Ditugaskan Mewakili
Catatan ini diarahkan kepada anda yang sering mendapatkan anugerah untuk "ditugaskan mewakili" pimpinan untuk menyampaikan presentasi terkait dengan sebuah topik yang bersumber dari tugas fungsi yang melekat pada unit kerja. "Ditugaskan mewakili" menjadi kalimat penting yang harus kami pertegas di bagian awal catatan ini sebagai basis pengingat tentang siapa yang berwenang dan berhak dan siapa yang mendapatkan "pendelegasian" kewenangan dan hak secara temporer untuk satu event tertentu.
Rujukan untuk memperjelas siapakah yang disebut dengan "ditugaskan mewakili" adalah Peraturan Menteri Keuangan yang setiap akhir tahun terbit dengan satu judul generik, yaitu "Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran....". Regulasi ini dengan jelas dan tegas menggariskan bahwa honorarium narasumber diberikan kepada:
- Menteri/Pejabat setingkat menteri/pejabat negara/yang disetarakan
- Pejabat Eselon I/yang disetarakan
- Pejabat Eselon II/yang disetarakan
- Pejabat Eselon III ke bawah/yang disetarakan
Silahkan ukur sendiri, anda berada di kategori yang mana? Jika anda termasuk ke kategori nomor 4 dan itupun pada titik tekan kata "ke bawah/yang disetarakan", maka anda jelas-jelas merupakan tipe yang "ditugaskan mewakili". Meskipun demikian, nomor 1, 2, dan 3 pun tetap berpeluang menjadi "ditugaskan mewakili" saat memang faktanya begitu.
Siapapun yang berstatuskan "ditugaskan mewakili", anda harus benar-benar menjunjung tinggi nilai dasar dan etika sebagai seseorang yang hanya sebatas "ditugaskan" dan membawa serta kredibilitas yang menugaskan karena anda pun "mewakili"-nya; mewakili nama baiknya, mewakili public image-nya, dan mewakili lain-lainnya.
Menjadi Narasumber
Kami ingin menyebut narasumber sebagai segelintir orang yang ditunggu oleh sekelompok orang. Dengan oposisi biner seperti ini semoga sudah terasa bahwa narasumber bukan sembarang orang. Lalu apa yang membuat sekelompok orang itu menunggu sang narasumber? Ya itu, ia adalah orang biasa (nara), tapi ia memiliki sesuatu yang menjadi sumber dari sikap berikutnya yang akan dilakukan oleh para pendengarnya.
Narasumber adalah sumber informasi yang dibutuhkan oleh sekelompok orang. Jadi pikir berkali-kali jika anda tidak yakin menjadi sumber informasi, bagaimana bisa jadi narasumber yang sesungguhnya.
Pemateri dan "Pemateri"
Jika nampaknya masih jauh peluang anda untuk dipercaya menjadi narasumber, ambil posisi pemateri. Tapi bukan "pemateri". Maksudnya, tanpa perlu menjadi narasumber, anda bisa menumpahruahkan hasil analisis anda bahkan gagasan penting anda dalam sepaket materi yang akan disampaikan oleh sang "narasumber" itu. Ehm, kira-kira sudah paham belum ya?
Begini, kebanyakan narasumber itu menjadi narasumber karena jenjang jabatannya alias kewenangannya. Tapi sangat sedikit diantara mereka yang benar-benar memahami letak masalah apalagi memiliki gagasan genuine terkait permasalahan tertentu. Akhirnya, posisi pentingnya tidak lagi berada pada sang "narasumber" tadi, tapi malah beralih pada materi yang disajikan. Nah, disinilah pemateri menjadi pemilik gagasan sesungguhnya. Saya kira sudah clear ya mana pemateri yang tidak pakai tanda kutip itu.
Nah, sekarang kita lihat sang "pemateri" yang bertanda kutip. Profil "pemateri" ini jelas banyak di para narasumber, meskipun tidak sedikit hinggap juga karakter itu di pemateri alias penyusun materinya. Ya, berharap sedikit wajarlah ya.
Barangkali karena anda yang mengkaji materi dan menyiapkan bahan presentasinya, anda sedikit berharap ada sekedar uang rokok dari sang narasumber untuk ganti ongkos begadang tadi malam. Cuma peluang pemateri menjadi "pemateri" sangat kecil. Bukan berharapnya yang kecil, tapi peluang terwujudnya harapan itu yang minim banget, hehehe...
Walhasil, "pemateri" merupakan wabah akut di para narasumber. Saking parahnya karakter "pemateri" ini, sampai sang narasumber tega bicara tentang Martapura padahal judul yang diminta tentang Jayapura. Ya, pura-pura tidak tahu kalau panitia kebingunan menjawab kekecewaan peserta yang ditumpahruahkan di Group Whatsapp peserta kegiatan.
The best time is after the time
Namun jangan ditutup juga bahwa ada keadaan dimana sang narasumber ternyata memang diposisikan bukan sebagai orang (nara) dari sumber yang ia namanya tertulis dalam undangan. Jelasnya, dalam undangan jelas tertulis menyampaikan materi tentang "Pembinaan Revolusi Mental", tapi saat materi disampaikan seluruh peserta acuh tak acuh dengan materinya.
Sesaat acara selesai, serombongan panitia dengan cepat tanggap menggiring sang narasumber ke ruang VVIP yang disana sudah ditunggu oleh pimpinan unit kerja yang mengundang sang narasumber itu dan diskusi di ruang terbatas itulah "forum sesungguhnya" berlangsung. Nah inilah yang dimaksud dengan bahwa the best time is after the time. Ini juga sering terjadi.
Dalam narasi itu, materi yang disampaikan narasumber menjadi tidak penting karena itu hanya sebagai pintu masuk atau alasan administratif yang membuatnya bisa hadir dan dapat dibayar honornya. Tapi yang diperlukan dari sang narasumber adalah kewenangannya untuk melakukan A dan tidak melakukan B. Materi A dan B ini yang hendak "didiskusikan" oleh sang pengundang.
Tidak perlu ada kesimpulan karena dari awal sampai akhir tulisan ini isinya kesimpulan semua. Kesimpulan dari pelbagai kejadian yang telah, sedang, dan potensial akan terus terjadi (itupun jika SBU mengizinkan)
4th day of my self quarantine
WHS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar