Senin, 21 Januari 2019

Mengkritik untuk Melakukan

Asumsi dasar kritik adalah penilaian adanya sesuatu yang salah sehingga perlu diubah. Kritik disampaikan agar sesuatu yang menurutnya salah itu diubah dengan sesuatu yang menurutnya benar. Obyek yang dikritik adalah sesuatu yang menurut kritikus itu buruk, salah, tidak tepat, atau tidak benar. Lalu bagaimana jika ternyata obyek kritik itu adalah yang sesuatu diinginkan sang kritikus?
Dalam aktivitas kita di tempat bekerja, tidak jarang kita dihadapkan pada pekerjaan yang sama berulang-ulang secara reguler, seolah-olah pekerjaaan itu rutinitas berjangka. Ada rekrutmen pegawai yang selalu dilakukan, entah setahun sekali atau bagaimana. Mutasi dan promosi jabatan pun demikian. Rutinitas atau reguler terjadi. Pun halnya demikian dengan rapat kerja nasional atau wilayah yang selalu dilakukan sekali setahun.
Berbagai pekerjaan yang berulang-ulang harus diasumsikan adanya peningkatan kualitasnya dari satu periode ke periode berikutnya. Tidak usah lebih buruk, sama saja kualitas periode saat ini dengan sebelumnya itu sudah kegagalan.
Dengan standar ukuran kesuksesan seperti itu maka pelakunya akan mengerjakan hal berulang itu dengan sungguh-sungguh, bukan cuma sekedar copy dari yang lalu terus lakukan saat ini persis seperti itu. Keliru, kalau begitu.
Cara yang paling mudah agar kualitas pekerjaan rutin itu meningkat adalah dengan mengevaluasi pekerjaan itu yang dilakukan di masa lalu atau dalam bahasa yang lebih denotatif; kritik. Saat kita mengkritik, titik mulainya adalah melihat apa yang salah atau kurang dari yang hendak kita kritik.
Hal yang salah atau kurang itu tentu dengan berbagai sudut pandang. Bisa karena konsepnya kurang pas, bisa juga karena pembiayaannya kurang efisien, mungkin tahapan prosesnya ada yang salah, atau sudut pandang lainnya. Intinya, kurang atau salah itu berarti sang pengkritik tidak akan, tidak mau, atau tidak suka akan hal yang ia kritik.
Hal ingin digaristebal pada catatan ini adalah jangan pernah kita mengkritik sesuatu dikarenakan kita ingin melakukan sesuatu itu. Jika kritik itu menyasar ke sesuatu yang salah, koq bisa kita menginginkannya?
Dulu, kegiatan yang rutin itu dipercayakan kepada orang lain. Kemudian jika saat ini kegiatan itu anda yang kendalikan, maka jangan mengkritik sebentuk proses dalam pekerjaan yang dulu yang ternyata proses itu anda kerjakan lagi saat ini.
Mudahnya, jangan anda mengkritik orang yang melakukan korupsi yang ternyata saat mengkritik itu anda sedang merencanakan korupsi. Jangan mengkritik baju orang lain yang ternyata anda menginginkan baju itu.
Sudah jelaskah sekarang?
Komitmen dan konsisten pada isi kritikan anda akan membuat anda menjadi pribadi yang potensial mendorong peningkatan kualitas pekerjaan yang rutin. Tanpa komitmen dan konsistensi, maka kritik akan mandul. Ingatlah selalu konten dari kritikan yang anda lontarkan saat anda akan melakukan sesuatu itu.

Berhentilah mengkritik sesuatu yang didasarkan karena ingin melakukan sesuatu itu, bersihkanlah niat saat mengkritik. Lakukanlah segala sesuatu lebih baik dari sebelumnya, tanpa harus mengorek-ngorek kekurangan masa lalu. 
Terakhir, rutinitas tidak akan pernah membosankan saat kita letakan di kanvas inovasi yang berbasiskan kritik produktif dan positif.

627 Shangri-la Jakarta
WHS

Gaya Melampaui Fakta

Perlu dinyatakan terlebih dahulu bahwa catatan ini bukan tentang dogma agama tentang takdir yang sepenuhnya hak Tuhan Yang Maha Kuasa. Ini a...