Sabtu, 08 Desember 2018

Daya Tahan Organisasi

Saat organisasi didirikan pasti ada satu ide dasar yang menjadi argumen mengapa organisasi itu harus ada. Tulisan ini hendak mengurai tentang tingkat kemampuan organisasi untuk bertahan pada existential argument-nya disaat ia diterpa badai eksternal yang berwujud politik.

Sebelum alinea pembuka diatas membuat anda kebingungan, saya ajak anda untuk perlahan mengurai satu-persatu variabel pembangun tulisan ini. 

Pendirian organisasi dari sudut pandang existential argument, dapat diklasifikasi pada 2 (dua) jenis. Pertama, organisasi yang didirikan karena hendak mendorong sebuah gagasan yang dipandang perlu untuk stakeholder organisasi itu. Kedua, organisasi yang didirikan karena  memiliki gagasan yang hendak dijadikan respons atas kondisi yang terjadi di sekitarnya. 

Kami tidak hendak memperjelas dua kategorisasi diatas, tapi cukup mengambil satu hipotesa utama bahwa semua pendirian organisasi selalu bertumpu pada adanya gagasan yang mendasari keberadaannya yang kami sebut existential argument

Artikel lainnya:

Posisi existential argument itu tidak sebatas menjadi catatan sejarah, tapi ia mewujud menjadi credo atas keberadaan organisasi itu. Tanpa argumen itu, publik meragukan keberadaan sebuah organisasi. In short, ruh dari organisasi adalah gagasan yang mendasari organisasi itu ada. 

Tulisan ini mengambil sudut pandang dari daya tahan organisasi. Tentu tidak lagi terlalu sulit dipahami bahwa maksud dari daya tahan disini adalah kemampuan organisasi untuk bertahan atau mempertahankan existential argument-nya.

Daya tahan dapat dimaknai sebagai kemampuan bertahan (ability to survive). Term daya tahan tentu berangkat dari asumsi bahwa organisasi tidak akan pernah berhadapan dengan permasalahan yang sama sejak didirikannya sampai saat ini. 

Kondisi di sekitar organisasi selalu berubah, sehingga daya tahan organisasi adalah kemampuan organisasi untuk beradaptasi dengan dinamika di sekitarnya tanpa kehilangan jati dirinya sebagaimana ditegaskan dalam existential argument.

Dengan mendasarkan diri pada perspektif existential argument ini, maka jangan pernah menghentikan diri untuk terus menggali dan mengingat apa sebetulnya fondasi dasar keberadaan organisasi tempat kita berada agar setiap program dan aktivitas kita sebagai anggota organisasi itu tidak tercerabut dari fondasi tadi.

Bagi ASN pada Kementerian Agama, sudah jelas Menteri LHS menegaskan bahwa kehadiran Lima Nilai Budaya Kerja Kementerian Agama itu salah satunya agar seluruh ASN kementerian ini tidak terhanyut dalam rutinitas harian yang justru melepaskan dirinya dari makna keberadaan Kementerian Agama di tengah-tengah kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara.

Ayo gelorakan terus lima nilai budaya kerja kementerian agama agar kita tidak tercerabut dari argumen dasar keberadaan kementerian ini dan internalisasi lima nilai budaya kerja itulah yang akan menjadi garansi terjaganya daya tahan Kementerian Agama di masa depan.


Tabik,
Grand Abe Jayapura
WHS

Gaya Melampaui Fakta

Perlu dinyatakan terlebih dahulu bahwa catatan ini bukan tentang dogma agama tentang takdir yang sepenuhnya hak Tuhan Yang Maha Kuasa. Ini a...