Saat Adam, Sang Manusia Pertama diciptakan oleh-Nya, seluruh makhluk ciptaan-Nya diperintahkan untuk menghormatinya. Semua patuh dan tunduk pada perintah-Nya, kecuali Iblis; ia menolak dan menyombongkan diri dengan keyakinan bahwa dirinya lebih mulia dan lebih baik dari Adam. Demikianlah kisah ini diabadikan dalam al-Qur'an.
Pembangkangan Iblis pada perintah-Nya itu dilatari oleh sikapnya yang merasa lebih baik, lebih mulia, dan lebih segalanya dibandingkan dengan manusia. Itulah kesombongan; sifat pertama yang dicontohkan Iblis saat menolak patuh pada Yang Maha Kuasa.
Sebegitu bahayanya sifat sombong sampai menjadi modal kuat yang memberanikan sang Iblis melawan Tuhan. Seperti apakah bentuk kesombongan itu? Kesombongan bisa kami sebut sebagai sifat yang paling mudah menjangkit, menular, dan kambuh kapanpun dan dimanapun.
[baca juga: dengki]
Kesempurnaan fisik, kesuksesan karir, ketercapaian cita, dan berbagai kebahagiaan sangat potensial memunculkan kesombongan. Keparipurnaan jalan hidup bak tanah gembur nan subur yang memudahkan tumbuh kembangnya keangkuhan.
Sampai disitu, kita hela nafas sejenak sembari menginsyafi bahwa sesungguhnya cobaan dan ujian tak selalu berwujud kesulitan dan kegagalan hidup. Musibah besar pun menghantam pada yang sukses, yakni bencana sifat kesombongan. Karena sekali saja sifat besar kepala meraja, maka tak ada sedikitpun nilainya dihadapan Yang Maha Kuasa, dan Sang Kuasa pun akan menghinakannya.
Pada cara pandang yang jauh berbeda, sifat merasa lebih baik dari yang lain ini ternyata tidak selalu menempatkan orang dalam kondisi "lebih baik" sebagai tersangka utama, terkadang ada pihak yang dalam kondisi "tidak baik" tetapi malah diselimuti kesombongan.
Disaat si kaya memberikan bantuan kepada si miskin, lalu dalam hati si miskin pun bergumam... "bantuan yang kau berikan tidak seberapa dibandingkan dengan kekayaan yang kau punya, begitu pun pahala yang kau terima tak akan lebih besar dari pahala kesabaran ku menerima kemiskinan".Sejurus kemudian, jadilah orang yang miskin di dunia ini akan mengalami kemiskinan di akhirat kelak karena kemiskinannya malah menjerumuskan dirinya pada buruknya kesombongan.
Sungguh, kesombongan akan selalu menghantui kita; entah saat kita berada maupun tiada. Kesuksesan dan kegagalan sama-sama berpotensi mengundang kesombongan. Kebahagiaan dan kenestapaan tidak memiliki peluang yang berbeda untuk terjerambab ke jurang keangkuhan.
Ketika kita sedikit saja sudah merasa lebih baik dari orang lain, lalu siapakah yang menciptakan orang yang kita anggap lebih buruk dari kita itu? Dia lah Tuhan Yang Maha Segalanya. Kesombongan adalah baju kemegahan yang hanya berhak dipakai oleh Sang Kuasa, bukan selain Dia. "Surga Ku dan ganjaran pahala dari Ku tak akan Aku berikan kepada orang yang ada setitik saja kesombongan dalam hatinya"
[baca juga: Bukan-surga-yang-didamba]
Tidak mudah... pasti, sulit... iya. Tapi kembalilah pada pelajaran dari kisah Iblis dan Adam; sifat sombong sudah cukup untuk membuat Iblis membangkang pada perintah-Nya. Apakah kita akan berbaris menjadi pewaris sifat Iblis?
Tarik nafas sejenak,Pojokan lantai empat
WHS