anggapan bahwa perubahan dia itu anda anggap penuh muslihat, tidak tulus, dan abu-abu. Sehingga menurut anda itu lebih buruk dibanding anda yang sudah jelas tetap pemalas. Aneh toh? Tapi itulah, tumben.

Kedua, tumben diucapkan oleh kita karena kita tidak percaya semudah itu seseorang melakukan lompatan perubahan.

Ketidak percayaan pada perubahan sikap seseorang bukanlah ketidakpercayaan biasa. Saat kita tidak percaya seseorang akan berubah menjadi baik setelah sebelumnya dikenal tidak baik apalagi pernah melakukan hal yang tidak baik, maka ketidakpercayaan itu sama halnya dengan tidak percaya nya kita akan takdir Tuhan, memungkiri nya kita akan kekuasaan-Nya untuk mengubah apapun menjadi apapun dalam waktu dan keadaan yang bagaimanapun.

Selain itu, tumben yang berbau ketidakpercayaan pada perubahan yang telah, sedang, dan/atau akan dilakukan seseorang itu sama halnya dengan kita mengambil hak Tuhan untuk menghakimi.

Ketiga, ungkapan keraguan kita pada perubahan seseorang yang acapkali disimbolkan dengan ujaran tumben itu menyiratkan tiadanya dukungan kita pada perubahan yang terjadi.

Seseorang yang baru pertamakali melangkahkan kaki ke arah perubahan seringkali masih bimbang apakah ia sanggup menjalaninya atau tidak. Kontribusi kita dengan men-tumben-kannya itu sudah cukup ampuh untuk meng-cancel langkah perubahan itu. Dalam sekejap mata, ia akan kembali pada perilaku lamanya bahkan bisa lebih parah dari sebelumnya.

Disinilah ingin disampaikan bahwa perubahan, terutama menjadi lebih baik, selalu tidak mudah dilakukan. Butuh kesabaran, ketekunan, dan itikad kuat. Dengan kata lain, perubahan menuju lebih baik akan menemui kendala justru hanya dari satu anggapan sederhana "tumben".

Jika anda mengalami itu, tanamkan dalam diri bahwa perubahan itu bukan untuk yang lain tapi untuk diri anda sendiri. Toh orang di sekitar anda pun perlu 'diberikan masa tenggang' untuk beradaptasi dengan profil anda yang baru.

Adapun bagi yang hobby men-tumben-i orang lain, pikirkanlah kembali tiga hal diatas yang acapkali tak tersadari itu.

Akhirnya, stop tumbeni wong yo...

with a cup of coffee,
WHS

Gaya Melampaui Fakta

Perlu dinyatakan terlebih dahulu bahwa catatan ini bukan tentang dogma agama tentang takdir yang sepenuhnya hak Tuhan Yang Maha Kuasa. Ini a...