Kamis, 18 Maret 2021

Jejaring Organisasi Kementerian Agama

Indonesia bukan negara Agana dan Indonesia berasaskan Pancasila yang setiap silanya bernilai agamis, bahkan pada sila pertamanya mengikrarkan diri bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa. Agama dan beragama dijamin kebebasannya oleh Undang-Undang Dasar, bahkan dasar negara pun dituturkan lahir dari komitmen luhur para pendiri bangsa untuk bersatu dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menghormati keragaman, termasuk keberbedaan agama. Wajar jika kemudian saat ini, jejaring instansi pemerintah pada bidang Agama tersebar di seantero negeri dan terbesar dibandingkan instansi manapun.

Tak perlu lagi kita urai betapa pentingnya posisi agama dalam perikehidupan kebangsaan kita. Sudah cukup rasanya berbagai catatan dimana-mana tentang hal mutlak itu. Pada catatan ini, kami ingin perkenalkan Kementerian Agama dalam perspektif keorganisasian.

Hanya dua tema besar yang hendak disajikan pada catatan ini. Pertama, bagaimana sistem pemerintahan kita memerankan diri dalam urusan Agama dan kedua, bagaimana pemerintah menyikapi urusan Agama yang dikelola dan/atau diselenggarakan oleh masyarakat.

Agama: Urusan Absolut Pemerintah

Dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 diuraikan jelas bahwa urusan pemerintah terbagi pada beberapa kategori, salah satunya adalah urusan absolut. Sebagai salah satu yang oleh UU disebut urusan absolut, Agama tidak terkena ketentuan otonomi daerah. Pola pengelolaan urusan absolut langsung ditangani oleh pemerintah pusat. 

Argumen mengapa agama dikategorikan urusan abolut pemerintah akan terhubung tegas dengan komitmen luhur kita sesama warga bangsa kepada Pancasila, UUD 1945, semboyan Bhinneka Tunggal Ika dan keutuhan NKRI. Memusatkan pengelolaan urusan agama adalah strategi politik untuk menjaga nilai-nilai dasar dalam bernegara disaat yang bersamaan menjaga nilai-nilai luhur agama dan kebebasan beragama. 

Disaat negara menegaskan bahwa pengelolaan urusan agama dilakukan secara terpusat karena bagian dari urusan absolut pemerintah, maka sesungguhnya negara tengah membangun keseimbangan yang utuh antara negara dan agama. 

Pemerintah sebagai penyelenggara negara bertugas menegakan sendi-sendi bernegara yang sudah final disepakati, dan dalam satu tarikan nafas sekaligus mendorong (bukan sekedar menjaga) pola keberagamaan agar semakin kontributif pada pembangunan bangsa sebagaimana telah jelas terbukti dalam sejarah panjang nusantara. 

Menjadi sulit dibayangkan jika urusan agama diserahkan pada pemerintah daerah dikarenakan nilai dasar setiap agama sesungguhnya universal, bukan kedaerahan. Oleh karena itu, negara berkepentingan untuk menjaga agar kebijakan pengelolaan agama diselenggarakan secara terpusat demi menjaga kebebasan setiap umat menjalankan keyakinannya tetapi dengan pola dasar saling menghormati, saling menghargai, dan saling menjaga kerukunan, kebersamaan, dan keharmonisan dalam bingkai NKRI

Individu, Bukan Kelompok

Agama hadir sebagai pedoman hidup bagi setiap umat manusia. Meskipun umat manusia kemudian hidup berkelompok atau bermasyarakat, akan tetapi kebebasan beragama bukan merupakan kebebasan sekelompok umat beragama akan tetapi kebebasan setiap individu.

Sebelum salah paham, kita ulas lagi tentang individu dan kelompok dalam konteks agama. "Individu" itu mudahnya satu orang, orang per-orang, atau diri sendiri. Ketika sudah lebih dari itu diri sendiri, maka sudah dikategorikan "sekelompok". Agama bukan tentang sekelompok orang, tapi tentang setiap diri pribadi. Lalu, jaminan negara pada kebebasan beragama itu bukan untuk sekelompok orang, tapi lebih dalam, jelas, dan tegas bahwa negara menjamin setiap warganya untuk beragama dan menjalankan keyakinan berdasarkan agamanya.

