Evaluasi adalah bagian siklus kinerja organisasi. Perencanaan program, persiapan, pelaksanaan, pelaporan, penetapan output, pemeriksaan, dan diakhiri evaluasi program. Catatan ini tidak mengoreksi siklus reguler itu, tapi mengajak kembali ke dasar dari siklus kinerja organisasi yaitu visi, misi, dan orientasi organisasi lah yang [semestinya] menjadi ruh dari siklus tersebut.
Perencanaan penting, sehingga disebutkan bahwa kematangan perencanaan menjadi 50% dari kesuksesan capaian output. Namun pelaksanaan juga tidak kalah signifikan.
Intinya, tidak ada variabel dari siklus kinerja organisasi yang dapat mengklaim paling penting dari variabel lainnya. Dalam spirit itu, tulisan ini memfokuskan diri pada porsi evaluasi program yang selama ini biasa dilakukan.
Evaluasi tentu mengasumsikan adanya otokritik atau introspeksi dari pelaksana program atas program yang sudah dilaksanakannya. Kecenderungan umum dari evaluasi program acapkali menghabiskan energi pada upaya mengevaluasi kepatuhan dari pelaksana program menjalankan tahapan dari siklus kinerja organisasi berikut indikator teknisnya.
Setinggi-tingginya, evaluasi program berakhir pada jawaban atas pertanyaan; apakah program seperti ini perlu dilaksanakan lagi atau diganti program lainnya. Tidak ada yang keliru dengan pola evaluasi program yang memang seperti itu. Namun bukankah [sekali lagi] program adalah perwujudan dari visi, misi, dan orientasi organisasi?
Pada ranah ini, kiranya tidak salah juga jika para policy makers mulai menyempatkan diri untuk mengkaji ulang mind set tentang apakah evaluasi program itu cukup seperti itu?
Jika evaluasi program masih sebatas serapan anggaran dan keterpenuhan setiap technical design dari sebuah kegiatan, nampaknya costumer satisfaction hanya jargon semata.
Ide utama yang hendak kami sodorkan adalah program dievaluasi tidak hanya pada program itu sendiri, tapi jauh lebih dalam lagi, yang dievaluasi adalah framework, logic thinking, atau paradigma yang menjadi pijakan eksistensial dari sebuah program.
Evaluasi program pada level paradigmanya akan mengantarkan kita pada mileu yang lebih esensial yaitu: "apakah framework, logic thinking, atau paradigma yang menjadi pijakan program itu masih relefan?"
Paradigma bukan sesuatu yang imun dari kritik. Paradigma berhak untuk dievaluasi, termasuk paradigma dalam sebuah organisasi. Perkembangan di sekitar organisasi bahkan penemuan langkah baru (inovasi) di internal organisasi akan menunjukan jalan baru bagi organisasi.
Perubahan paradigma tidak dipahami sekedar berubahnya bentuk program. Bahkan, terkadang program akan tetap sama tetapi dengan technical method dan objectives yang jauh berbeda.
Evaluasi paradigma dari sebuah program akan mengantarkan kita untuk mengingat terus keterkaitan antara program dengan dasar organisasi; visi, misi, dan orientasi organisasi. Evaluasi paradigma akan menyelamatkan kita dari keterjerumusan pada rutinitas program yang tercerabut dari ruh keberadaan organisasi.
Misalnya, Kementerian Agama. Pada dasarnya, keberadaan kementerian ini adalah untuk memberikan pelayanan langsung pada masyarakat terkait hal yang menjadi jantung kehidupan kemasyarakatan kita, yaitu: agama.
Dalam pelayanan itu terdapat penyusunan dokumen, rapat-rapat, sosialisasi, dan lain sebagainya, itu semua adalah perangkat perantara. Substansinya sekali lagi pelayanan masyarakat. Dengan kalimat lain, perangkat perantara harus dapat diperbaharui saat tidak selaras dengan kebutuhan pelayanan masyarakat. Pembaharuan itulah yang disebut dengan evaluasi paradigmatik.
Kenapa diberikan illustrasi tentang Kementerian Agama? bukan hanya karena kami adalah bagian dari keluarga besar kementerian ini, tetapi adalah LHS (panggilan akrab Menteri Agama saat ini) yang mengkampanyekan lima nilai budaya kerja yang pada esensinya adalah nilai-nilai yang diharapkan dapat mengembalikan seluruh potensi Kementerian Agama pada substansi kehadirannya.
Jangan sampai kesibukan pada pekerjaan rutin keseharian membuat kita kehilangan ruh dari makna kehadiran kita, demikian LHS memberikan inspirasi.
Akhirnya, evaluasi program sekali lagi tidak hanya sebatas review atas bentuk dari sebuah program, apalagi sekedar teknis serapan anggaran dan lain sebagainya. Evaluasi program harus melesak terus lebih dalam, yaitu evaluasi paradigmatik dari sebuah program.