Senin, 31 Mei 2021

Membuktikan Kemenag sebagai "Super Ministry"

Dalam waktu relatif satu buln ke depan, Kementerian Agama harus menuntaskan tahapan penyederhanaan birokrasi dalam bentuk penyetaraan jabatan administrasi ke dalam jabatan fungsional. Juni 2021 ini akan menjadi tonggak penting dalam sejarah penataan organisasi Kemenag karena saat itulah perspektif dari policy makers tentang makna terlugas dari relasi agama dan negara akan terejawantahkan. Postur keorganisasi Kemenag akan menjadi gambar terbuka tentang bagaimana negara mengambil peran dalam kehidupan keagamaan di negri yang berkomitmen Bhinneka Tunggal Ika. Lalu apakah post new public management merupakan pilihan metode yang memungkinkan bagi Kemenag untuk Menyusun rancang-bangun organisasinya?

Postur Keorganisasian Kemenag

Kementerian Agama adalah kementerian yang cakupan tugas fungsinya tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang kemudian dikategorikan sebagai Kementerian Kelompok II (Pasal 4 ayat 2 dan Pasal 5 ayat 2 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 dan Pasal 1 angka 9 dan Pasal 2 ayat 3 Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2019). Secara khusus, urusan Agama yang menjadi core business bagi Kemenag urusan absolut pemerintah yang dikelola langsung oleh Pemerintah Pusat (Pasal 9 ayat 2 dan Pasal 10 ayat 1 huruf f UU Nomor 23 Tahun 2014).

Dalam konteks dua ketentuan umum tersebut, dibangun postur keorganisasian Kemenag yang terdiri dari unsur pemimpin, pembantu pemimpin, pelaksana, pengawas, dan pendukung. Kesemua unsur tersebut berkedudukan di kantor pusat dan berbentuk unit eselon I JPT Madya yang kemudian dilengkapi dengan instansi vertical di tingkat provinsi dan kabupaten/kota serta unit pelaksana teknis (UPT) yang berkedudukan di berbagai lokasi berdasarkan analisis kebutuhan organisasi.

Walhasil, jadilah postur keorganisasian Kemenag yang secara kuantitatif terhitung besar meskipun sesungguhnya masih dipandang kurang memadai jika diperhadapkan dengan kualitas beban yang dimandatkan oleh regulasi terkait dengan urusan agama yang memang terlahir bersifat universal, multi dimensi, dan pilar penting dalam tegaknya NKRI beserta asas Pancasila dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.  

Secara umum, peta keorganisasian Kemenag adalah sebagai berikut:


Pola Dasar Mekanisme Kerja Kemenag

Kementerian Agama dikelola dengan pola dasar sentralisasi manajemen. Keseluruhan komponen keorganisasiannya dikendalikan secara terpusat. Perencanaan program, distribusi dan alokasi anggaran, manajemen organisasi dan SDM, penataan regulasi, dan berbagai hal lainnya didominasi oleh kewenangan yang terpusat.

Sentralisasi manajemen pada Kemenag ini tidak termasuk kategori pilihan yang dapat diubah dengan hanya sekedar mengandalkan metode konvensional dalam manajemen organisasi. Kemenag dikelola secara terpusat merupakan pemenuhan mandat regulasi dan kebijakan serta konsekuensi logis dari urusan agama yang sudah diatur sebagai urusan pemerintah yang absolut dan juga berdasarkan interdisciplinary studies seputar relasi agama dan negara.

Selain sentralisasi, pola dasar mekanisme kerja Kemenag adalah pelayanan per-individu. Agama tidak dapat dikelola hanya dengan menggunakan logika cluster atau komunal, karena substansi agama bukan soal komunitas, golongan, madzhab, sekte, aliran, dan lain-lain. Agama adalah keyakinan individu. Oleh karena itu, Kemenag tidak bertugas mengelola pola kehidupan keagamaan pada setiap komunitas agama, tetapi pada setiap individu pemeluk agama.

