Tak terbayangkan kita melakukan suatu aktivitas tanpa hadirnya perangkat yang membuat aktivitas itu ada. Menulis, pasti dibuktikan dengan hadirnya tulisan. Mengaku sudah atau sedang menulis, tapi tanpa adanya tulisan tentu akan membuat aktivitas menulis itu mutlak diragukan.
Demikian pula halnya dengan ukuran yang pasti menjadi keniscayaan dalam aktivitas mengukur, dalam konteks pekerjaan kita--apapun jenis pekerjaannya--dipastikan kita akan selalu dihadapkan pada kemutlakan hadirnya 'ukuran'. Kita mengenal berbagaiistilah yang agak sedikit berbeda, seperti SOP, kriteria, prasyarat, ketentuan umum, dan lain sebagainya. Tapi itu semua sesungguhnya mengarah pada satu substansi yang sama, yaitu ukuran pasti.
Hampir sulit dibayangkan suksesnya sebuah pekerjaan tanpa hadirnya 'ukuran' yang menjadi dasar, pedoman, sekaligus indikator sukses dari sebuah pekerjaaan. Ukuran, mutlak hadir saat kita mengukur
Keniscayaan ukuran
Profesi apapun yang kita jalani, pasti membutuhkan ukuran pada setiap aktivitasnya. Ukuran atau lumrahnya disebut standar itu tidak hanya hadir saat aktivitas itu memasuki proses intinya atau di tengah-tengahnya. Standar diperlukan sejak tahap perencanaan sampai penyelesaian atau pelaporan.
Merancang desain program tidak mungkin tepat tanpa berdasarkan pada standar. Bagi anda yang bertugas sebagai perencana program dan anggaran/budget, tentu kehadiran standar biaya menjadi dokumen yang dipedomani dan bahan argumentasi.
[baca juga: Tak Hanya Evaluasi Program]
Pada tingkat pelaksanaan program, keberadaan standar atau ukuran pun sangat menentukan. Tanpa standar, bagaimana tim implementasi dapat bekerja? Standar lah yang meng-guide pelaksana bekerja dalam batasan kewenangan dan cakupan kerja yang tepat.
Standar pun sangat penting untuk pelaksana program dalam hal menyusun indikator sukses. Tanpa indikator sukses, sulit pelaksana program didorong untuk optimal bekerja karena tidak jelas sampai batas mana yang disebut optimal itu.
Pada saat pelaporan, standar pun menjadi faktor yang mengikat kita untuk menyuguhkan format dan content pelaporan yang dibutuhkan dan dinilai memenuhi standar.
Singkatnya, kemana pun kita bergerak dalam lingkup aktivitas apapun, standar atau ukuran akan selalu hadir menjadi bagian yang tak terpisahkan. Lalu bagaimana bisa dibayangkan jika standar atau ukuran itu tidak jelas apalagi tidak ada?
Dimanakah ukuran itu?
Ukuran tentu berada pada peran yang dipedomani. Artinya, saat ukuran digunakan untuk mengukur maka yang diukur harus mengikuti pada ukuran, bukan sebaliknya. Kalau kita mengukur kain dan membutuhkan kain sepanjang 1 meter, maka saat ukuran menunjuk pada angka 1 meter, kain pun dipotong jika berlebih atau dinyatakan kurang.
Jika demikian illustrasinya, dimanakah posisi ukuran itu?
Coba kita pilah satu persatu; 1) ada pihak yang membuat ukuran, 2) ada yang melakukan pengukuran, 3) ada sesuatu yang akan diukur, dan tentu 4) ada pihak yang mengajukan sesuatu untuk diukur itu.
Pihak yang membuat ukuran pasti harus terdiri dari 2 unsur: Pertama, pihak yang memahami substansi ukuran; dan kedua, pihak yang melaksanakan tugas menyusun regulasi.
Contohnya, jika kita hendak membuat kriteria tentang penataan organisasi maka Biro Organisasi harus menyiapkan draft kriteria itu. Namun untuk memproses agar kriteria itu ditetapkan menjadi regulasi untuk dipedomani, keterlibatan Biro Hukum pasti juga penting. Perhatikan contoh lainnya yang agak sedikit luas dengan variable tambahan. Jika kita hendak menyusun kriteria penataan organisasi pendidikan tinggi, maka yang memahami substansi tidak hanya Biro Organisasi, tetapi juga harus melibatkan unit kerja yang menangani pendidikan tinggi.
[baca juga: Sekretariat itu Terminal]
Selanjutnya, pihak yang melakukan pengukuran diatur dalam regulasi yang ditetapkan tentang kriteria/ukuran itu. Berikutnya, obyek yang akan diukur bisa berupa 2 hal. Pertama, berbentuk dokumen yang menjadi legal standing atau narasi; dan kedua, obyek fisik dari yang sudah dideskripsikan dalam dokumen. Terakhir, pihak yang mengajukan obyek yang hendak diukur.
Kembali ke awal, dimanakan ukuran itu berada? pertanyaan ini perlu dilontarkan karena tidak sedikit yang beranggapan bahwa ukuran atau kriteria itu hanya diketahui oleh yang akan mengukur. Kriteria itu terkadang diperlakukan sebagai sesuatu yang rahasia, seperti hasil penilaian juri-juri dalam sebuah perlombaan.
Untuk mengurai itu, mari kita selami logika sederhana sebagai berikut. Bagaimana pihak yang mengajukan sesuatu bisa punya harapan bahwa yang diajukannya itu lolos penilaian kalau dia tidak tahu apa saja kriterianya. Atau jangan-jangan ada dari kita yang menganggap pengajuan apapun dari stakeholders itu seperti lotre; lolos atau tidaknya tergantung keberuntungan.
Pelayanan sebuah organisasi mengasumsikan kepastian. Oleh karena itu, ukuran atau kriteria itu harus bersifat published atau diketahui semua pihak. Dengan demikian, kepastian atau kejelasan tentang program apapun yang dijalankan menjadi pedoman bersama.
[baca juga: Pelayanan Adalah Kepastian]
Sudah benarkah layanan yang kita lakukan, tentu bukan kita yang menilai. Penilaian tentang kesuksesan pekerjaan kita berdasarkan pada ukuran yang diketahui oleh kita dan oleh pihak yang kita layani.
Selamat datang di era meritokrasiWassalam
WHS