Kamis, 11 Januari 2018

Sistem Penataan Organisasi

Melaksanakan tugas dan fungsi pada bidang penataan organisasi dan analisis jabatan di lingkungan Kementerian Agama akan lebih rumit dan kompleks dibandingkan tugas dan fungsi serupa pada kementerian  lain. Kompleksitas dimaksud bersumber dari besaran satuan kerja dan sebaran tugas fungsi jabatan plus lokus geografis kementerian agama yang sedemikian luas. 

Kompleksitas, tentu adalah bagian dari permasalahan tetapi juga kenyataan. Kami pilih kata sambung "tetapi" antara "permasalahan" dan "kenyataan", karena kompleksitas organisasi kementerian agama bukan tipe masalah yang harus dihilangkan, tapi dikelola.

Kompleksitas kementerian agama adalah kenyataan yang jika tidak dikelola dengan baik akan menjadi sumbu permasalahan yang tidak hanya akut, tetapi juga sistemik. Sebaliknya, jika di-manage dengan baik, maka besaran dan sebaran dimensi organisasi kementerian agama akan mewujud menjadi energi besar bagi kemajuan bangsa.

Bagaimana mengelola kompleksitas keorganisasian Kementerian Agama ini agar menjadi energi baik yang mengoptimalisir berbagai potensi positif bagi semuanya?

Ide dasarnya, penataan organisasi kementerian agama harus menghadirkan system aplikasi agar manajemen organisasi berdasarkan pada data kuantitatif yang standar ukurnya ajeg. Tanpa standarisasi, kita akan terjerumus pada pola simptomatik; memberikan treatment yang berbeda pada pelbagai permasalahan yang sesungguhnya sama atau identik

Sebelum menyodorkan substansi topik dalam tulisan ini, perlu dipahami terlebih dahulu pijakan kontekstualnya. Pertama, tulisan ini diarahkan sepenuhnya pada konteks Kementerian Agama; dan kedua, ruh tulisan ini dijiwai oleh pelaksanaan tugas dan fungsi yang diemban pe nulis sebagai penyiap bahan dan pengendali teknis pada bidang penataan organisasi dan analisis jabatan.

Penting dicatat dengan garis tebal bahwa tulisan ini bukan sikap resmi apalagi kebijakan. Tulisan ini adalah kontribusi pemikiran pribadi yang sepenuhnya tanggungjawab pribadi, dan tentu bahan diskusi bersama. Lalu.... mari kita kupas, then.

Kompleksitas Kementerian Agama

Memahami konteks kementerian agama, perlu diketahui terlebih dahulu beberapa asumsi dasar, yaitu: Pertama, kementerian agama sebagai kementerian dengan jumlah satuan kerja terbesar. Dengan kuantitas yang besar, maka pola manajemennya dipastikan kompleks. Kedua, kementerian dengan lokus geografis satuan kerjanya yang tersebar. Satker kementerian agama berdiri di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, sampai kecamatan bahkan desa/kelurahan.

Ketiga, selain lokus geografis yang tersebar, tugas dan fungsi kementerian agama pun tersebar. Artinya, terdapat berbagai tugas dan fungsi yang berdiri sendiri atau mandiri. Terdapat satuan kerja pada kementerian agama yang memiliki tugas dan fungsi yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan tugas fungsi satuan kerja lainnya. Variatifnya tugas dan fungsi ini tidak hanya akan memberikan tantangan tersendiri pada pemetaan program, tetapi juga pada pengelolaan keorganisasiannya, bahkan pada distribusi potensi SDM.

Terakhir, kementerian agama adalah salah satu kementerian yang manajemen keorganisasiannya bersifat vertikal. Ketentuan terkait dengan otonomi daerah dan desentralisasi birokrasi tidak berlaku bagi Kementerian Agama. Vertikalitas itu kemudian diperkuat dengan policy yang bersifat sentralistik. Hampir bisa dipastikan seluruh kebijakan substansi dan teknis diproduksi dari kantor pusat untuk dilaksanakan oleh instansi vertikalnya (provinsi dan kabupaten/kota).

