"Maka dikarenakan nikmat dari Tuhan yang mengurusmu, maka sampaikanlah!"
Kira-kira demikianlah yang sudah berkembang dan membudaya di masyarakat kita; mengadakan perhelatan selametan atau syukuran saat dianugerahi nikmat atau kebahagiaan. Demikianlah tahadduts bi al-ni'mah dipahami secara umum di ruang publik kita saat ini.
Ayat al-Qur'an yang kami kutip diatas selalu menjadi sandaran rujukan atas tradisi tahadduts bi al-ni'mah. Dari struktur kalimatnya, ayat tersebut memang dengan mudah ditarik begitu saja dan diturunkan menjadi kata benda; tahadduts bi al-ni'mah.
Ada 3 hal yang hendak kami sampaikan terkait tema ini. Tidak banyak yang baru, hanya menegaskan dan menawarkan logika pemahaman tentang tahadduts bi al-ni'mah, based on my knowledge.
PERTAMA, semua nikmat (termasuk musibah) merupakan ketetapan yang berasal dari-Nya. Kita diwajibkan secara agama maupun logika untuk mengimani dan mempercayainya. Dalam ajaran Islam, beriman bahwa ketetapan (baik atau buruk) itu bersumber dari-Nya adalah salah satu rukun (sendi) Iman.
Selain itu, secara logika, kesuksesan dan kegagalan sebagaimana nikmat dan musibah memang hanya mungkin berasal dari-Nya. Jika nikmat dan musibah itu sepenuhnya karena kesuksesan dan kegagalan kita maka terlalu besar peluang kita besar kepala dan juga patah semangat.
Tambah lagi, dimana kekuasaan-Nya, kalau kesuksesan dan kegagalan itu hanya karena kita an sich. Kita hanya berkuasa pada proses dan usaha, bukan hasil akhir. Inilah yang tersirat dari relasi kata bini'mati rabbika (dengan nikmat dari Tuhanmu) pada ayat diatas.
KEDUA, Tuhan pada ayat tersebut menyebut dirinya dengan kata "Rabb", Tuhan Yang Maha Mengurus. Rabb itu bukan mengurus atau merawat kita pada konteks makro atau yang besarannya saja, tidak. Rabb itu sifat Tuhan yang mengurus sampai ke hal-hal terkecil dari kita, bahkan hal-hal yang oleh kita saja disepelekan.
Dengan pemahaman Rabb seperti itu, bagaimana mungkin kita berbangga diri saat mendapatkan kesuksesan, karena itu sepenuhnya karunia dari-Nya. Pun sebaliknya, bagaimana bisa kita bermuram durja saat kegagalan datang menerpa, karena selalu ada Tuhan mendampingi insan yang tengah dihujam derita.
Saat bahagia, kita dikontrol untuk tetap menyadari bahwa itu adalah anugerah-Nya sehingga kita mawas diri. Saat derita, kita dijaga untuk tetap optimis dan bangkit dari keterpurukan karena selalu ada Tuhan bersama kita.
KETIGA, kata tahadduts pada ayat diatas berbentuk perintah atau keharusan. Tuhan memerintahkan kita untuk tahadduts atas nikmat yang telah, sedang, dan semoga akan kita terima. Bentuk dari tahadduts bi al-ni'mah sudah kadung populer dengan selametan, syukuran, atau kumpulan warga berdo'a bersama sambil berbagi.
Kami tidak berpretensi untuk menyebut itu keliru, tidak. Tapi kami menawarkan pemahaman lainnya dari tahadduts bi al-ni'mah yaitu bahwa setiap nikmat yang telah kita terima, kita alami, kita reguk sepanjang hidup kita di dunia ini kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hari akhir dengan tahadduts atau menjelaskan sejelas-jelasnya: dari mana kamu dapatkan kenikmatan itu dan digunakan untuk apa kenikmatan itu?
Tawaran pemahaman ini hanya menggeser logika dari semula tahadduts bi al-ni'mah itu berbentuk kegiatan kita di dunia ini menjadi kepastian yang akan dialami di akhirat nanti.
tahadduts bi al-ni'mah di kehidupan ini tentu saja opsional; bisa dilakukan ataupun bisa juga untuk tidak mau melakukan. Tapi tahadduts bi al-ni'mah kelak di akhirat bukan pilihan karena itu merupakan kepastian; kita pasti harus menyampaikan dan menjelaskan (tahadduts) sebagai bentuk pertanggungjawaban atas nikmat yang sudah kita terima saat hidup di dunia ini.
Walhasil, silahkan lakukan tahadduts bi al-ni'mah besok atau lusa saat anda masih hidup di dunia ini dan kami ingatkan bahwa kelak kita pun akan melakukan tahadduts bi al-ni'mah di hadapan pengadilan agung di hari akhir nanti.
Semoga Allah SWT memberkati kita semua,