Sudah biasa dalam keseharian, kita dihadapkan dengan pilihan-pilihan keputusan. Terutama bagi anda yang dipercaya untuk menjadi pemimpin bagi sekelompok orang, pilihan keputusan adalah makanan harian. Pun demikian dengan respons atas setiap keputusan juga sudah mafhum tidak akan pernah memuaskan bagi semua pihak. Ada saja pihak tertentu yang merasa dirugikan.
Pemimpin harus adil dalam makna berani memilih satu keputusan dari berbagai aspirasi yang diterimanya dengan argumen profesional, demikian pula yang dipimpin menuntut keadilan yang maknanya agar aspirasi mereka dipenuhi. Dua kutub yang bisa saja beriringan dan berseberangan, tetapi alasan yang digunakan selalu sama, yaitu keadilan.
Catatan lain:
- Proporsionalisasi "Selesai dengan Dirinya"
- Loyalitas Berjenjang
- Kuncen Kerja
- Senior Junior
- Memahami Pengalaman
Makna dasar adil tidak pernah berubah, tetap maknanya adalah melakukan sesuatu sesuai pada porsinya. Tetapi ketika konteks berbeda, maka keadilan pun terimplementasi seolah berbeda, padahal sesungguhnya sama.
Misalkan, atasan anda hendak keluar kantor, supirnya tidak ada, lalu beliau meminta anda untuk menugaskan staf menjadi supir pengganti sementara. Jangan staf yang bertugas menyusun konsep yang anda perintah untuk tugas standar seperti itu, cukup cari staf yang dapat menjadi supir dengan baik, titik. Ini adil.
Konteks lainnya. Anda diundang mengikuti sebuah kegiatan, lalu panitia sampaikan bahwa mereka membutuhkan tambahan peserta yang tugasnya hanya menghadiri dan mengikuti kegiatan saja, tanpa beban konseptual apapun. Dalam kondisi seperti ini, tidak perlu menggunakan kesesuaian kompetensi staf dengan kegiatan, karena ini hanya soal distribusi kesejahteraan. Jadi, standar yang digunakan hanyalah siapa yang sudah sering dan siapa yang masih jarang ditugaskan. Ini adil.
Contoh lain di konteks berbeda, misalnya anda diminta untuk mengutus pegawai yang memahami teori dan praktek pendidikan tapi fluent berbahasa inggris. Lama sekali anda putuskan karena kesulitan mencari profil pegawai seperti itu padahal ada pegawai yang persis dengan kriteria itu tetapi dia saudara anda. Anda pilih pegawai yang lain karena takut dituduh nepotisme. Ini jelas tidak adil.
Konteks yang sedikit lebih rumit terjadi ketika anda merupakan salah satu ajudan dari sekian ajudan pimpinan yang ada. Lalu anda diajukan oleh atasan anda untuk kembali mendampingi pimpinan tugas ke daerah padahal anda baru saja kembali dari tugas yang sama yang ketiga kalinya dan ajudan lainnya baru masing-masing dua kali. Anda putuskan untuk tetap berangkat dengan alasan mematuhi perintah atasan. Ini pun tidak adil.
Keadilan tidak menunjuk kepada siapa karena keadilan berlaku sama pada semuanya sesuai dengan porsinya. Kita harus tetap bersikap adil pada orang lain, termasuk pada orang terdekat dari kita bahkan kita pun harus bersikap adil pada diri sendiri.
Tabik, WHS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar