Tidak ada satu anggota tubuh kita yang lebih penting dibandingkan anggota tubuh lainnya, karena itu kita sebut organ tubuh; semuanya terorganisir sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing. Hal yang dikecualikan cuma hati, demikian agama mengajarkan kepada kita. Hati lah yang menjadi chip yang menentukan anggota tubuh lainnya itu baik (shaluha) atau buruk (fasada).
Artikel lainnya: Saat Hanya Ada DIA
Demikian pula dengan "tangan"; bagaimana ia berfungsi, untuk apa ia digerakkan, kemana ia memilih, dan sebagainya akan tergantung dari perintah hati. Terlepas dari peran hati, kita fokuskan kesempatan ini pada tangan.
Dari contoh kata "garis tangan", "tanda tangan", dan "menangani" yang dicantumkan di bagian awal tulisan ini dapat kita tarik satu benang merah bahwa tangan selalu diidentikan dengan penetapan atau penentu sesuatu. Garis tangan digunakan dalam keseharian kita untuk mengungkapkan penetapan nasib atau ketentuan-Nya terhadap kita.
Artikel lainnya: Beriman pada Ketetapan NYA
Tanda tangan kita sama-sama pahami sebagai simbol dari sikap kita untuk menetapkan sesuatu dalam sebuah dokumen tertulis. Demikian pula dengan kata "menangani" yang menjadi tanda peran atau fungsi penting seseorang dalam menentukan sesuatu. Tangan menjadi simbolisasi dari sebuah penetapan dan sesuatu yang menentukan.
Dalam pola yang sedikit berbeda, kita pun mengenal terma jabatan sebagai sebuah posisi tertentu yang dipercayakan kepada seseorang yang disebut pejabat. Terma jabatan pun identik dengan tangan karena "menjabat" yang menjadi kata kerjanya adalah pekerjaan tangan. Menjabat artinya menggenggam atau memegang dengan tangan.
Jabatan pun diidentikan orang dengan garis tangan, tanda tangan, dan penanganan. Sungguh kebetulan yang menarik, bukan? Ajaibnya organ tubuh kita yang satu ini; tangan. Sampai titik ini, kami mengajak sahabat merenung:
Bagaimana kita masih bisa memuji bahkan memuja jabatan yang sesungguhnya itu sudah ditetapkan oleh garis tangan (baca: takdir-Nya); bagaimana bisa mendewakan jabatan yang kekuatannya hanya sebatas tandatangan, diluar itu tak ada kuasa lagi baginya; dan bagaimana bisa berpongah diri dengan jabatan yang sesungguhnya adalah tantangan untuk membuktikan kualitas penanganan tugas yang diemban, bukan gengsi atau pengakuan status.
Sesungguhnya, kekuasaan Allah (yadullah) selalu dan selamanya jauh diatas (fawqa) kekuasaan mereka (aydihim) siapapun itu. Demikian QS Al-Fath ayat 10 menegaskan.
D'Anaya Hotel BogorTabik,
WHS