Anda adalah anda, anda bukanlah jabatan anda. Lokasi berpindah, jabatan anda pun berubah. Di kantor anda bisa jadi Manajer, sampai di rumah anda adalah ayah untuk anak-anak anda. Kalau begitu, diberhentikan dari jabatan itu rutinitas harian kita bukan momentum besar yang tambah dibesar-besarkan. Take it easy.
Pada berbagai jenis profesi, jabatan acap kali menjadi kramat yang diburu untuk direbut, digenggam erat, dan dipertahankan mati-matian. Latar memposisikan jabatan seperti itu bisa jadi karena keinginan pendapatannya bertambah atau bisa juga agar prestise, gengsi, atau status sosialnya meningkat.
Namun kadang ada juga yang mendambakan jabatan itu karena kewenangannya untuk mengatur orang, karena itulah rasa disegani orang menjadi impian para pemburu jabatan. Tulisan ini hanya ingin membuktikan bahwa jabatan tidak layak untuk disakralkan.
Karena dianggap sebagai puncak pencapaian, jabatan pun diburu. Gara-gara diyakini sebagai hal keramat, jabatan pun dipertahankan jangan sampai lepas.
Padahal sesungguhnya kita terbiasa diberhentikan dari jabatan tapi tidak tersadari, anda setuju?Tentu tidak untuk anda jawab, tapi mari kita urai perlahan-lahan.
Jabatan yang kita bicarakan disini tentu adalah jabatan dalam organisasi formal, bukan jabatan dalam artian status sosial. Jabatan dalam organisasi formal yang kami maksud adalah jabatan atau kedudukan yang diemban oleh seseorang dalam sebuah struktur keorganisasian melalui proses pelantikan yang ditetapkan dalam sebuah surat keputusan atau penetapan.
[baca juga: Era baru manajemen kepegawaian]
Berubahnya jabatan seseorang dalam sebuah organisasi diasumsikan mengubah beberapa hal, diantaranya: tugas dan tanggungjawab, rewards yang diterima, dan kewenangan.
Namun selain perubahan formal itu, perubahan jabatan pun mengubah hal lain yang tidak secara jelas diungkap, yaitu: pandangan publik, prestise, dan motivasi kerja.
Tidak perlu kita bicarakan perubahan formal gara-gara perubahan jabatan, tapi yang menarik dan acapkali lebih mewarnai adalah perubahan yang intrinsik dari berubahnya jabatan seseorang.
Pandangan publik, prestise, dan mitovasi kerja akan berubah seiring berbedanya jabatan anda sekarang dengan sebelumnya. Publik selalu mempunyai asumsi adanya "jabatan basah dan kering", jabatan yang menghasilkan pundi uang dan jabatan yang membuat rekening anda mengalami kemarau panjang (glek, hehe).
Dalam banyak kasus, saat seseorang ditempatkan pada jabatan kering maka publik mencibir dan sang pemangku jabatan pun inferior serta merasa dibuang. Namun jika diletakan pada perspektif positif, sesungguhnya posisi jabatan yang dianggap minor itu akan memudahkan sang pejabat untuk bergerak dan berionovasi karena ia berada pada posisi start nol bahkan minus.
[baca juga: Menduga-dalam-bekerja]
Analoginya seperti ini. Jika anda tidak punya buku, seharusnya anda jadikan perpustakaan sebagai rumah utama anda. Saat anda yang tidak punya buku itu mampu memiliki pemahaman lebih baik tentang sebuah konsep dalam textbook, publik akan bertepuk tangan lebih riuh. Apresiasi lebih seperti itu tidak akan diterima oleh orang yang memang memiliki koleksi buku.
Rewards yang diterima tidak hanya soal output yang dihasilkan tetapi juga diukur karena dari mana posisi start diambil. Semakin jauh garis start, maka semakin besar reward yang didapat saat tiba di garis finish.
Cara pandang positif seperti ini akan menyamankan di sisi anda dan membuat publik berbaris di sekitar anda. Jabatan berikutnya, tinggal hitungan hari saja.
Namun sebaliknya, jika cara pandang negatif yang melekat. Saat posisi kering itu menimpa, anda frustasi dan pesimis karena merasa disingkirkan dan dibuang, maka tidak perlu prestasi dipikirkan, kejiwaan anda pun terancam penyakit yang sulit disembuhkan; iri dengki.
[baca juga: Kedengkian Penyakit Menular]
Kondisi yang sama juga akan dihadapi oleh anda yang diberikan kesempatan bekerja pada jabatan yang oleh publik dianggap jabatan basah. Bukan hanya kaitan dengan potensi pendapatan yang lebih baik, tapi jabatan basah pun mengasumsikan fasilitas kerja yang lebih mapan.
