Prinsip "jujur pada inti target" mungkin dianggap remeh oleh kebanyakan kita selama ini, padahal ternyata di tahap eksekusi lapangan inti target-lah yang akan menjadi warna dominan dibandingkan hal lainnya. Masih saja kita bersandiwara dengan target-target kamoflase yang cuma sekedar gagah-gagahan supaya terlihat agak visioner, profesional, dan sungguhan. Padahal di belakang layar, kita sibuk mempertanyakan ketercapaian inti target yang sekali lagi tidak tertulis dan tidak terbaca, tapi terasa dan terhitung.
Apapun yang anda kerjakan, jujur dulu apa inti targetnya. Selain itu, kesampingkan dan perlakukan sebagai ornamen yang kalau hal itu ada, ternyata tidak mempengaruhi; dan kalau tidak ada sekalipun, juga tidak mengganggu.
Kalau dengan bahasa bergaya konseptual seperti dari alinea pembuka tulisan ini anda masih pura-pura tidak mengerti, sekarang kita praktek bagaimana contoh jujur pada inti target. Misalkan, sebuah instansi plat merah yang berkantor di ibukota hendak menggelar rapat koordinasi pembahasan program dan anggaran, lalu memilih lokasi acara di salah satu hotel di kawasan wisata malioboro Yogyakarta.
Coba perhatikan, mengapa harus di yogya dan mengapa pula di tengah hiruk pikuk malioboro? Jujur saja, mereka mau take a break dari penatnya pekerjaan. Jika confirmed acara ini hanya untuk rehat sejenak, sudahlah jangan dilengkapi kelucuannya dengan materi berat yang disajikan narasumber pejabat pusat yang membuat kening berkerut. Buatlah acara sederhana, dan habiskan waktu untuk berlibur sehingga pembahasan program dan anggaran kembali dilakukan di kantor dengan lebih teliti dan serius.
Jika anda tidak setuju dengan cara pandang ini, ya jelas karena ini bentuk korupsi terbuka yang kelewatan karena dibumbui keseriusan palsu di dalamnya. Sekali lagi, catatan ini mengajak kita untuk jujur saja pada target asli dari setiap yang akan kita lakukan.
Ketidakjujuran kita pada inti target membuatnya menjadi hidden agenda which is the real one. Akibatnya, kita terbiasa pura-pura bertamu padahal hanya untuk numpang makan malam atau meminjam korek api padahal mau minta rokoknya.
Contoh yang lebih ringan. Pimpinan unit tetiba menerima beberapa surat undangan untuk menghadiri kegiatan seremonial peresmian sesuatu yang tanggal pelaksanaannya bersamaan. Hanya menghadiri, tidak ada sambutan apalagi presentasi. Menghadiri itu sekedar berpakaian yang pantas, datang pada waktunya, menikmati jamuannya, bersikap wajar, dan mungkin ada sedikit uang pengganti transport.
Sesederhana itu bentuk acara kategori "menghadiri", lalu buat apa penugasannya dibuat menjadi kompleks. Cukupkanlah hanya dengan sekedar berbagi giliran dari bawahan di ruang kerja. Tugaskan yang belum pernah ditugaskan, selesai masalah. Inti targetnya hanya menghadiri, sekali lagi.
Ada memang beberapa produk pekerjaan yang dapat dihasilkan dengan baik jika dilakukan dengan dukungan fasilitas khusus yang tidak ada di ruang kerja atau membutuhkan pertemuan langsung dengan pihak lain yang notabene berada di luar kantor. Namun, teramat banyak pekerjaan yang bisa tuntas dengan baik saat berada di tempat kita bekerja. So, sekali lagi dan lagi; jujurlah, untuk apa sebuah kegiatan digelar dan optimalkan disana.
Jika kegiatan itu untuk memberikan reward pada pihak-pihak tertentu yang berperan dalam penuntasan sebuah pekerjaan, optimalkanlah reward itu. Jika pekerjaan itu dilakukan untuk menyusun sesuatu, fokuslah depan laptop. Jika kegiatan itu untuk menyebarluaskan informasi, maka siapkan bahan sebaik mungkin dan gunakan waktu kegiatan untuk penyebaran informasi bukan membuat bahan lagi.
Kejujuran pada inti target dari sebuah aktivitas akan memudahkan mempersiapkan berbagai hal dengan skala yang tepat; mana yang penting dan kurang penting atau tidak perlu sama sekali. Tidak menggapai semua hal tetapi semuanya dangkal atau sekedarnya.
Memang, sedapat mungkin kita raih banyak hal (baca: target) dari satu kepakan sayap kegiatan, tetapi harus ada orang yang diberikan tugas khusus untuk memastikan inti target terjamin optimal dan maksimal.
Mungkin perspektif ini karena ketika ditulis catatan ini, kami sedang berpihak pada konsep bahwa tidak mungkin ada lebih dari satu obyek dilihat sekali tatapan. Meskipun bola mata kita ada dua, tapi mereka tidak pernah mendua. Fokus pada inti target.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar