Saat kita bicara pandemi corona, kita langsung terhubung pada banyak hal baru. Jaga jarak, karantina mandiri, cuci tangan, dan bahkan pendidikan dan praktek keagamaan pun dirumahkan. So, sekilas kita bergumam bahwa corona memisahkan kita. Namun pada sisi yang berbeda sesungguhnya corona telah mempertemukan kita.
Corona mempertemukan pengusaha sibuk dengan keluarganya; pejabat yang selalu bekerja overtime, kini fulltime bersama anak dan istrinya; bahkan ada pertemuan penting yang terkadang sulit selama ini terjadi yaitu antara agama dan etika sosial di satu sisi dengan sains dan medis di sisi lain.Agama dan etika sosial yang diberikan dengan iman dan rasa diperhadapkan dengan sains dan medis yang dianggap rasional dan empirik. Kini dua kutub itu harus bertemu untuk meracik solusi bersama menghadapi pandemi global ini.
Namun, alih-alih corona menyegarkan pemikiran di dunia agama dan etika sosial, malah para ulama online yang kemudian meraja. Gegara karantina mandiri, akhirnya pengajian agama dan penjelasan etika sosial massive di alam maya dengan narasumber, seperti biasa, campur aduk antara yang valid dan invalid.
Pun sama halnya yang terjadi di dunia sains dan medis. Tiba-tiba hoax seputar dunia sains dan medis melejit menjadi trending topic.
Sahabat,
Sesungguhnya corona adalah momentum bagi para agamawan dan budayawan untuk duduk bersila bersama para saintis dan ahli medis guna menemukan solusi bersama.
Kami yang bukan ahli di kedua kutub besar itu menunggu hasil terbaik dari pertemuan penting itu.