Selasa, 13 Oktober 2020

Mentradisikan Evaluasi Program Eksistensial

Program dalam sebuah organisasi selalu ada yang bersifat reguler atau rutin. Logikanya kemudian, program seperti itu dituntut untuk terus meningkatkan kualitasnya dari periode ke periode. Pengulangan program dengan kualitas yang juga berulang akan merugikan organisasi dan stakeholdersnya. Kata kunci untuk menjaga rutinitas program yang diiringi upgrading kualitasnya adalah evaluasi. 

Program Eksistensial

Secara sederhana, organisasi dibentuk karena ada sebuah "pekerjaan" yang hendak dijadikan fokus. Lalu waktu berjalan dan pekerjaan tersebut dipecah ke berbagai sub pekerjaan lainnya sehingga terbentuklah struktur organisasi. Demikian seterusnya proses organisasi sampai pembentukan unit kerja terkecilnya.

Dengan logika sederhana itu, kita dapat memahami bahwa sekecil apapun unit kerja ia dibentuk karena adanya setumpuk pekerjaan yang berada dalam satu cluster tertentu. Cluster pekerjaan itulah yang kemudian menjadi program rutin dari unit kerja tersebut.

Misalkan unit kerja pendidikan dibentuk karena setumpuk pekerjaan terkait pendidikan. Ketika setumpuk pekerjaan itu terakumulasi semakin besar, diperlukan pemecahan unit pendidikan menjadi beberapa sub unit yang lebih spesifik, misalnya unit kurikulum pendidikan dan unit kelembagaan pendidikan. Unit pendidikan dan sub-unit dibawahnya mengerjakan berbagai program, tetapi selalu ada program rutin yang menjadi core business bagi unit kerjanya. 

[Artikel terkait: Aksi Bela Output]

Demikianlah memahami bahwa program rutin itu adalah program yang menjadi alasan atau membuat unit kerja itu perlu dibentuk atau ada (exist). Inilah yang penulis bahasakan dengan program eksistensial.

Undeniable

Sangat mudah kita simpulkan bersama bahwa program eksistensial sebagai diurai diatas dipastikan merupakan program yang tak mungkin diperdebatkan apalagi ditolak. Program rutin yang menjadi program eksistensial berada pada posisi sebagai program yang undeniable.

Dalam posisisnya sebagai program yang undeniable, maka program rutin akan selalu kita temui di setiap unit kerja sampai unit kerja itu dinyatakan tidak dibutuhkan lagi. Jadi, tidak ada opsi bagi setiap unit kerja dalam menghadapi program rutinnya kecuali melaksanakannya.

Perhatikan, logika unideniable-nya program rutin ini sudah fixed and frozzen. Tetapi pada sisi lain, organisasi atau unit kerja pun dihadapkan dengan kebutuhan dan perkembangan dari stakeholders atau social mandatory di sekitar unit kerja yang jelas-jelas dinamis. The big question is.... bagaimana mengkompromikan program rutin dengan segala karakteristiknya vis a vis stakeholders atau social mandatory yang dinamis?

[Artikel lainnya: 4 C's 21st Century Skills]

Evaluasi Rutinitas

Kebutuhan dan perkembangan stakeholders pada unit kerja akan terus berubah. Untuk itu, unit kerja atau organisasi harus "mengikuti" ritme yang dinamis itu. Mengikuti bukan berarti tunduk, pasrah dan ditelan mentah-mentah, tetapi menggali informasi sebanyak mungkin lalu menganalisisnya dengan seksama untuk kemudian menjadi rekomendasi penataan program bahkan struktur organisasi.

[Artikel terkait: Tidak Hanya Evaluasi Program]

Organisasi harus "mengikuti" ritme dinamis dari stakeholders karena dengan pola itulah daya saing dan argumentasi keberadaan organisasi kuat dan diakui. Lalu bagaimana pola "mengikuti ritme" dipenuhi di satu sisi dan program eksistensial pun dijaga? Solusi satu-satunya yang paling masuk akal adalah mentradisikan evaluasi, termasuk pada program eksistensial yang bersifat rutin itu.

Skema besar program rutin dipastikan tidak bisa diubah karena itulah ia disebut program eksistensial, undeniable, dan penentu survivalitas organisasi. Tetapi dengan jurus evaluasi yang ditradisikan, dilema program rutin ini akan terselesaikan.

Evaluasi merupakan jembatan penghubung yang dilalui antara satu tahapan program ke tahapan berikutnya. Evaluasi pun yang membuat organisasi dapat mendengar dinamika yang mengitari stakeholders organisasi. Bahkan, evaluasi pula yang membuat organisasi berdaya saing kuat.

[Artikel terkait: Mempertegas Arah Organisasi]

Target utama paling penting dari evaluasi adalah program rutin. Bahkan lebih tegas lagi, evaluasi pada program rutin harus dinaikan posisinya sebagai tradisi, bukan sekedar intervene variables yang tidak menjadi core program.

Mentargetkan program rutin diatas meja tradisi evaluasi akan mendorong unit kerja untuk terus dan terus berintrospeksi tentang bagaimana posisi unit kerjanya dihadapan opini stakeholders. Dalam perspektif SDM, tradisi evaluasi program rutin dapat dijadikan instrumen untuk terus mengaitkan, menyadarkan, dan mengembalikan SDM pada organisasi agar selalu aware tentang keterhubungan apa yang dikerjakannya dengan mengapa unit kerja tempat ia beraktivitas itu dibutuhkan oleh stakeholders organisasi sehingga masih tetap ada.

[Artikel terkait: Daya dari Sumber Daya Manusia]

Dengan kecepatan ala sprint pada tema yang berjarak ala maraton, catatan tentang bagaimana tradisi evaluasi program rutin itu memang sangat diperlukan.

Keluar dari kisruh topik omnibuslaw UUCK,

WHS

Tidak ada komentar:

Gaya Melampaui Fakta

Perlu dinyatakan terlebih dahulu bahwa catatan ini bukan tentang dogma agama tentang takdir yang sepenuhnya hak Tuhan Yang Maha Kuasa. Ini a...