Sekedar gambaran, perlu ditambah konteks lain selain kompleksitas kementerian agama, yaitu konteks pelaksanaan tugas dan fungsi pada bidang penataan organisasi dan analisis jabatan. Penataan organisasi tidak hanya dimaknai perbaikan organisasi yang sudah ada, tetapi juga dimulai sejak menganalisis kebutuhan pembentukan organisasi baru. Lengkapnya, penataan organisasi mencakup proses penyusunan berbagai ketentuan dalam penataan organisasi, pendirian dan/atau pembentukan organisasi, penyempurnaan dan/atau perubahan bentuk organisasi, pembekuan, dan pencabutan izin operasional dan/atau pembubaran. 

Opsi Penataan Organisasi

Berdasarkan pijakan kontekstual dan beberapa asumsi dasar tersebut diatas, maka secara ringkas dapat disimpulkan bahwa kompleksitas organisasi kementerian agama memerlukan strategi yang baku dan terukur. Sisi lain, scoping area untuk penataan organisasi yang dimulai sejak perintisan sampai ke pembubaran, juga membutuhkan pola yang terstruktur, ajeg, dan based on-SOP.

Dengan kata lain, penataan organisasi untuk kementerian agama tidak bisa dilakukan secara konvensional. Meniscayakan basis data yang tingkat akurasinya terjaga oleh validitasnya, mendasarkan pada kriteria dan mekanisme yang baku dan regulated, serta mengaplikasikan akurasi dan validitas data serta keterukuran kriteria dan mekanisme pada sebuah sistem.

Ya! Sistem aplikasi adalah opsi paling manageable, reliable, dan measurable untuk melaksanakan tugas dan fungsi penataan organisasi sebagai bagian dari ikhtiar pengelolaan atas kenyataan kompleksitas kementerian agama. Sistem aplikasi akan mengelola kompleksitas organisasi menjadi optimalisasi potensi organisasi.

Asalkan jelas dan pasti logic frame dan logic program dari obyek yang akan di-sistem aplikasi-kan, maka akselerasi kinerja kementerian agama akan terbantu dengan hadirnya pola manajemen organisasi yang berbasiskan sistem aplikasi.

Sistem Aplikasi Penataan Organisasi

Program pembangunan sistem aplikasi untuk penataan organisasi ini idealnya merupakan program lanjutan dari penataan regulasi tentang manajemen organisasi. Karena tanpa kekuatan regulasi, logic frame dan logic software dalam sistem aplikasi yang akan dibangun itu akan rapuh bahkan useless.

Tegasnya, proyek besar pembangunan sistem aplikasi meniscayakan peremajaan berbagai regulasi. Tidak mungkin sistem aplikasi penataan organisasi akan dapat mengelola kompleksitas organisasi Kementerian Agama, tanpa hadirnya regulasi sebagai pijakannya.

Sampai disini, kita harus sepakat bahwa tak ada fungsi pemerintah tanpa regulasi di dalamnya. Karena tak akan pernah efektif sebuah kebijakan tanpa regulasi yang menjadi penguat dan argumentasinya.

Kembali ke sistem aplikasi, pada tema penataan organisasi, kajian sederhana kami mengajarkan bahwa berbagai dokumen/produk apapun yang menjadi bagian penting dari penataan organisasi pada dasarnya mengembalikan kita pada asumsi dasar kehadiran organisasi yaitu pekerjaan atau dalam bahasa bakunya kita kenal terma tugas dan fungsi (TUSI).

Maksud dari pekerjaan sebagai asumsi dasar organisasi adalah bahwa hadirnya organisasi itu salah satunya dikarenakan adanya berbagai pekerjaan yang membutuhkan kerja bersama dengan berbagai pembagian tugas dan wewenang.