Catatan lainnya:

Agar semakin bernas, kita illustrasikan. Andaikan ada satu peserta didik di dalam sebuah kelas sekolah yang menganut keyakinan yang berbeda dengan seluruh peserta didik lainnya, maka negara menjamin kebebasan beragama bagi satu peserta didik tersebut. Dengan bahasa lain, negara berkewajiban menghadirkan pendidik/pengajar yang berkeyakinan sama dengan peserta didik tersebut. 

Sedemikian khusus agama dikelola oleh negara ini, sampai dibentuk satu kementerian khusus menangani agama. Lalu seperti apa konstruksi keorganisasian kementerian agama dirancang guna mencakra sedemikian luas dan berat beban negara mengelola kompleksitas urusan agama ini?

Pusat dan Vertikal

Kementerian Agama berdiri hanya setahun setelah Indonesia merdeka. Bahkan dalam berbagai sumber disebutkan bahwa Kementerian Agama dibentuk sebagai salah satu konsensus para pendiri bangsa tentang pentingnya agama sebagai pilar tegaknya NKRI. 

Secara umum, Kementerian Agama dibangun dalam tiga pola keorganisasian, yaitu: Kantor Pusat, Instansi Vertikal, dan Unit Pelaksana Teknis. Kita coba kenali satu persatu. 

Kantor Pusat terdiri dari Menteri yang pernah dalam periode tertentu juga dilengkapi Wakil Menteri. Dibawah Menteri dan Wakil Menteri terdapat Jabatan Pimpinan Tinggi Madya dan Pratama yang dibantu oleh Jabatan Administrasi jenjang Administrator dan Pengawas, serta berbagai Kelompok Jabatan Fungsional dan Jabatan Pelaksana. 

Seluruh JPT Madya dan Pratama pada kantor pusat memiliki tugas yang eksklusif pada fungsinya masing-masing dan jangkauan kewenangan yang menasional. Bahkan, JA Administrator dan Pengawas pun didominasi oleh distribusi tugas yang juga menasional, meskipun dikerucutkan pada urusan yang lebih mikro. Ringkasnya seluruh jabatan yang terdapat pada Kementerian Agama Pusat itu bertanggungjawab pada perumusan, pelaksanaan, dan pelaporan kebijakan secara nasional karena kedudukannya di pusat itu dibebani pola manajemen yang juga terpusat.

Catatan lainnya:

Pusat dan terpusat ini mengasumsikan bahwa seluruh pejabat dan pegawai yang bertugas di kantor pusat itu harus memiliki kemampuan konseptual dan strategi implementasi program yang menyerap, mengadaptasi, serta mengakomodasi berbagai kekhususan konteks daerah.

Keterpusatan tidak kemudian membuat dominasi berlebihan dari pusat tanpa memperhatikan kekhususan konteks daerah, apalagi dijadikan alat oleh person yang bertugas di pusat untuk melakukan penetrasi sampai memberangus batas kewenangan.

Selain kantor pusat, Kementerian Agama diperkuat dengan instansi vertikal. Kedudukan instansi vertikal berada pada seluruh provinsi dan kabupaten/kota. Secara sederhana, peran dari instansi vertikal ini adalah menerjemahkan kebijakan urusan agama yang ditetapkan pusat serta menjalankan dan melaksanakan berbagai program yang didasarkan pada kebijakan nasional tersebut. Dengan pola kebijakan terpusat ini, maka tidak akan ada kebijakan teknis di tingkat instansi vertikal yang bertolak belakang dengan yang diatur pusat. 

Oleh karena instansi vertikal itu benar-benar kepanjangan tangan dari kantor pusat, maka kinerjanya pun ter-cascade rapi dengan pusat. Maksudnya, setiap fungsi yang tergambar di tingkat pusat maka itu pula yang akan terejawantahkan di instansi vertikal. Sedemikian kuat relasi pusat daerah pada urusan agama sehingga meniscayakan desain keorganisasian yang relatif sama meskipun dengan desain hierarkhi yang semakin ke bawah maka semakin mengecil. 

Jika urusan bimbingan masyarakat agama di kantor pusat dipimpin oleh pejabat pimpinan tinggi madya, maka sampai di provinsi hanya digawangi oleh pejabat administrator, dan di tingkat kabupaten/kota dilaksanakan oleh pejabat pengawas. Meskipun jenjang jabatannya berbeda, tetapi setiap jenis jabatan tersebut menjalankan fungsi yang sama kendati dibedakan oleh cakupan kerjanya.

