Rabu, 10 Maret 2021

Meneruskan WFH Menjadi FWA

Pandemi covid19 telah membuat pemerintah memberlakukan berbagai kebijakan yang belum pernah diberlakukan sebelumnya. Salah satu kebijakan yang paling mencolok du dunia Aparat Sipil Negara (ASN) adalah Work from Home (WFH). Seorang ASN tidak lagi harus selalu hadir secara fisik di tempat kerja dengan bukti presensi yang cukup melalui klik pada aplikasi daring, disaat mulai dan berakhir jam kerja pada setiap hari kerja

Secara konseptual, kebijakan WFH ini telah mereduksi pembatasan ruang yang selama ini dijadikan standar disiplin melalui platform presensi fisik di ruang kerja. Akan tetapi WFH masih patuh pada batasan waktu karena mekanisme presensi online yang diberlakukan masih pada rentang waktu jam kerja sebagaimana diatur sebelumnya.

Dengan asumsi bahwa WFH hanya sekedar memindahkan tempat kerja tetapi masih mengunci ketat jam kerja, tidak sulit untuk menerima pendapat yang meragukan efektivitas bahkan validitas hasil WFH.

Alih-alih menjadi ruang kompromi antara produktivitas kerja dengan protokol kesehatan masa pandemi, WFH menjadikan disiplin PNS bahan guyonan melalui pola presensi daring dan solusi temporer pada dunia kerja di era pandemi.

Bayangkan seorang pegawai di rumahnya harus standby di depan laptop dan/atau keep contact dengan rekan kerjanya via daring pada rentang waktu dimana aktivitas di rumah pun sedang ‘produktif’. Hemat penulis, kondisi ini menggambarkan betapa WFH telah mengadu domba individu dalam dua peran berbeda; ASN di kantor versus peran lainnya saat di rumah.

Sampai titik ini, sudah cukup rasanya para ASN ‘berlatih’ dengan WFH pun demikian sudah terlalu besar belanja modal pegawai dikeluarkan negara untuk membayar gaji pegawai saat mereka sedang ber-WFH ria. Kini sudah saatnya pemerintah menyegerakan penerapan konsep yang lebih progresif, yaitu Flexible Working Arrangement (FWA). Sebuah konsep berkinerja dengan komitmen batasan ruang dan waktu kerja yang disepakati secara terbuka dan berbasiskan capaian output nyata.

FWA mengasumsikan kemandirian setiap pegawai untuk memilih ruang dan waktu kerja yang paling nyaman buat dirinya dengan satu platform utama yaitu output terwujud dan kinerja tercapai. Lebih dari itu, FWA pun menjadi jalan terbaik bagi dunia birokrasi untuk merespons secara positif era revolusi industri 4.0 yang ditandai dengan pola kerja computasi digital berbasis teknologi jaringan (network).

Sesungguhnya konsep FWA bukan hal baru di dunia kerja. Berbagai naskah kerja penelitian di berbagai belahan dunia telah mengkaji serius tentang pentingnya penerapan FWA di dunia kerja untuk menjaga keseimbangan pola hidup (worklife balance), merespons trend digital di era disrupsi, optimalisasi kinerja berbasis hasil, dan mempertahankan daya saing organisasi.

Dengan penerapan FWA, diharapkan pola kerja birokrasi lebih mengedepankan kinerja dibandingkan formalitas disiplin yang sekedar pemenuhan waktu kerja (working time) dan kehadiran di tempat kerja (working space) yang bertolak belakang dengan era disrupsi yang sudah mereduksi batasan ruang dan mempersempit rentang waktu.

Bonus demografi Indonesia yang diprediksi oleh Bappenas akan terjadi pada satu dasawarsa ke depan (2030-2040) hanya akan menjadi ledakan masalah besar di dunia kerja termasuk sektor pemerintahan, jika sumbu masalah di bidang pendidikan dan ketenagakerjaan tidak dituntaskan segera.