Logika pengelolaan individual ini mengarah pada pola dasar yang penting dalam manajemen agama yaitu keniscayaan kehadiran Kemenag pada seluruh lokus geografis NKRI karena yang dijamin oleh negara adalah kebebasan beragama setiap warganya. Pada konteks yang lebih spesifik, layanan keagamaan hanya dapat disajikan oleh pelayan dari agama yang sama dengan yang dilayani. Sampai pada titik ini, terpahami bahwa Kemenag diperkuat oleh daya jangkau organisasi yang terbesar dan sekaligus tersebar.

Post-New Public Management

Gagasan generasi kedua New Public Management (NPM) yang dikenal sebagai post-NPM menekankan pada perubahan yang tidak lagi menganut desentralisasi dan spesialisasi. Post NPM mendorong pembenahan dilakukan dengan menekankan upaya resentralisasi, memperbaiki jalur koordinasi, dan manajemen atas nilai-nilai publik.

Jika kemudian gagasan post-NPM ini dikonsentrasikan pada pemahaman tentang penggabungan beberapa perangkat negara dalam satu system manajemen besar, maka tidak keliru jika dipahami bahwa post NPM ikut berkontribusi pada lahirnya fenomena "super-ministry", yaitu sebuah reformasi penggabungan satu atau lebih perangkat negara menjadi suatu system manajemen tunggal, atau juga dalam istilah lain disebut Super Department Reform (SDR) yaitu campuran dari pendekatan NPM dan "whole-of-government" yang memperkenalkan solusi paket untuk efisiensi administratif dan konflik antar perangkat negara, dan hampir semua komponennya berpotensi mengubah sistem manajemen pemerintah dan meningkatkan Public Service Performance (PSP).

Gagasan bentuk organisasi post-NPM, "super-ministry" menekankan pada jejaring lembaga yang dapat berkoordinasi dan berkolaborasi dibawahi oleh satu kementerian yang memiliki otoritas besar. Sehingga, dalam mengatasi suatu masalah publik dapat memberikan multi perspektif secara komprehensif, serta meningkatkan efisiensi dan biaya administratif.

Kemenag dan Post-NPM

Dengan memahami sekilas tentang Post NPM serta melihat kembali postur keorganisasian dan mekanisme kerja Kemenag, rasanya tidak berlebihan jika Kemenag sesungguhnya sudah menjelma menjadi super ministry sejak ia didirikan.

Jika diasumsikan secara formal bahwa Post NPM mendorong trend resentralisasi dengan mengandalkan perbaikan jalur koordinasi, maka Kemenag sejak awal sudah disetup dalam bentuk sentralistik. Instansi vertical yang tersebar di 34 provinsi dan 514 kabupaten/kota dikelola dengan mengandalkan decision making pada tingkat pusat. 

Demikian pula halnya dengan unit pelaksana teknis yang jumlahnya secara kuantitas hampir mendekati angka 10 ribuan unit kerja, arah kendalinya tetap berada pada kantor pusat. Kemenag dikelola dengan sentralistik pada sisi manajemen dan juga tetap sentralistik pada sisi kebijakan. Jadi arahnya kemana ditentukan oleh pusat dan bagaimana menuju kea rah itu pun diputuskan oleh pusat.

Karakter sentralistik Kemenag, sekali lagi, tidak didominasi oleh kepentingan manajemen, tetapi yang menjadi undoubtable argument adalah karakter agama yang multitafsir dan berada pada dimensi keyakinan individual, maka negara berkepentingan untuk menjamin keberlangsungan pola keberagamaan yang compatible dengan komitmen luhur kebangsaan kita, yaitu Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.

Jaminan dimaksud tidak dapat ditunaikan dengan utuh jika manajemen apalagi kebijakan tentang agama didesentralisasikan. Terlalu mahal ongkos sejarah, politik, dan social yang sudah dibayar oleh bangsa ini untuk menjaga ritme harmoni dalam perjalanan panjang membangun dan merawat relasi agama dan negara.

