2018 baru saja kita masuki. Jauh-jauh hari memasuki masa akhir 2017, kita sudah mendengar berbagai sebutan untuk tahun 2018 ini. Namun yang paling santer terdengar adalah tahun 2018 tahun politik.
Alih-alih hanyut dalam hingar bingar politik, Kementerian Agama justru menghembuskan tema kedamaian pada peringatan HAB ke-72 nya yang jatuh pada hari ketiga diawal tahun 2018 ini, 3 Januari.
Sebagai sebuah teks terbuka, tema HAB Kemenag itu pun ditafsirkan sedemikian rupa oleh berbagai pihak. Tulisan ini coba mengambil julukan tahun politik untuk 2018 ini sebagai kanvas untuk mengillustrasikan seperti apa gambar kedamaian terpotret.
Sepanjang tahun 2017, pelbagai isu agama menyeruak ke permukaan lebih dari tahun sebelumnya. Headline media massa dipenuhi berita tentang hadirnya topik agama dalam pembahasan politik dan sebaliknya.
Isu penistaan agama, polemik tentang UU Ormas, tidak diperpanjangnya izin bagi salah satu ormas yang bertemakan agama, intensitas mobilisasi massa dengan mengusung tema agama, sampai terakhir dan mendunia adalah pengakuan Yerusalem sebagai ibukota Israel oleh Presiden Trumph. Sungguh, 2017 telah menjadi etape panjang pergesekan agama dan politik yang ternyata belum tuntas benar di republik ini.
Alih-alih gesekan agama dan politik mereda, tahun 2018 justru di kita memasuki zona yang digelari spanduk besar di gerbang masuknya; tahun 2018 tahun politik. Ratusan pesta demokrasi pemilihan kepala daerah akan digelar serentak pada pertengahan tahun 2018, ditambah dengan hingar-bingar pemilihan presiden dan pemilihan legislatif pada tahun depannya yang memastikan tahun ini sebagai persiapan akhir. Sungguh, inilah tahun yang akan mempertaruhkan sejauh mana politik mengendalikan sendi kehidupan kita dalam berbangsa dan bernegara.
Kementerian Agama yang dilahirkan dari bersamaan dengan proses dialektika para pendiri bangsa untuk menyusun fondasi dasar bangsa ini, sudah ditakdirkan untuk tetap berada pada basisnya, yakni sebagai perekat persatuan bangsa, tanpa kecuali. Pemilihan kedamaian sebagai central issue adalah keputusan bijaksana, strategis, dan progresif.
Bijaksana, karena sebagai bagian dari lembaga negara, Kementerian Agama dituntut untuk berada di tengah-tengah permasalahan kebangsaan, bukan menyingkir dari pusaran dan terdiam di posisi aman. Keberadaannya harus menjadi oase bagi seluruh komponen bangsa disaat kebutuhan politik membeda-bedakan kita, agama akan menyediakan diri untuk mempersatukan kita di titik universal; kedamaian.
Strategis, karena sebagai bagian penting dalam sejarah kebangsaan, Kementerian Agama bertanggungjawab untuk menjadi komponen utama penjaga NKRI. Perbedaan apapun gara-gara pilihan dan aspirasi politik warga bangsa, kedamaian sebagai nilai universal agama manapun harus dihadirkan sebagai alat pemersatu bangsa.
Progresif, karena kedamaian sebagai nilai universal agama harus disebarluaskan agar menjadi alas pijak dari sikap kebangsaan dan kenegaraan kita. Ikhtiar untuk mewujudkan kehidupan kebangsaan dan kenegaraan dalam sistem demokrasi tidak kemudian menyudutkan kita dalam konflik berkepanjangan yang kontra-produktif bagi pembangunan bangsa dan negara. Sebaliknya, agama hadir menjadi energi positif yang mengelola perbedaan menjadi potensi kemajuan.
Dari mana semua harapan itu dapat terwujud, tentu dimulai dari internal Kementerian Agama. Besar harapan warga bangsa, Kementerian Agama akan dapat membangun rumah bersama tempat bernaung seluruh umat tanpa sekat perbedaan sosial politik.
Dengan agama, kita diajarkan untuk menghargai perbedaan sebagai anugerah dari-Nya. Dengan agama pula kita diberikan pemahaman tentang kesetaraan dihadapan-Nya.
Sebagai kementerian yang diperkuat oleh satuan kerja yang terbesar dan tersebar, Kementerian Agama sangat potensial dan sudah sangat tepat mengemban amanat penebar kedamaian ini.
[baca juga: Mengaplikasikan sistem penataan organisasi]
Menteri LHS lebih dalam lagi mengilustrasikannya bahwa menjadi bagian dari keluarga besar Kementerian Agama sudah merupakan pilihan tugas dari Tuhan YME, karena amanat yang diembannya teramat besar dan luas.
Dua belas bulan yang akan kita lalui di tahun 2018, akan menjadi dua belas bulan penuh kedamaian jika seluruh komponen Kementerian Agama bekerja profesional, berintegritas, penuh tanggungjawab, inovatif, dan menjadi teladan.
Sekali lagi, gagasan 5 nilai budaya kerja kementerian agama yang diramu oleh Menteri LHS menjadi bekal pentin bagi Kementerian Agama untuk melaksanakan amanat penebar kedamaian yang diembannya sejak ia dilahirkan 72 tahun yang lalu.
[baca juga: Argumen 5 nilai budaya kerja]Dirgahayu Kementerian Agama ke-72,
WHS