Unit Pelaksana Teknis

Selain kantor pusat dan vertikal, Kementerian Agama pun diperkuat dengan berbagai unit pelaksana teknis. Jenis kelembagaan ini tidak dapat disamakan dengan vertikal karena garis koordinasinya bertumpu secara substansi pada unit eselon I dan II di tingkat pusat. Untuk penyediaan layanan pendidikan, kementerian agama mengelola perguruan tinggi keagamaan, madrasah, pesantren, sekolah keagamaan, lembaga pendidikan keagamaan informal, dan lain sebagainya yang dibina oleh Ditjen Pendidikan Islam dan Direktorat Pendidikan Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Pusat Bimbingan dan Pendidikan Khonghucu. 

Catatan lainnya: Melembagakan Kerukunan Umat

Penyedia layanan perkawinan dan fungsi lainnya, dikelola Kantor Urusan Agama beserta fungsional penghulu dibawah binaan Ditjen Bimas Islam. Untuk penyelenggaraan haji dan umrah disedikakan Kantor Asrama Haji Embarkasi yang dibina oleh Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Khusus untuk pentashihan mushaf al-Qur'an, dibentuk Lajnah pentashihan mushaf al-Qur'an dibawah binaan Badan Litbang dan Diklat. Berbeda dengan pentashihan, urusan pencetakan al-Qur'an, Ditjen Bimas Islam membina Unit Pencetakan al-Qur'an sebagai UPT tersendiri.

Untuk layanan pelatihan dibentuk Balai Diklat Keagamaan dan untuk keperluan penelitian dikelola Balai Litbang Agama di tiga titik regional. Dua UPT ini dibina oleh Badan Litbang dan Diklat.

Jejaring Organisasi

Walhasil, dari uraian tersebut diatas, tampak bahwa Kementerian Agama memiliki jejaring organisasi yang tersebar di seluruh teritorial NKRI. Seluruh provinsi dan kabupaten/kota terdapat organisasi Kementerian Agama. Bahkan dilengkapi dengan pembentukan Kantor Urusan Agama hampir mendekati 90% Kecamatan se-Indonesia. Jadi, dimana terdapat teriotorial pemerintahan, disitu juga dibentuk unit kerja Kementerian Agama dengan rentang pusat, provinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan. Adapun untuk menembus sampai ke layanan tingkat desa/kelurahan, Kementerian Agama memiliki fungsional penyuluh agama yang bertugas di lapangan bukan berbasis kantor/ruang kerja.

Pada tema fungsi yang spesifik dan di lokus strategis, Kementerian Agama memiliki Unit Pelaksana Teknis yang berdiri dengan jangkauan fungsi yang tidak berbasis teritorial. Misalnya, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Lokus teritorialnya berada di Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan, tapi mahasiswa yang diasuh pada kampus tersebut berasal dari seantero negeri bahkan mancanegara. PTKN seperti UIN Ciputat ini terdapat di 72 titik yang tersebar di seluruh provinsi tanpa kecuali.

Catatan lainnya:

Pada jejaring yang lebih menyebar, Kementerian Agama memiliki madrasah, sekolah keagamaan, dan lembaga pendidikan keagamaan informal lainnya. Bahkan, jika layanan pendidikan disediakan oleh Sekolah yang dibina oleh Kementerian Pendidikan sekalipun, Kementerian Agama masih terselip disitu melalui Guru Agama yang wajib disediakan untuk layanan pendidikan agama. 

Lalu, di titik lokus geografis mana Kementerian Agama tidak ada di republik ini? Jejaring Kementerian Agama terbesar dan tersebar ke seluruh lokus teritorial NKRI. Secara organisatoris, jejaring Kementerian Agama sudah cukup untuk menjaga keutuhan NKRI, menebar prinsip Bhinneka Tunggal Ika, dan menginternalisasikan nilai moderasi beragama. Demikian cita luhur para pendiri bangsa, demikian yang diharapkan oleh ibu pertiwi. Agama menjadi perekat bangsa, pendorong Indonesia Maju. Semoga.

Tabik, 

WHS   

Tidak ada komentar:

Gaya Melampaui Fakta

Perlu dinyatakan terlebih dahulu bahwa catatan ini bukan tentang dogma agama tentang takdir yang sepenuhnya hak Tuhan Yang Maha Kuasa. Ini a...