Image masyarakat tentang PNS memang masih belum sesuai ide dasarnya yang tersurat dalam regulasi. Namun kini jelas jauh lebih baik dibandingkan dengan periode lalu, sekitaran sebelum 2010-an. Dulu, PNS digambarkan pola kerja dan sikapnya dengan UUD yang bukan undang-undang dasar, tapi ujung-ujungnya duit.
Era 2010an kami sebut sebagai babak baru bagi abdi negara ditandai dengan terbitnya PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS yang diuraikan secara teknis oleh Peraturan Kepala (Perka) BKN Nomor 21 Tahun 2010. Ketentuan-ketentuan tersebut secara tegas dan rinci mengurai perihal kewajiban PNS untuk hadir di tempat kerja serta bentuk hukuman bagi yang melanggarnya.
Artikel lainnya:
Di era penegakan peraturan tentang kehadiran PNS itu, PNS mulai mendapatkan julukan lain, misalnya 3D1P; Datang, Duduk, Diam, dan Pulang. Ada juga yang menyindirnya Magabut alias makan gaji buta; cukup hadir dan absen, gaji tiap bulan dibayarkan utuh meskipun tanpa bukti kinerja yang jelas.
Pada masa inilah, kehadiran atau presensi menjadi rezim kuat. Tidak sedikit PNS dipecat, diberhentikan dari jabatan, dimutasikan ke jenjang yang lebih rendah, termasuk dibatalkan rencana promosi gegara keterangan presensi yang bolong-bolong. Presensi mulai merezim sejak 2010.
2013: Presensi plus Kinerja
Babak berikutnya, rezim presensi mulai terganggu kekokohannya dengan kehadiran peraturan tentang sasaran kerja pegawai (SKP). Memang betul, regulasi kinerja pegawai diatur dengan PP Nomor 46 Tahun 2011, tetapi baru diuraikan secara rinci dan diberlakukan secara efektif berdasarkan Perka BKN Nomor 1 Tahun 2013.
Pemberlakukan SKP menggantikan DP3 (Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan) yang terlalu formalistik. SKP hadir untuk mengukur kinerja pegawai berdasarkan kontrak kinerja di awal tahun dan penilaiannya di akhir tahun. SKP ini menjadi penanda lahirnya kinerja sebagai sistem lanjutan dari kedisiplinan.
Disebut sistem lanjutan adalah karena dengan ketentuan disiplin PNS termasuk presensi didalamnya, tidak sedikit PNS yang hanya absen datang di pagi hari dan absen pulang sore harinya. PNS jenis ini disebut NIP 07301600 alias datang jam 07.30 dan pulang jam 16.00. Apa yang dilakukan PNS diantara jam datang dan jam pulang itu baru diatur oleh ketentuan tentang SKP.
Artikel lainnya:
Pada era kinerja ini, PNS yang berkinerja dengan memberikan kontribusi signifikan pada kemajuan instansi tempat ia ditugaskan, mendapatkan angin segar karena standar ukur PNS yang baik tidak lagi sebatas presensi tapi juga kinerjanya. Kendati demikian, presensi masih menjadi standar yang paling exact karena sudah tersistem rapi dengan menghadirkan perangkat elektronis seperti finger print.
Masih pada periode presensi plus kinerja ini, hadir pula prosedur penilaian kompetensi yang ditandai dengan UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparat Sipil Negara (ASN). Sebetulnya cikal bakal penilaian kompetensi telah dimulai beberapa tahun sebelum 2014, tapi UU ASN itu menjadi harapan bagi pegawai yang berkinerja untuk mendapatkan peluang pengembangan kompetensi.
2019: Keruntuhan Rezim Presensi
Sebetulnya, sejak 2019 Lembaga Administrasi Negara (LAN) bersama Kementeria PANRB telah memulai diskusi, penelitian, dan interview ke berbagai kalangan perihal konsep Flexibility Working Arrangement (FWA) yang menjadi terobosan besar dunia birokrasi agar lebih membasiskan diri pada kinerja atau hasil kerja dibandingkan presensi (secara fisik).
FWA benar-benar menjadi lompatan besar dunia PNS karena memungkinkan mereka untuk mengatur ulang pola manajemen waktu dalam kaitan dengan presensi. FWA memberikan kemungkinan bagi PNS untuk tetap menghasilkan output pekerjaan dalam rentang jam kerja efektif yang disesuaikan secara lentur (flexible).
Meskipun belum ditetapkan dalam regulasi, pada akhir 2019 telah ditetapkan sebagian kecil instansi pemerintah untuk melakukan uji coba atas konsep FWA ini. Namun berikutnya alam bersikap lain. Alih-alih menunggu kelanjutan dari uji coba FWA, pandemi covid 19 melanda tanah air dan mengubah hampir keseluruhan pola aktivitas masyarakat, termasuk prosedur kerja PNS pada instansi pemerintah.
Hal paling mencolok dari pandemi covid 19 pada dunia PNS salah satunya adalah pemberlakukan WFH. Sebagian besar pegawai bekerja di rumah dan sedikit saja yang harus datang ke tempat kerja. Dengan WFH ini, dihadirkanlah kebijakan baru yaitu tanda presensi yang cukup dilakukan secara online. Presensi (fisik di tempat kerja) mulai tampak benih keruntuhannya.
WFH yang membawa serta presensi online menjadi awal dari keruntuhan rezim presensi konservatif yang hanya terpaku pada kehadiran secara fisik. Alih-alih kebijakan FWA yang ditunggu untuk diberlakukan, pandemi covid 19 malah mengkondisikan kehadiran WFH yang jauh lebih "keras" menghantam singgasana kekuasaan rezim presensi dibandingkan FWA.
Masa depan manajemen birokrasi pemerintah kini sudah memperlemah urgensi dari presensi fisik dan memperkuat hasil kerja, output, dan kontribusi nyata. Dalam konteks berakhirnya rezim presensi fisik, quotes yang menyatakan bahwa "the best present is ypur presence" nampaknya harus ditafsirkan ulang karena artinya kini menjadi lebih luas dan tegas yaitu bahwa "persembahan terbaik yang anda berikan pada organisasi tempat anda bekerja adalah kehadiran dari output kinerja yang anda sajikan".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar