Pelajari dengan seksama dan tekun, renungkanlah secara mendalam, dan yakinilah apa yang diyakini benar. Setelah itu, kerjakanlah atau bekerjalah sesuai dengan apa yang dipelajari, direnungkan, dan diyakini itu. Demikianlah yang harus kita lakukan dalam kehidupan ini. Sisanya, berpasrah diri kepada-Nya.
Sahabatku yang baik, beribadah kepada Nya adalah kewajiban umat beragama. Kewajiban tunduk dan patuh pada perintah Nya yang sesungguhnya berkorelasi langsung pada dirinya sendiri.
Jangan berhenti untuk belajar ilmu agama agar kualitas penghayatan akan ibadah semakin meningkat. Tidak juga logika belajar itu digunakan sebagai argumen untuk menunda pengamalannya.
Ibadah tetap wajib dilaksanakan sebatas yang kita ketahui. Sebaliknya, jangan menghabiskan waktu memperdebatkan informasi/ilmu yang kita ketahui tentang praktek teknis dari ibadah sambil melalaikan pelaksanaan informasi/ilmu yang sudah kita ketahui.
[telusuri artikel lainnya: Jujur pada Inti Target]
Sibukkanlah diri ini untuk mengamalkan ibadah berdasarkan dalil-dalil yang sudah kita ketahui bahkan kesibukan mengamalkan itu pun berlaku untuk praktek ibadah yang belum kita ketahui detail dalilnya sekalipun. Hal itu jauh lebih baik dibandingkan dengan ribut memperpanjang perdebatan tentang dalil-dalil tentang praktek ibadah yang ternyata belum kita laksanakan.
Belajar menjadi penghubung yang antara praktek ibadah dan dalilnya. Sampai kemudian pada saatnya nanti, kita akan berada pada level yang tidak ada lagi keterbatasan dalil maupun problem teknis praktek ibadah. Yaitu level yang hanya menghadirkan ikhlas dalam ibadah kita. Saat itulah kita berada pada moment yang seharusnya yaitu saat hanya ada DIA.
Sahabatku yang bahagia, bekerjalah untuk duniamu dengan berbagai aktivitas yang tersedia sedemikian luas. Selain kewajiban mencari penghidupan untuk memenuhi kebutuhan duniawi, bekerja pun adalah hak untuk mengaktualisasikan diri sesuai kompetensinya.
Kesesuaian pekerjaan kita dengan kompetensi menjadi mutlak karena tanpa kompetensi pekerjaan apapun akan dikerjakan dengan duga-menduga dan potesial keliru, plus hati kita tidak sepenuhnya terlibat dalam pekerjaan itu. Hasilnya, produk yang dihasilkan menjadi kering tanpa makna bahkan useless.
[telusuri artikel lainnya: Tiga Inti Tugas Atasan Terbawah]
Jika dunia ternyata menggiring kita pada aktivitas yang bukan kompetensi kita, bagaimana? apakah ini alasan bagus untuk bekerja seenaknya atau menyerah tanpa syarat? Tidak begitu, sahabatku. Segera akselerasi kemampuan belajar kita agar seiring waktu berjalan setiap harinya kita semakin mendekati kompetensi yang dibutuhkan oleh pekerjaan itu.
Kompetensi tidak given, bukan bakat, bukan bawaan lahir. Kompetensi dapat dipelajari kemudian dilatih dari sebelumnya incompetent becoming competent. Meskipun prosesnya panjang dan rumit seperti kompetensi perilaku ataupun prosesnya singkat dan sederhana sebagaimana kompetensi fungsional atau teknis.
Saat kompetensi sudah dikuasai, kehadiran hati memicu minat dalam bekerja, maka lakukanlah tugas yang dipercayakan itu dengan penuh tanggungjawab. Andaikan ada suara sumbang tentang apa yang kita kerjakan, maka tetaplah bekerja karena waktu kita tak cukup untuk dihabiskan dengan klarifikasi kesana-sini.
Saat semua sudah dikerahkan, rebahkanlah jiwa pada kedamaian dengan membiarkan diri hanya bersama NYA, yaitu saat yag ada hanya anda dan DIA.
Tabik,WHS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar