A. Kementerian Agama Berdiri
Pembentukan kementerian yang membidangi urusan agama merupakan komitmen luhur pendiri bangsa tentang pentingnya agama bagi negara dan warganya serta meyakinkan bahwa cita-cita kemerdekaan dan arah pembangunan nasional hanya dapat terwujud dengan pelembagaan urusan agama oleh negara.
Kementerian Agama menjadi bukti nyata politik rekognisi dan afirmasi negara pada kontribusi nyata agama dan umat beragama pada pendirian negara bangsa. Kementerian ini pun menjadi argumen real dari perspektif negara yang berdasarkan pada pancasila bahwa agama adalah pendorong kemajuang bangsa, penegak keutuhan negara, dan penggerak kebangkitan bangsa. Kementerian Agama menjadi penanda kuat tentang bahwa Indonesia bukan negara sekuler bukan pula negara agama.
A.1. Satker Terbesar dan Tersebar
Kementerian Agama adalah satu-satunya lembaga negara yang memiliki jejaring organisasi terbesar sekaligus tersebar. Terbesar karena jumlah satuan kerjanya menembus angka 4590 dan terus berkembang seiring dengan pembentukan satker-satker baru. Belum lagi jika dijumlahkan dengan unit kerja yang berdiri sendiri yang disebut dengan Unit Pelaksana Teknis (UPT), maka organisasi Kementerian Agama melewati angka 10 ribu unit kerja.
Ribuan unit kerja pada Kementerian Agama tidak terkonsentrasi pada lokus geografis tertentu, tapi tersebar secara proporsional-merata pada hampir seluruh titik teritorial NKRI. Pada tingkat pusat, terdapat kantor Kementerian Agama RI yang terdiri dari 11 unit organisasi JPT Madya (Eselon I) beserta ratusan unit JPT Pratama dibawahnya.
Pada tingkat instansi vertikal dibentuk Kantor Wilayah Kementerian Agama di 34 Provinsi dan Kantor Kementerian Agama di 514 Kabupaten/Kota. Pada level kecamatan, didirikan 5953 unit organisasi Kantor Urusan Agama (KUA) yang sudah menembus angka 88% dari total keseluruhan jumlah Kecamatan se-Indonesia. Kemudian pembinaan agama dan keagamaan pada tingkat desa/kelurahan ditugaskan Jabatan Fungsional Penyuluh Agama yang berjumlah puluhan ribu.
Selain satker yang jangkauan tugasnya dibatasi lokasi, Kemenag pun memiliki UPT yang cakupan tugasnya tidak dibatasi teritorial. Terdapat Perguruan Tinggi Keagamaan, dimana yang berstatus negeri ada 72 lembaga dan yang swasta lebih dari 1000 lembaga. Ditambah lagi dengan madrasah negeri yang berjumlah 3930 madrasah plus swasta yang berjumlah tidak kurang dari 28 ribu madrasah. Selain mengelola lembaga pendidikan formal, Kemenag pun diberikan kewenangan membina lembaga pendidikan non formal seperti pesantren dan sejenisnya yang tersebar di seantero negeri di kisaran 30 ribu lebih lembaga.
A.2. Sentralisasi Manajemen
Setelah memperhatikan bahwa pada sisi kelembagaan Kemenag mengelola dan diperkuat oleh jutaan lembaga, lalu yang semakin membuat kementerian ini the real of super ministry adalah pola manajemennya yang sentralistik.
Dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 disebutkan bahwa urusan agama dikategorisasikan sebagai urusan absolut pemerintah yang salah satu cirinya adalah pola manajemennya yang terpusat. Sehingga strategic and technical policy dirumuskan dan ditetapkan di jakarta untuk diberlakukan ke seluruh Indonesia.
Agama ketika dikelola oleh negara maka sentralisasi adalah pilihan pola manajemen yang undoubtable. Berbagai karakteristik yang melekat pada agama dihubungkan dengan kepentingan politik negara, maka sentralisasi manajemen adalah pilihan paling rasional dan reliable untuk membuktikan bahwa agama adalah energi positif guna mempersatukan keberbedaan demi mewujudkan cita-cita nasional, Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera.
Agama adalah keyakinan individual sehingga tidak dimungkinkan untuk negara mengintervensi terlalu dalam ke zona keyakinan individu setiap warganya. Oleh karena itu, negara hadir untuk memastikan keberimbangan antara tuntutan dari keyakinan setiap individu dengan kepentingan hidup bersama sebagai sesama warga bangsa.
Agama pun pedoman hidup bagi pemeluknya sehingga negara berkepentingan untuk menggali nilai universal dari agama guna dijadikan etika sosial yang disepakati bersama oleh warga bangsa agar nilai luhur agama terjiwai dalam kehidupan sosial yang saling menghormati dan menghargai.