Beban berat Kemenag inilah yang kemudian telah menjadikan Kemenag super ministry sejak ia dilahirkan. Coba diperhatikan Kembali logika dasar dari agama yang multi dimensi. Tidak ada satu hal pun dalam kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan kita yang tidak ditemukan narasinya pada sumber-sumber agama. Demikianlah agama yang dipahami sebagai pedoman hidup telah menjadikannya sebagai multivariate variables yang terhubung ke seluruh dimensi.

Catatan tebalnya kemudian adalah bahwa super ministry-nya Kemenag sangat tergantung pada pemahaman utuh policy makers tentang relasi agama dan negara yang kemudian berimbas pada bagaimana mengoptimalisir spektrum multidimensi agama pada konteks sentralisasi manajemen dan individual services yang menjadi warna penanda kehadiran Kemenag.

Kemenag sebagai Super Ministry

Belum selesai kajian ini jika kita terhenti hanya sebatas bahwa Kemenag itu dilahirkan sudah sebagai super ministry, tapi tanpa uraian ringkas tentang bagaimana membuktikan ke-super ministry-an Kemenag. Saat ini, cukup dua key performance indicator untuk menjadi approval bahwa The Real Kemenag is a super ministry.

Pertama, multi-dimensional program. Kemenag harus membuktikan dirinya sebagai perangkat negara yang dapat hadir atau dihadirkan dalam keseluruhan dimensi kebangsaan. Tema agama pasti akan ditemukan dalam kebijakan tentang ideologi negara, politik, ekonomi, social, budaya, pertahanan dan keamanan. Agama pun akan menjadi factor penting dalam rumusan dan implementasi kebijakan pendidikan, ketahanan keluarga, kesehatan masyarakat, hubungan luar negeri, industry, perdagangan, pertanian, dan pelbagai hal lainnya. Agama juga akan menjadi tema penting saat negara berkepentingan untuk mengkaji seputar akar masalah paham terorisme-radikalisme, pengentasan kemiskinan, kriminalitas, dan berbagai isu penting lainnya.

Jika hendak membuktikan dirinya sebagai super ministry, Kemenag tidak perlu menata ulang organisasinya, tapi cukup mengoptimalkan kinerja mesin organisasi yang ada dan memastikan kapasitas SDM yang tersedia agar melek dan mumpuni untuk memahami gambar besar multi-dimensional program agama ini.

Kedua, penajaman dan penguatan sentralisasi kebijakan dan manajemen. Sentralisasi yang merupakan mantra dari Kementerian Agama yang memang hadir sejak awal terbawa oleh lahirnya kementerian ini. Jika tidak cermat menanganinya, sentralisasi kebijakan dan manajemen agama ini akan menjadi kartu mati bagi ribuan unit kerja di pusat dan daerah. Kemenag perlu merumuskan mekanisme kerja yang komprehensif dan terintegrasi sehingga alur setiap peta proses bisnis terlihat jelas kapan sebuah layanan mulai disajikan dan dinyatakan selesai.

Upaya komprehensi dan integrasi mekanisme kerja Kemenag dalam konteksnya yang sentralistik di tengah unit kerja yang terbesar dan tersebar, Kemenag membutuhkan piranti teknologi informasi yang tangguh untuk menyajikan platform kebijakan dan pola manajemen sentralistiknya dalam format yang terencana, sistematis, dan terukur, sehingga pelambatan layanan yang menjadi asumsi dasar dari setiap mode sentralisasi pada organisasi besar akan terhindarkan.

Tabik, 

WHS

Tidak ada komentar:

Gaya Melampaui Fakta

Perlu dinyatakan terlebih dahulu bahwa catatan ini bukan tentang dogma agama tentang takdir yang sepenuhnya hak Tuhan Yang Maha Kuasa. Ini a...