Ketika sang pejabat berhasil menunaikan tugasnya, publik hanya cukup berbisik-bisik di pojokan kantor, "Ah siapa aja bisa sukses kalo kerjanya disitu. Fasilitas lengkap, anggaran besar, dan pimpinan setuju terus". Terbalik 100% saat yang bersangkutan gagal atau less-perform, maka cibiran dan hujatan membanjiri dari mulai status FB sampai pernyataan langsung pimpinan di tengah rapat.
Jika cara pandang negatif, sebasah apapun jabatan itu toh akan menjadi arsenik yang menggerogoti. Namun jika positif, maka sang pejabat akan berjuang lebih keras dibanding yang lain dan akan mempertebal benteng kehati-hatian lebih lebar dibandingkan pejabat lainnya.
Jangan lupa, publik pun menilai tidak semua positif pada pejabat basah ini. Jika ia ternyata bergelimang harta, semua akan diasosiasikan sebagai ladang korupsi. Namun jika ia hidup sederhana, ada yang mencibir dengan sebutan pejabat yang "ga cerdas" atau "tidak paham selah", tapi ada juga yang menuduh, "ah palingan dia sembunyiin di tempat aman tuh hasil colongan". Nah, apa itu nyaman atau mudah dihadapi.
Sahabatku, bukan berarti tulisan ini memilah mana yang lebih asyik; jabatan basah atau kering. Tapi ulasan diatas mempertegas kembali bahwa jabatan itu pada dasarnya sarat dengan beban. Jabatan bukan untuk disombongkan, diburu, diperebutkan, atau dipertahankan. Jabatan itu untuk dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan.
[baca juga: Asesmen-kompetensi-dan-open-promotion]
Kembali ke judul tulisan ini. Andaikan anda diberhentikan dari jabatan, bangunlah keyakinan dalam diri anda bahwa anda sedang diselamatkan dari berbagai beban dan tekanan.
Bukan berarti berhenti jabatan harus anda harapkan. Tapi tidak usah jadi horor dan tak perlu dianggap malapetaka. Karena kalau dipikirkan dengan sederhana, tidak njlimet, kita sebetulnya sudah terbiasa diberhentikan dari jabatan tapi kurang tersadari.
Mana buktinya?
Saat anda tiba di kantor, pintu dibuka dari luar dan terdengar, "selamat pagi Pak Direktur", sapa petugas security. Begitupun saat anda berjalan menghampiri pintu lobby, resepsionis pun menyambut senyuman sambil melempar sapaan, "Apa kabar hari ini Pak Dir?". Masuk ke lift bersama beberapa karyawan lain, mulai ada yang tersenyum karena dia tahu anda siapa, tapi juga ada yang memainkan gadgetnya karena tidak tahu anda itu pejabat, direktur. Nah mulai toh anda "diberhentikan" dari jabatan.
Seharian anda di ruangan yang pintu masuknya tertulis papan nama "DIREKTUR", dengan keterangan "ADA/TIDAK ADA", anda pun full meyakini dan memperlakukan diri dan orang lain dalam konteks anda direktur.
Singkat cerita, jam kerja berakhir, anda pulang kembali ke rumah. Saat di perjalanan, kendaraan anda butuh isi bensin, apakah di POM Bensin itu petugasnya menyapa anda dengan panggilan direktur? saya yakin, tidak. Begitu pun saat anda atau supir anda menempelkan e-Toll di gerbang jalan bebas hambatan, petugas yang berjaga disana pun tidak paham bahwa anda pejabat. Sepanjang jalan anda sudah berhenti dari jabatan.
Apalagi saat anda tiba di rumah. Nah, illustrasi ini tidak perlu diteruskan karena tidak ada satupun istri yang memberikan panggilan kesayangan untuk suaminya dengan panggilan, "Bapak Direktur tercinta". Pun tak pernah ada dalam cerita selentingan sekalipun, anak yang memanggil ayahnya dengan sebutan jabatan ayahnya di kantor.
Pemberhentian jabatan terus dan terus terjadi berkali-kali dan dimana-mana. Bagaimana mungkin anda khawatir jabatan itu berpisah dari anda.
Para pejabat, terlalu besar dan terlalu penting "jabatan" anda diluar sana untuk digadaikan hanya karena berburu dan berjuang mempertahankan jabatan yang anda ampu di tempat anda bekerja. Sebagai seorang ayah, seorang suami, kakak, adik, warga masyarakat, dan lebih tinggi lagi sebagai hamba-Nya. Semua jabatan selain kantoran itu sungguh jauh lebih berharga dan layak untuk diperjuangkan.
Bukan kemudian kesimpulan tulisan ini mengajak anda berleha-leha dari tugas dan tanggungjawab pada jabatan di tempat anda bekerja saat ini, tapi kerjakan tugas jabatan dan penuhi tanggungjawabnya, namun jangan menghamba pada jabatan itu karena kita sesungguhnya sudah terbiasa diberhentikan dari jabatan.