Selasa, 13 Februari 2018

Loyalitas Berjenjang

Saat masa-masa awal saya bekerja, saya dipanggil oleh seorang pejabat. Tidak disebutkan apa yang akan dibicarakan, tidak dapat diterka arahnya kemana. Pegawai baru yang dipanggil pejabat tinggi hanya manut saja. Loyalitas, itu tema utama dari beliau. Tidak ada instruksi apalagi indoktrinasi. 

Badan agak sedikit membungkuk, jari tengah perlahan digerakan mengetuk pintu. "Assalamu'alaikum, pak" Kalimat pertama saya ucapkan ketika memasuki ruangan yang bertuliskan nama jabatan tinggi yang memangil saya pagi itu.

"Silahkan mas, duduk dulu. Saya sampaikan ke bapak dulu". Oups, ternyata pintu yang sudah saya hormati itu cuma pintu ruangan penerima tamu yang isinya seorang ajudan. Hufh! saya mulai nyadar, pejabat pasti punya ajudan yang akan ditemui di area door stop. Bukan sekali buka pintu langsung ketemu. Oke lah.

Singkat cerita, saya sudah masuk ke ruangan beliau dan duduk persis berhadap-hadapan. "Pertama, saya senang kamu bergabung disini tanpa perlu merepotkan saya." Beliau membuka pembicaraan. 

"Soal dimana kamu akan ditempatkan, tidak usah kamu khawatirkan dan saya pun tidak akan mengkhawatirkan kamu. Tahu kenapa? Karena basic pengalaman keorganisasian kamu sudah menjadi jaminan, kamu bisa bekerja." 

Setelah informasi pertama beliau sampaikan mengenai "cara" saya bergabung yang tidak merepotkan beliau, informasi kedua beliau meminta kesiapan saya untuk ditugaskan dimanapun. Menariknya, beliau menyebutkan bahwa dimanapun dan apapun tugasnya akan mudah dihadapi karena basic pengalaman keorganisasian. Inilah yang sesungguhnya kita telah mengenalnya dengan konsep kompetensi manajerial; kemampuan yang dibutuhkan untuk mengelola (managing) sebuah tugas.

[baca juga: NKRI dan Ideologi Negara bagi ASN].
"Ingat, kamu bekerja harus punya loyalitas. Bukan tunduk patuh atau menyerah pasrah, bukan. Loyalitas adalah sikap yang harus tetap ada dalam keadaan apapun". 

Mulai, beliau membukan tema utamanya. "Karena keadaan itu berubah, maka loyalitas pun berjenjang". Bukan berarti loyalitas itu tak berpijak, tetapi ada kondisi dimana loyalitas harus beralih-rupa. Selanjutnya, beliau mengurai jenjang loyalitas dimaksud.

Pertama, loyalitas pada ide.

Ide adalah hasil dari olahpikir yang kita lakukan dan setelah memasuki area keyakinan lalu diperjuangkan untuk diwujudkan. 

Ide adalah saya. Tanpa ide, tidak ada saya. Saya hanya ada karena ada idenya. Demikian ide dipahami dan diletakan sebagai wujud eksistensi tentang "saya". 

Pada konteks itu, loyalitas ide adalah yang pertama dan utama. Sisanya hanya pendukung yang mewadahi berjalannya ide. Organisasi dan jabatan adalah arena tempat diartikulasikannya ide. Pada ide, kita harus loyal.

[baca juga: memulai-meski-tidak-sempurna]

Kedua, loyalitas pada jabatan

Jabatan adalah sebuah posisi yang menyuratkan tugas dan kewenangan didalamnya. Yang paling penting, jabatan adalah kepercayaan yang dipercayakan kepada kita. Loyalitas kita pada jabatan berwujud menjadi pelaksanaan tugas dan fungsi jabatan itu berikut batasan kewenangannya. 

Loyalitas jabatan bukan menguasai jabatan menjadi hak milik, tapi pembuktian bahwa jabatan itu menjadi bersinar saat anda disana. Loyalitas jabatan bukan berefek menjadi perebutan jabatan, tapi justru berfokus pada jabatan saat ini agar implementasi tugas dan fungsinya melebihi standar yang diharapkan.

[baca juga: diberhentikan-dari-jabatan]

Ketiga, loyalitas pada organisasi

Dalam lingkup yang lebih luas dari jabatan ada organisasi. Loyalitas pada organisasi bermakna menjaga kredibilitas organisasi di mata publik. Hal ini tidak berarti membabi-buta, "right or wrong it's my organisation", bukan. 

Kredibilitas organisasi dijaga dengan cara memperbaiki kekurangan organisasi dan mempublikasikan keberhasilan organisasi. Memperbaiki bukan menutupi, tapi menyelesaikan permasalahan di dalam organisasi. Mempublikasikan bukan berarti pencitraan tanpa kenyataan, karena the real of opinion building adalah melalui kinerja tinggi (high performance), bukan dengan buzzer di media sosial atau reklame mengepung area publik. 

Keempat, loyalitas pada pribadi

Pada bagian ini, kami harus menyampaikan bahwa loyalitas pertama, kedua, dan ketiga adalah penjenjangan. 

Ketika ide tidak lagi diharapkan, loyalitas pun berpindah pada jabatan. Saat jabatan tidak lagi berdaya, loyalitas pun beranjak pada organisasi. Saat organisasi pun sulit dijaga kredibilitasnya, maka tidak boleh kita mengelak dari jenjang terakhir loyalitas, yaitu pada diri sendiri atau pribadi.

Loyalitas pada pribadi akan mengembalikan kita pada jenjang pertama loyalitas. Loyalitas pribadi akan menjadi energi besar untuk menempatkan kembali kita pada posisi agar tetap berjuang keras untuk memperjuangkan ide, mengoptimalkan jabatan, menjaga marwah organisasi.

Pesan yang kami terima sejak 15 tahun yang lalu ini, rasanya kini masih relevan untuk direnungkan kembali.

Tabik,
WHS

Gaya Melampaui Fakta

Perlu dinyatakan terlebih dahulu bahwa catatan ini bukan tentang dogma agama tentang takdir yang sepenuhnya hak Tuhan Yang Maha Kuasa. Ini a...