Agama adalah bagian dari hak asasi manusia yang dijamin kemerdekaan dan kebebasannya sehingga negara berkewajiban untuk memastikan agar setiap individu warganya terjamin kebebasannya untuk memeluk agama dan keyakinan serta menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinannya itu.
Kesemua norma diatas tidak tersirat, tetapi tegas tersurat dalam naskah regulasi tertinggi bernegara yaitu Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dan amandemen-amandemennya. Dengan demikian, substansi berbagai amanat tersebut diatas tidak dapat dianulir atau dipahami berbeda oleh berbagai produk hukum dan/atau kebijakan lain dibawahnya.
B. Pusat Kerukunan Umat Beragama
Guna menjalankan peran negara pada agama, dibentuklah kementerian agama yang salah satu core business nya adalah kerukunan umat beragama. Sebagai core bussiness yang jelas dan tegas mandatorinya, kerukunan umat beragama pada Kementerian Agama dilembagakan menjadi unit organisasi JPT Pratama yang bernama Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB). Keputusan pelembagaan seperti ini berikut dengan linearitas fungsinya pada tingkat daerah yang akan diurai pada bagian ini.
B.1. JPT Pratama dibawah Menteri
Umumnya, JPT Pratama berada dibawah JPT Madya. Namun, PKUB adalah unit organisasi JPT Pratama yang memiliki jalur instruksi langsung dari Menteri dengan berkoordinasi pada Sekretariat Jenderal. Tegasnya, PKUB itu adalah JPT Pratama dibawah menteri melalui koordinasi Sekretaris Jenderal.
Dalam logika peta fungsi, tidak dapat ditemukan hubungan substansi fungsi PKUB dengan Sekretariat Jenderal. PKUB melaksanakan substansi program, sedangkan Setjen bergerak pada dukungan manajerial. Dengan demikian, makna "koordinasi" yang menjadi penghubung keorganisasian antara PKUB dan Setjen dapat dimaknai pengajuan dari PKUB dan fasilitasi dari Setjen.
Desain, arah, dan strategi pencapaian program PKUB directly digariskan oleh Menteri karena sekali lagi kerukunan umat beragama berada pada program mandatory yang tidak pernah lekang dari visi kementerian sehingga Menteri wajib menyampaikan kebijakan makronya terkait dengan kerukunan umat beragama. Kebijakan makro tersebut kemudian dilaksanakan oleh PKUB dengan fasilitasi dukungan manajerial dari sekretariat jenderal. Demikianlah keunikan posisi PKUB sebagai unit organisasi JPT Pratama yang memiliki jalur koordinasi dan instruksi langsung dari Menteri.
B.1. Kebijakan Tunggal untuk Program Multidimensi
Meskipun kerukunan umat beragama terlembagakan pada unit organisasi JPT Pratama tersendiri, tetapi tidak kemudian unit lainnya pada kementerian agama tidak berkontribusi pada fungsi kerukunan umat beragama. Bahkan pada jangkar keorganisasian yang lebih luas, kerukunan umat beragama pun harus terejawantahkan pada seluruh instansi pemerintah di tingkat pusat sampai daerah.
Pada level internal Kemenag, fungsi KUB harus dapat mewarnai program pendidikan agama dan keagamaan, penyelenggaraan haji dan umrah, serta bimbingan masyarakat agama yang kemudian fungsi KUB pun terfasilitasi oleh perangkat kesetjenan. Misalkan, kurikulum pendidikan agama dan keagamaan harus menjiwai semangat kerukunan umat beragama sehingga tergambar dari materi bahan ajar dan bacaan yang mengkampanyekan konsep dan teknis implementasi kerukunan umat beragama.
Pada level eksternal Kemenag, fungsi KUB harus juga termanifestasikan pada substansi program dari semua K/L dan seluruh organisasi perangkat daerah (OPD). Meskipun Kemenag beserta PKUB-nya yang diberikan mandat sebagai leading sector KUB, tetapi sejatinya seluruh jejaring birokrasi kita berkewajiban untuk mengkontribusikan program substansinya pada upaya menjaga kerukunan umat beragama.
Demikianlah kebijakan tunggal kerukunan umat beragama yang digawangi oleh Kementerian Agama tersebarkan pada multidimensi program yang tidak hanya berada pada ranah internal Kemenag, tetapi juga menembus sampai ke seluruh instansi pemerintah lainnya diluar Kementerian Agama.
B.2. Lembaga Kerukunan Umat Beragama
Posisi program KUB pada instansi pemerintah sebagaimana diurai itu pun diperkuat dengan jejaring keorganisasian yang terbangun apik. Didirikan Forum KUB di seluruh provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, dan desa/kelurahan. FKUB, sebuah perangkat keorganisasian yang unik karena diracik dari gabungan unsur pemerintah dan berbagai unsur masyarakat. Betapa kuatnya posisi legitimasi FKUB. Program yang diusungnya adalah mandatori negara dan unsur didalamnya kolaborasi pemerintah dan masyarakat.
