Saat kita berbaris di sebuah antrian loket pembelian tiket, kita sesungguhnya sedang menjalani sebuah tahapan pelayanan. Kita nyaman menjalaninya karena ada kepastian kita akan dilayani saat antrian itu tiba pada kita. Kepastian itu membuat 'pengorbanan' menjalani proses pelayanan menjadi lumrah.
Asumsi yang tak terbantahkan dalam pelayanan adalah adanya berbagai sistem, prosedur, mekanisme, dan tahapan yang harus dilalui dalam pelaksanaan layanan. Saat berbagai ketentuan layanan itu dijalankan, berbenturanlah keinginan sang pengguna layanan dengan penyedianya. Karena pengguna layanan selalu menuntut pemenuhan layanan (penerimaan, bukan penolakan), waktunya cepat, dan tentu biayanya murah.
Kendati demikian, sesungguhnya pengguna layanan dapat menerima ditolaknya berkas yang diajukan, lamanya waktu yang dibutuhkan, dan biaya yang harus dikeluarkan. Tetapi kesemuanya itu harus, sekali lagi harus, memberikan kepastian.
Titik point puas atau tidaknya pengguna layanan pada sebuah layanan acapkali terjawab dengan satu standar, yaitu kepastian. Tidak apa-apa jika syaratnya banyak, asal pasti; It's ok jika waktunya lama, asal pasti; dan tidak masalah biayanya mahal, asal pasti. Kepastian menjadi alas sekaligus atap dari rumah pelayanan.
Pentingnya Kepastian
Semangat revolusi mental yang dikampanyekan oleh Pemerintah Jokowi-JK kami pahami sebagai upaya mempertegas hadirnya pelayanan pada tubuh pemerintah. Menghentikan pola ingin dilayani, karena substansi kehadiran pemerintah adalah untuk melayani. Intinya, pemerintahan adalah pelayanan.
Sederhana, mudah dipahami, iya. Tapi pada level pelaksanaan, kepuasan masyarakat pada pelayanan pemerintah masih menyisakan banyak pekerjaan rumah. Anekdot "kalau bisa dipersulit, kenapa dipermudah", seolah tidak terdengar jelas oleh sistem birokrasi kita. Hadirnya reformasi birokrasi di telinga masyarakat kita sesungguhnya bertumpu pada harapan pelayanan yang akan lebih baik. Wujud dari harapan itu, sekali lagi cukup satu saja variabel ukurnya; kepastian.
Andaikan kepuasan pelanggan itu ada 10 kriteria dan salah satunya kepastian, maka apapun yang terjadi dengan 9 kriteria lainnya dapat dipahami asalkan kepastian tetap terpenuhi.
Pertanyaannya kemudian, bagaimana memastikan agar standar kepastian itu terjamin untuk dipenuhi dalam proses pelayanan?
e-Government
Hadirnya gagasan pelayanan terpadu yang semakin besar gaungnya di era dewasa ini menjadi energi baru yang diharapkan dapat menjadi solusi kebuntuan ini. Banyak sudah konsep akademik bahkan regulasi yang menjelaskan tentang pelayanan terpadu. Variatif, mulai dari polanya sampai ke terma-nya.
Namun yang coba ditekankan disini adalah pola pelayanan terpadu yang menjadi bagian dari kebijakan e-government. Maksudnya, dalam payung besar e-government, pelayanan terpadu dikembangkan.
Pemahaman lebih lanjutnya seperti ini. E-government terejawantahkan dalam berbagai pola kebijakan pemerintah. Mulai dari pola pelayanan, komunikasi, korespondensi, manajemen, monitoring dan evaluasi, sampai ke pengawasan. Konsep epistemik dari pelayanan terpadu saat diletakan menjadi bagian dari e-Government mengasumsikan bahwa pelayanan terpadu itu lebih cenderung berkarakterkan pola e-government, bukan diluar itu.
Kalau demikian adanya, kenapa tidak disebutkan dengan peristilahan pelayanan berbasis IT saja? Pelayanan terpadu dalam e-Government, tidak sekedar berbasis IT. Karena IT hanya perangkat, sedangkan e-Govt sudah menjadi sistem berpikir. Lalu pelayanan terpadu seperti apa yang berbasis e-Government itu?
Pelayanan Terpadu
Pelayanan terpadu pada pemerintahan kita diatur dalam berbagai regulasi dengan menyebutkan adanya klasifikasi satu atap dan satu pintu.
Sistem pelayanan terpadu satu pintu dilakukan dengan cara memadukan beberapa jenis pelayanan untuk menyelenggarakan pelayanan secara terintegrasi dalam satu kesatuan proses dimulai dan tahap permohonan sampai dengan tahap penyelesaian produk pelayanan melalui satu pintu.
Sedangkan Penyelenggaraan sistem pelayanan terpadu satu atap dilakukan dengan cara memadukan beberapa jenis pelayanan dan/atau beberapa organisasi Penyelenggara untuk menyelenggarakan pelayanan secara bersama pada satu tempat mulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap penyelesaian produk pelayanan melalui satu atap.
Lalu seperti apakah pelayanan terpadu yang cocok untuk kementerian/lembaga yang anda bertugas disana?
Pelayanan, E-Govt, dan Kepastian
Kembali ke titik awal, pelayanan substansinya adalah memberikan kepastian. Kehadiran e-Govt telah menyodorkan konsep integritas data, logic program sistem aplikasi, SOP yang aplicable, dan minimalisasi human by human.
Pelayanan terpadu yang kami tawarkan disini, adalah pelayanan terpadu yang menggabungkan konsep satu pintu dan satu atap dengan beberapa flow chart tambahan untuk menjamin keterpastian layanan.
Kami mencoba mengambil contoh di Kementerian Agama. Realitas kelembagaan yang dihadapai oleh kementerian ini adalah terdapat berbagai jenis rumpun pekerjaan (tugas-fungsi) yang berbeda-beda; bentuk keorganisasiannya bersifat sentralistik (vertikal), ditambah dengan jumlah unit organisasi yang terbesar (banyak secara kuantitas) dan tersebar di berbagai lokus geografis (pusat, provinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan).
Dalam potret seperti itu, Kementerian Agama dituntut untuk memberikan kepuasan layanan pada stakeholdersnya, bagaimana bisa? Sulit dan rumit, sudah pasti. Namun there is no other choice, except do it!
Dengan illustrasi ciamik, Menteri LHS menggambarkan bahwa kementerian agama seperti kapal tanker yang besar dan sarat beban. Kemana arah akan diubah, sang tanker membutuhkan putaran kendali berkali-kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan kapal feri apalagi speedboats. Ringkasnya, butuh extra effort bagi Kementerian Agama untuk mewujudkan cita costumer satisfaction.
Namun, bagi kami, ada satu clue yang dapat menjadi jurus jitu bagi Kementerian Agama dalam memberikan pelayanan, yaitu--sekali lagi--kepastian. Menuju ke titik itu, pilihan terbaiknya adalah meramu konsep pelayanan terpadu yang compatible dan reliable dengan kondisi internal kementerian dan dijaga, dipantau, serta dilaporkan oleh sistem aplikasi yang terintegrasi dan dibangun pada SOP yang jelas.
[Baca juga: flow pelayanan terpadu kemenag]
Tabik,
WHS