Dalam ajaran Agama Islam dijelaskan bahwa ada enam hal yang harus diyakini sehingga disebut beriman, lazimnya disebut rukun iman. Urut keenam dalam rukun iman itu menyebutkan kewajiban meyakini ketetapan-Nya (Qadha dan Qadr). Dijelaskan bahwa kita wajib mengimani ketetapan-Nya itu, entah ketetapan-Nya yang baik maupun yang buruk. Kita harus yakin bahwa itu semua ditetapkan oleh Nya.
Tentu saja manusiawi dan lumrah jika seseorang dapat menerima saat ia mengalami hal baik. Tidak sulit baginya untuk mengumbar terimakasih dan menyatakan bahwa anugerah itu adalah ketetapan dari Nya. Tapi apakah keadaan yang sama dapat juga terjadi saat seseorang itu mengalami hal buruk?
Ketetapan-Nya disebutkan ada yang baik ada juga yang buruk. Jika Sang Maha Pengasih menetapkan hal baik, mudah kita menghubungkannya dengan kuasa-Nya. Tapi bagaiman kita memahami saat hal buruk terjadi. Apakah juga kita salahkan Tuhan dan menganggap keburukan itu dikarenakan oleh-Nya?
Disinilah rekonstruksi pemahaman harus dimulai. Baik dan buruk kaitan dengan ketetapan-Nya adalah baik dan buruk dalam kacamata kita; pendapat manusia. Pada sisi-Nya, semua hal adalah baik. Demikianlah etika aqidah yang harus ditanamkan.
Dalam pandangan umum, apakah ada yang menilai masuknya seseorang ke dalam penjara itu adalah takdir baik? Sepertinya common sense berpendapat; masuk penjara sama dengan keburukan. Lalu bagaimana menjelaskan peristiwa Nabi Yusuf AS yang dipenjara karena fitnah Zulaikha? Apakah peristiwa dipenjaranya al-Habib Muhsin bin Abdullah (Habib Empang Bogor) menjatuhkan kemuliaannya? Takdir dianggap buruk itu dalam perspektif kemanusiaan kita.
Bagaimana dengan orang yang memang pelaku kejahatan sehingga dipenjara, apakah itu masih termasuk takdir buruk yang sesungguhnya baik? Coba urai dengan perlahan. Apakah tertutup kemungkinan seseorang menemukan cahaya Nya saat berada di kurungan penjara?
Tuhan itu Sang Maha Kuasa, berikanlah posisi itu sepenuhnya kepada Nya. Kita yakini bahwa seburuk apapun takdir, tetap ada peluang besar dan luas menjadi sebab datangnya takdir yang teramat mewah nan indah.
Dalam posisi yang sebaliknya, ketika kita lihat ada seseorang yang bergelimang kebahagiaan duniawi, lekatkanlah ingatan kepadanya untuk tidak melupakan Nya. Karena takdir baik itu bisa jadi adalah pangkal dari dimulainya takdir buruk untuk mengujinya.
Baik dan buruk sekali lagi saat diarahkan kepada-Nya akan sangat selalu berbuah keinsyafan tentang kehadiran-Nya dimanapun, kapanpun, dan bagaimanapun.
Upayakan dalam kondisi yang menurut kita baik atau buruk, iman kepada ketetapan Nya tidaklah berkurang.
Tabik,
WHS
Samarinda