Karakter dasar kepemimpinan bukan hanya berada pada faktor to lead (memimpin), to influence (mempengaruhi), to have responsibility (memiliki tanggungjawab), tapi juga to empower (memberdayakan). Sekuat apa seorang pemimpin memberdayakan SDM internalnya, sebesar itu pula kualitas kepemimpinannya. Demikianlah cara termudah untuk memahami karakter pemberdayaan seorang pemimpin.
Dalam konteks organisasi, individu yang bekerja didalamnya disebut dengan terma Sumber Daya Manusia (SDM). Terma itu tentu menyimpan harapan bahwa manusia (baca: pegawai) tergabung dalam organisasi itu agar berdaya, diberdayakan, dan memberdayakan diri.
Pertama, berdaya. Artinya, setiap individu dalam organisasi harus memiliki kompetensi yang dituntut oleh tugas yang dibebankan organisasi kepadanya. Tanpa daya (baca: kompetensi), individu tersebut seolah mengeluarkan dirinya dari terma sebagai Sumber "Daya" Manusia pada organisasi.
Kedua, diberdayakan. Maksudnya, saat individu dalam organisasi memang sudah berdaya (baca: berkompeten) sesuai dengan tuntutan tugas kepadanya, tahapan berikutnya adalah bagaimana organisasi memberikan ruang kepada yang bersangkutan untuk dapat mengartikulasikan daya yang ia punya agar dapat berkontribusi pada daya kerja dan daya saing organisasi.
Pada tahap "diberdayakan" ini, peran organisasi sangat besar. Karena se-berdaya apapun individu yang tersedia tetapi jika tidak mendapatkan ruang untuk diberdayakan maka, daya itu menjadi percuma. Talent pool management (TPM) menjadi penting pada tahap ini. Namun kita bahas nanti soal TPM ini. Ringkasnya, pola TPM ini lah yang akan menjadi alat agar sumber daya dapat diberdayakan untuk kepentingan kinerja organisasi.
Ketiga, memberdayakan diri. Maknanya, setiap individu dalam organisasi harus sedapat mungkin memahami apa tuntutan organisasi kepadanya dan daya (baca: kompetensi) seperti apa yang dapat menjadi indikator agar dapat memenuhi tuntutan tersebut. Pada bagian ini, individu dituntut untuk berusaha keras agar ia dapat memiliki kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugasnya.
Pemberdayaan diri bermula dari asumsi bahwa seorang individu dalam organisasi harus selalu siap untuk ditempatkan dimanapun atau diberikan tugas apapun oleh organisasi tanpa organisasi mengkhawatirkan pelambatan capaian kinerja gegara perubahan komposisi pejabatnya.
Saat ia ditempatkan atau ditugaskan pada sesuatu yang belum ia pahami sama sekali, maka peluang kinerja organisasi tetap meningkat meskipun dilaksanakan oleh orang baru, peluangnya hanyalah dengan pemberdayaan diri; pahami peta pekerjaan dan sesuaikan diri dengan kompetensi yang dibutuhkan.
Diatas semuanya... berdaya, diberdayakan, ataupun memberdayakan diri, tetap bermuara pada kata "pemberdayaan". Kata inilah yang menjadi mantra baru untuk masa depan organisasi. Seberapa cepat peningkatan kinerja organisasi bertumpu pada seberapa tinggi Daya dari Sumber Daya Manusia didalamnya.
Tabik,WHS