Dokumen analisis jabatan, analisis beban kerja, dan informasi faktor jabatan sama-sama membutuhkan kepastian pada satu faktor yang sama, yaitu uraian tugas atau uraian jabatan yang pada substansinya adalah daftar pekerjaan termasuk gambaran tentang batasan kewenangannya.

Dengan demikian, dapat kita tarik benang merah bahwa starting point dalam penataan organisasi adalah uraian jabatan. Dokumen itulah yang nanti akan menjadi variabel penting dalam menyusun logic frame sistem aplikasi penataan organisasi.

Variabel penting lainnya untuk pengembangan sistem aplikasi ini adalah database organisasi (kelembagaan) berikut dengan daftar nama jabatan yang ada di dalam struktur organisasinya. Database ini tentu akan mengantarkan kita pada produk dokumen berikutnya, yaitu peta jabatan. Namun hal yang lebih penting adalah item-item yang dihadirkan oleh database ini adalah jenjang jabatan yang pada giliranya kemudian menjadi acuan menentukan batasan kewenangan.

Sampai pada level ini, kita sudah bisa melihat bahwa sistem aplikasi ini bukan single product to single output, tetapi multi-product to multi-output. Database organisasi akan dikelola sebagai sistem aplikasi manajemen database kelembagaan agar menjadi bahan kebijakan pimpinan yang berbasis akurasi data. Selain itu, dari row data yang sama juga akan dihasilkan produk dokumen peta jabatan.

Selanjutnya, penyusunan uraian jabatan untuk setiap jabatan yang ada dalam database. Tahapan ini bisa kami sebut sebagai tahapan paling penting. Pertama, karena problem selama ini dalam penyusunan produk apapun dalam penataan organisasi selalu diwarnai debat kusir panjang tentang susunan uraian jabatan. Bahkan illustrasi batasan kewenangan pada uraian jabatan ini menjadi diskusi tentang diksi (pilihan kosa kata) yang justru acapkali tercerabut dari substansinya untuk mengkonfirmasi batasan kewenangan.

Bukan pada tempatnya kita mendiskusikan tema-tema tentang penyusunan uraian jabatan dalam catatan ini, tetapi perlu dicatat bahwa tuntasnya dokumen uraian jabatan akan sangat membantu pembangunan multi-sistem aplikasi, yaitu: dokumen analisis jabatan, analisis beban kerja, serta informasi faktor jabatan.

Pertanyaan besarnya kemudian, dimanakah sistem aplikasi penataan organisasi dikembangkan dan dikelola? Harus kami tegaskan bahwa logika pembangunan sistem aplikasi ini berangkat dari kajian awal kita diatas yaitu kompleksitas organisasi kementerian agama.

Dengan mendasarkan pada kajian itulah maka sistem aplikasi ini akan dikembangkan dan dikelola di tingkat pusat. Dengan demikian, tidak akan ada lagi dokumen yang sama dengan style yang berbeda karena semua dokumen diproduksi dari pusat dan daerah hanya melakukan validasi saja pada dokumen tersebut.

Apakah pola sentralistik ini akan membuat proyek ini menjadi tidak mungkin? Tidak, karena ini bukan pekerjaan manual yang membutuhkan perjalanan ke seluruh daerah yang tersebar luas. Pekerjaan ini sepenuhnya akan dilakukan dalam mode sistem aplikasi yang tentunya berkarakterkan efektivitas program dan efisiensi anggaran.

Inilah etape panjang yang kami tawarkan, tapi menurut kami inilah jalan yang paling memungkinkan untuk era baru manajemen pemerintahan yang maju dan modern.

Dirgahayu Kemenag ke-72
Wish you all the best

WHS
   

Gaya Melampaui Fakta

Perlu dinyatakan terlebih dahulu bahwa catatan ini bukan tentang dogma agama tentang takdir yang sepenuhnya hak Tuhan Yang Maha Kuasa. Ini a...