Organizational mandatory (OM) yang kemudian diterjemahkan menjadi tugas dan fungsi organisasi, selanjutnya diiris menjadi program-program teknis sebagai pertanggungjawaban atas pelaksanaan OM-nya. Selain itu, OM pun menjadi dasar dari karakter manajemen organisasi tersebut.
Kita akan mendiskusikan tentang organizational mandatory di halaman lainnya, tapi disini kita kupas tentang mengapa sebuah kementerian, semisal Kementerian Agama, memilih manajemen organisasinya dalam format sentralistik dan bagaimana sesungguhnya cara kerja sentralisasi manajemen organisasi itu.
Mandat bagi kementerian agama adalah pengelolaan kehidupan keagamaan. Dengan mandat itu, maka agama adalah fokus subyek bagi kementerian ini. Tidak mudah? jelas, karena agama adalah seperangkat keyakinan, konsep, perspektif, dan praktek kehidupan yang dimensinya berpendar ke seluruh aspek kehidupan kemanusiaan pada semua konteks dan perannya.
Tidak ada aspek kehidupan kemanusiaan dan kemasyarakatan yang tidak ada rujukannya pada agama karena agama adalah pedoman hidup dengan berbagai aspeknya. Pada konteks Indonesia, agama merupakan urat nadi bangsa ini.
Gerakan perlawanan perjuangan pra-kemerdekaan menyeruak di seluruh pelosok nusantara, faktor keagamaan acapkali menjadi pemicu utama. Pada saat rumusan bentuk negara, agama pun diletakan sebagai salah satu prinsip dasar berbangsa dan bernegara. Pada saat prosesi kemerdekaan, kembali agama menempati posisi penting sebagai bagian dari variable core kemerdekaan.
Agama tidak akan pernah absen pada setiap episode kesejarahan bangsa ini; seperti apa potret kehidupan keagamaan kita, akan seperti itu pula peta nasional tergambar.
Kementerian Agama dibidani tidak setelah rancang-bangun negara ini ditetapkan. Gagasan tentang pengelolaan negara pada tema agama dirumuskan pada saat merancang bentuk Indonesia, bukan setelahnya. Bahkan konvensi luhur tentang positining agama pada pembentukan negara ini menjadi energi utama yang memastikan kebersatuan dalam keberbedaan.
Sejarah mencatat bahwa salah satu konvensi penting dalam perumusan negara-bangsa ini adalah kesepakatan agar keberbedaan agama dihormati, dihargai, bahkan dijadikan bahan dasar tegak berdirinya Indonesia. Umat mayoritas melindungi yang minoritas, demikain sebaliknya umat minoritas menghargai yang mayoritas.
Pada level ini, institusionalisasi manajemen agama di Indonesia dihadirkan untuk memastikan kebebasan beragama dengan tetap menjaga toleransi atas prinsip-prinsip kebhinnekaan yang menjadi eksistensi kita sebagai negara-bangsa.
Kementerian Agama hadir untuk menjalankan misi besar ini; pengelolaan tatanan kehidupan keagamaan dalam konteks bhinneka tunggal ika. Lalu pola manajemen apa yang paling mendasar untuk kementerian ini?
Sentralisasi manajemen, sudah benar dan tepat dipilih oleh Kementerian Agama. Pemilihan pola manajemen sentralistik pada urusan agama diarahkan untuk menggaransi agar peran pemerintah pada urusan agama terintegrasi, menyeluruh, dan berbasis cara pandang nasional yang berlandaskan pada cita bhinneka tunggal ika.
Core point per-hari ini adalah apakah manajemen sentralistik pada urusan agama itu sudah terpahami dan terimplementasi dengan baik dan tepat, oleh pengelolanya maupun publik?
Baca juga artikel terkait