Jumat, 05 Januari 2018

Selebrasi Reformasi Birokrasi

Reformasi sudah menjadi mantra paling joss untuk menandai perubahan sistem pengelolaan republik ini. Sejak era penggulingan orde baru, kini dikenal istilah reformasi, termasuk Reformasi Birokrasi (RB). Tentu, ketika disandingkan dengan terma Birokrasi, Reformasi akan hadir untuk mem-format ulang atau beringsut dari format lama menuju yang baru. Itu, tidak bisa formalitas!

Pada konteks pemerintahan, RB sudah menjadi nomenklatur tersendiri yang memiliki pengertian sedemikian spesifik karena sudah diatur dalam berbagai ketentuan regulatif. Tentu, regulasi itu dihadirkan untuk menjaga agar RB ini benar-benar mencapai targetnya; birokrasi yang lebih baik. 

Namun apalah jadinya jika RB berubah menjadi hajat tahunan yang berisi menu seremonial tentang pengumpulan dokumen evidence. Sesaat setelah pesta berakhir, semuanya kembali ke semula; bussiness as usual. Ujung-ujungnya RB kehilangan tajinya dan bermetamorfosa menjadi selebrasi.

Nafas Reformasi Birokrasi adalah perubahan. Menuju kesana, RB menetapkan 8 area perubahan sebagai sirkuit wajib yang harus dilalui oleh semua instansi tanpa kecuali., yaitu: Manajemen perubahan, peraturan perundang-undangan, penataan organisasi, penataan tata laksana, penataan SDM aparatur, penguatan akuntabilitas, penguatan pengawasan, peningkatan pelayanan publik.

[baca juga: Linearitas program SDM]

Sampai pada titik ini saja, apakah ada dari area perubahan diatas yang bernuansa teknis instrumental? tidak ada. Kedelapan area perubahan RB mengarah pada langkah-langkah dan sikap konkrit. Adapun bahwa pada saat dilakukan penilaian, tim penilai meminta bukti fisik itu adalah variabel teknis dari tata cara penilaian sesuatu. 

Kami coba perdalam di bagian ini dengan illustrasi lain. Untuk menilai tingkat kedisiplinan pegawai dalam hal kehadiran di tempat kerja, bukti daftar hadir sudah dianggap cukup. Namun daftar hadir atau absensi tidak bisa menjelaskan tingkat rajin atau malasnya seorang pegawai dalam bekerja karena rajin atau malas tidak hanya sebatas mengisi daftar hadir.

Dalam penilaian RB terdapat dokumen yang menjadi indikator sukses untuk setiap area perubahan dalam bentuk lembar kerja yang berformat questionaire. Menjawab lembar kerja itu, cukup hitungan menit selesai. Tapi mengerjakan apa yang dituntut oleh lembar kerja itu terkadang tidak cukup dalam satu tahun anggaran. 

Setiap item pertanyaan dalam lembar kerja itu selalu harus dilengkapi dengan bukti fisik. Sekali lagi, kalau hanya mengumpulkan bukti fisik, dalam hitungan sekejap bisa dihadirkan tetapi apakah benar sudah dilakukan?

Yang menjadi semakin miris adalah RB bukan program yang baru digulirkan tahun ini, tapi sudah bertahun-tahun yang lalu. Penilaian RB bukan kegiatan yang tak ada jadwalnya seperti sidak (inspeksi mendadak), jelas jadwal bahkan kisi-kisinya. Namun setiap penilaian terjadi, serentak pimpinan kementerian/lembaga bekerja keras mengumpulkan bukti fisik. Lalu berbulan-bulan kemarin kemana saja?

RB adalah proses panjang menuju sebuah cita-cita besar, birokrasi yang lebih baik dan lebih baik. Karena itu dibutuhkan grand design and roadmap. RB jangan dibonsai menjadi kegiatan rutin tahunan.

Output dari RB adalah perubahan yang terus bergerak ke arah positif pada area perubahan yang dituntut, bukan disimplifikasi menjadi hanya sebatas pengumpulan dokumen bukti fisik.

Kita harus menghentikan pola pikir yang teknis-prosedural untuk merespons RB, berpindah menjadi substansial. RB harus diperlakukan sebagai multi-years project, bukan short event yang tuntas dalam hitungan hari. 

[baca juga: Era baru manajemen kepegawaian]

Walhasil, Reformasi Birokrasi harus dikembalikan ke cita-cita dasarnya; memperbaiki birokrasi, bukan melakukan make-up yang luntur dalam sekejap. 

Stop selebrasi RB!
Wassalam
WHS

Gaya Melampaui Fakta

Perlu dinyatakan terlebih dahulu bahwa catatan ini bukan tentang dogma agama tentang takdir yang sepenuhnya hak Tuhan Yang Maha Kuasa. Ini a...