Kerukunan sesungguhnya naluri kita bermasyarakat. Kehadiran FKUB bukan karena tidak atau belum terbangun kerukunan umat beragama, tetapi guna menjamin kontribusi masyarakat untuk mewujudkan dan menjaga kerukunan umat beragama dalam porsi yang lebih besar dan luas serta format yang jelas, terukur, dan long-term oriented. Forum Kerukunan Umat Beragama bukan perangkat negara yang berpretensi mengatur pola kehidupan keagamaan masyarakat, tetapi FKUB didedikasikan untuk menggali nilai-nilai universal pada setiap gugus kultural masyarakat agar produktif dan kontributif pada upaya bersama merawat keragaman.
Pelembagaan kerukunan umat beragama pun menjadi garansi dari komitmen pemerintah pada upaya mendorong keberagaman masyarakat sebagai energi gerak positif dan produktif untuk kemajuan bersama yang berasaskan saling menghormati dan saling menghargai pada sebuah konvensi besar tentang keragaman untuk kemajuan.
C. Rumusan Kelembagaan Masa Depan
Pada era revolusi digital saat ini yang penuh dengan fenomena disruptif, perjuangan merawat kerukunan umat beragama semakin kompleks. Pola kerja kerukunan umat beragama ini tidak lagi pada landscape peta yang sama. Tantangan dan dinamika yang semakin melebar sampai-sampai terbentuk tatanan sosial virtual di dunia maya melalui jejaring media sosial, meniscayakan evaluasi besar pada pola kelembagaan yang diamanahi untuk merawat kerukunan umat beragama. Beberapa rumusan kelembagaan kerukunan umat beragama yang dipandang perlu pada era disrupsi ini adalah:
Pertama, memperkuat jabatan fungsional rumpun kesekretariatan yang handal guna menjamin keterukuran dan ketepatan pola perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, dan evaluasi program kerukunan umat beragama yang lebih responsif pada dinamika tatanan sosial baru. Misalkan, fungsional pranata komputer dan/atau statistisi diperlukan untuk memperkuat basis data guna penyajian sumber kebijakan yang berkualitas. Selain itu, web development pun perlu menjadi perhatian agar lembaga KUB dapat mengimbangi berbagai varian radikalisme agama yang acap tersebar di dunia maya.
Kedua, penguatan unit kerjasama internal lembaga agama dan eksternal. Garis tebalnya adalah bahwa kerukunan umat beragama adalah kebutuhan dan kewajiban seluruh warga bangsa, terutama instansi pemerintah maupun masyarakat. Oleh karena itu, pola kerjasama antar dan intra lembaga menjadi backbone dari ketercapaian ultimate goals kerukunan umat beragama. Ingat, Kementerian Agama hanyalah sebatas leading sector dari program KUB yang mana program tersebut terdistribusi dalam berbagai bentuk dan pendekatan di berbagai instansi pemerintah lainnya.
Ketiga, percepatan pembentukan jabatan fungsional pemandu kerukunan umat beragama yang potensial membuka babak baru penyiapan dan penyelenggaraan berbagai kebijakan dan program KUB lebih tepat guna. Kembali ke posisi Kemenag sebagai leading sector, nampaknya perlu dipertimbangkan untuk memilih status fungsional terbuka bagi JF Pemandu Kerukunan Beragama agar kemudian terbuka ruang bagi instansi pemerintah pusat dan daerah bahkan TNI/Polri untuk ikut memiliki JF Pemandu Kerukunan Beragama pada instansinya.
Keempat, pemapanan jejaring internasional dalam upaya warga dunia menjadi kedamaian dalam perspektif kerukunan umat beragama. Sudah menjadi world concern bahwa kerukunan umat beragama berkarakterkan multidimensional effect sehingga perlu gerakan lintas negara untuk bersama-sama membangun global awarness terkait dengan tantangan baru kerukunan umat beragama di era dunia tanpa batas seperti saat ini.
Terakhir, apakah PKUB saat ini dapat memenuhi berbagai ekspektasi besar terhadap kerukunan umat beragama di Indonesia yang acapkali menjadi rujukan bangsa lain? Jawabannya, let's do it. Kita dalam kapasitas masing-masing perlu mendorong PKUB dan FKUB sebagai lembaga serta KUB sebagai program, kebijakan, dan cita-cita bersama agar benar-benar dapat mendendangkan senandung indah kerukunan umat beragama yang ritme dan notasinya kini tengah mengalami perubahan sedemikian cepat.
Tabik,
WHS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar