Senin, 07 Desember 2020

Menanti Suplay Mahasiswa Unggul

Tujuan pendidikan tinggi adalah mengembangkan potensi mahasiswa dan Pendidikan Tinggi memang diselenggarakan dengan memegang teguh prinsip pembelajaran yang berpusat pada Mahasiswa. Demikianlah cuplikan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang menjadi bukti tentang dominannya posisi mahasiswa dalam cita dasar pendidikan tinggi (selanjutnya disingkat PT). Sudah lumrah jika PT berharap kedatangan mahasiswa unggul ke kampusnya agar 'lebih mudah' menempuh cita dasar PT tersebut diatas. Lalu bagaimana caranya?

Pendidikan Tinggi adalah jenjang pendidikan terakhir pada jalur formal setelah pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Sederhananya, peserta didik di PT yang beristilahkan beda sendiri; mahasiswa, adalah produk dari siswa lulusan jenjang pendidikan sebelumnya. Done! terjawab sudah pertanyaan pokok kita. Dari mana mahasiswa unggul datang, dari hasil pendidikan menengah yang sebelumnya ditempuh oleh sang mahasiswa itu. 

As simple as that, mate? Nope. catatan ini, atau pertanyaan yang disampaikan di alinea pertama itu hendak mempertanyakan tentang seberapa apik kita menyusun rancang-bangun pendidikan pada setiap jenjangnya yang membuat kita pantas berharap jenjang sebelumnya menyelesaikan tugas dengan baik sehingga jenjang berikutnya "tidak terjerat oleh beban" yang belum selesai di jenjang sebelumnya.

Cetak biru pendidikan ini yang acapkali tidak lugas kita diskusikan sehingga hanya menghadirkan sekumpulan naskah akademik yang berbaris rapi di lemari kaca, belakang meja para pejabat. 

Jangan antipati terburu-buru, bukan para pejabat itu tidak peduli pada blueprint pendidikan, tetapi bisa jadi karena skema besar itu ditulis sedemikian akademis sampai njelimet untuk dipertemukan dengan rencana aksi yang lebih konkrit, terukur, dan terbaca awal-akhirnya.

Kembali ke masalah mahasiswa unggul sebagai suplay yang didamba seluruh PT. Bagaimana kita sebut itu dambaan jika pada jenjang pendidikan menengah tidak mempersiapkan atau membuka ruang bagi siswa pendidikan menengah agar bersiap menuju program studi yang ditawarkan oleh PT.

Sebut saja program studi hubungan internasional, sebuah program studi yang jelas-jelas menjadikan tema internasional sebagai core study. Lalu bagaimana jadinya jika mahasiswa yang bergabung kesana masih bermasalah dengan bahasa internasional?

Contoh lain, prodi tafsir al-Qur'an pada PT Islam. Bagaimana bisa materi pokok terkaji dengan baik jika mahasiswa yang diterima di prodi tersebut masih disibukan dengan kemampuan gramatika bahasa arab yang alakadarnya. 

Dari dua contoh itu saja, adalah mimpi di siang bolong jika PT mendambakan mahasiswa unggul tanpa memperhatikan kondisi pendidikan menengahnya yang tidak menggambarkan kesiapan peserta didik menuju jenjang PT. Lalu apakah kemudian arah diskusi kita menjadi PT harus membangun pendidikan menengah yang lulusannya kelak kompatibel dengan prodi yang dibuka di PT itu? Hahaha, ya tentu tidak begitu. Sekali lagi, mari kita beranjak ke posisi lebih tinggi untuk melihat serpihan masalah ini dalam satu gambar besar. Ya, gambar besar yang menyajikan pelbagai permasalahan secara utuh.

Dengan perspektif luas melihat gambar besar permasalahan suplay mahasiswa pada PT yang tidak meyakinkan itu, tampak jelas bahwa ada bolong besar pada grand design pendidikan kita; diskoneksi antar jenjang pendidikan, khususnya antara pendidikan tinggi dan pendidikan menengah.

Bagaimana memulai menyusun grand design yang tepat untuk menjadi solusi permasalahan ini? Next chapter kita diskusikan lebih dalam. Sampai disini, cukup disadari saja bahwa suplay mahasiswa unggul menjadi mimpi semata jika dilihat dari perspektif sempit. Butuh gambar besar, butuh solusi menyeluruh dari cetak biru pendidikan kita.

2nd day of my self quarantine

Tabik, 
WHS       

Tidak ada komentar:

Gaya Melampaui Fakta

Perlu dinyatakan terlebih dahulu bahwa catatan ini bukan tentang dogma agama tentang takdir yang sepenuhnya hak Tuhan Yang Maha Kuasa. Ini a...