Namun jangan pula dikesampingkan bahwa ketika bidang pendidikan dan ketenagakerjaan berjalan dengan baik sekalipun, belum tentu bonus demografi itu dapat diraih manfaatnya jika dunia kerja masih tidak beradaptasi pada pola piker SDM dan sistem kerja global yang sudah tidak lagi terpaku pada working space and time. Kembali posisi FWA hadir menjadi karpet merah bagi SDM unggul di masa bonus demografi.

Kembali ke konteks hari ini. Sesungguhnya kajian pemerintah pada kemungkinan penerapan FWA dalam mekanisme kerja birokrasi telah dimulai lama. Setidaknya mulai tahun 2019 Kementerian PANRB bekerja sama dengan Australia-Indonesia Partnership for Economic and Development telah menggelar Dialog Strategis Optimalisasi Kinerja ASN yang topik utamanya adalah tentang peluang penerapan FWA pada sektor publik pemerintahan. Berbagai rekomendasi dan catatan telah dihasilkan dalam forum tersebut.

Selain itu, pada 28 November 2019 saat Ekspos Hasil Kajian dari Lembaga Administrasi Negara (LAN) bertema “Membangun Organisasi Pemerintah yang Responsif dan Berorientasi Pelayanan”, Eko Prasojo menegaskan bahwa indikator kinerja di Indonesia perlu dibenahi seiring tuntutan kemajuan teknologi menuju ruang kerja masa depan yang fleksibel. Robotic agent yang dibawa serta oleh revolusi industri memaksa birokrasi memasuk flexible working space and time.

Dengan demikian, mendesak untuk segera memberikan porsi perhatian lebih dari instansi pemerintah pada peluang penerapan FWA secara menyeluruh tidak hanya sekedar menjadikan beberapa Kementerian/Lembaga sebagai pilot project semata karena dewasa ini imbas dari pandemi sudah sedemikian massif dan mengancam kinerja mesin pemerintah.

Sudah lebih dari satu tahun pandemi covid19 mendera Indonesia. Seluruh sektor dipaksa menyesuaikan diri pada protokol kesehatan yang tidak hanya diharuskan tetapi sudah disadari sebagai hak masing-masing individu untuk menjaga dirinya agar tidak terpapar covid19. Work from Home pun diberlakukan sebagai mekanisme kerja di era pandemi. Berbagai rapat digelar secara daring, ASN berada di rumah masing-masing untuk melaksanakan tugas jabatannya, bukti presensi pun dieksekusi melalui aplikasi yang diakses secara daring. WFH sudah menjadi bagian dari budaya kerja birokrasi.

Hanya membutuhkan sedikit sentuhan pada manajemen kinerja, kejelasan output yang dituntut, keterukuran kinerja yang ditargetkan, dan kelancaran pola komunikasi antar hierarki organisasi. Selain itu, tentu manajemen organisasi pun memerlukan perombakan besar peta proses bisnis dan SOP yang kemudian dimapankan dengan komitmen kerja yang terbuka antara atasan dan bawahan dalam kendali realtime dashboard guna memantau perkembangan pelaksanaan FWA agar tidak semena-mena diimplementasikan.

Inilah saatnya, birokrasi berbenah. Menyadari diri sedang memasuki era revolusi industri 4.0 bahkan 5.0, budaya kerja birokrasi tidak bisa mengunci diri dalam kungkungan normativitas pemahaman dan pelaksanaan dari disiplin PNS yang membatasi ruang dan waktu kerja pada limitasi yang sudah diruntuhkan oleh dunia komputasi digital era disrupsi.

Ini saatnya meneruskan WFH menjadi FWA pada instansi pemerintah yang tidak sekedar solusi temporer pada protokol kesehatan era pandemi covid19 tapi berorientasi masa depan dan menaikan kelas disiplin PNS menjadi komitmen pada kinerja berbasis hasil nyata.

Tabik, WHS

Dimuat pada Harian Sindo, Senin, 8 Maret 2021 [link: Sindonews]

Tidak ada komentar:

Gaya Melampaui Fakta

Perlu dinyatakan terlebih dahulu bahwa catatan ini bukan tentang dogma agama tentang takdir yang sepenuhnya hak Tuhan Yang Maha Kuasa. Ini a...