Rabu, 09 Desember 2020

Invasi Psikis Covid19

Covid19 jelas adalah penyakit fisik yang disebabkan oleh virus corona, tidak perlu kami perdalam hal ini karena para ahli dan yang berwenang sudah rinci menjelaskan hal ini. Namun berbagai informasi yang tersebar acapkali melansir hal terkait imunitas tubuh saat bicara tentang covid19. Imunitas tidak hanya tentang fisik saja, tapi variabel psikis pun sangat menentukan. Keinginan kuat kita untuk sembuh adalah obat penting selain prosedur medis. Nah, yang saya alami saat ini justru tentang betapa besar dan luasnya penetrasi psikis dari covid19 ini sampai mengalahkan aspek fisiknya.

Mengapa kami tulis "yang saya alami"? karena memang catatan ini benar-benar bercerita tentang saya saat ini yang berstatus sebagai orang yang pernah ada kontak langsung dengan pasien yang terkonfirmasi positif covid19 sehingga diwajibkan langkah-langkah tertentu, salah satunya isolasi mandiri. 

Saya mulai dengan kronologisnya. Terhitung sejak Minggu, 6 Desember 2020, saya sekeluarga (istri dan anak-anak kami) mulai menjalani isolasi mandiri. Langkah ini dilakukan karena sehari sebelumnya (Sabtu, 5 Desember 2020) kami mengunjungi keluarga yang ternyata dinyatakan positif covid19. 

Sesuai dengan protokol kesehatan era pandemi, kami menyimpulkan bahwa status kami menjadi pihak yang potensial (bukan pasti, sekali lagi sebatas berpotensi) terpapar covid19 karena ada kontak langsung dengan orang yang positif covid19. Kira-kira segamblang itu kami sampaikan penjelasan ke group media sosial tempat kami bertugas bahwa; 

saya pernah ada kontak langsung (bersentuhan/berjarak dekat) dengan pasien yang terkonfirmasi (secara medis) positif covid19 melalui swab test sehingga saya mohon izin untuk ber-WFH ria sampai 14 hari ke depan terhitung sejak kami memulai isolasi mandiri. 

Nah, tetapi kemudian perhatikan bagaimana respons dari teman-teman kami. Ada yang berucap "semoga lekas sembuh", "Lho kenapa bisa terpapar, pak?", dan lain sebagainya yang pada intinya adalah apakah salah tangkap atau memang tidak bisa membedakan mana yang positif dan mana yang potensial positif.

Berbagai respons ini kemudian mengganggu secara signifikan pada pikiran kami. Apa karena setiap orang yang pernah ada kontak dengan yang positif itu pasti positif? Ah mungkin ini cuma salah tangkap saja, iya saya maklumi itu tapi perhatikan baik-baik betapa kondisi saya waktu itu mulai nge-drop gegara berpikir macam-macam. 

Jangan-jangan memang benar saya (sudah pasti) positif covid19. Inilah, serangan pertama dan yang ditembak adalah psikis.

Benar bahwa sakit itu harus diobati, tetapi jangan lupa bahwa obat sakit itu tidak hanya sebatas obat medis atau herbal yang berbentuk fisik. Diminum, dioleskan, dihirup, atau apapun pola konsumsi lainnya yang pada intinya penetrasi pada tubuh secara fisik. Ada obat lain yang teramat penting untuk diabaikan yaitu psikis, kejiwaan, ketenangan hati, kebahagiaan, kebersamaan, dan dukungan. 

Kita sudah sering mendengar bahwa covid19 menyerang imunitas tubuh bahasa lainnya daya tahan tubuh. Don't forget my friend, imun atau daya tahan itu didalamnya mengasumsikan keterlibatan penuh mentalitas kita. Jika mental kita terus-terusan dihantui berbagai ketakutan dan kekhawatiran, kondisi fisik akan menggerus cepat merusak organ dan metabolisme tubuh.

Tentu, ini kami sampaikan dalam posisi pengalaman pribadi. Saya tidak hidup di dunia medis dan saya pun bukan psikolog. Saya hanya orang yang pernah diserang oleh pola komunikasi yang tidak tepat ketika berada dalam posisi sebagai orang yang berpotensi atau mungkin terpapar covid19 karena pernah kontak (dengan berbagai polanya) dengan orang yang terkonfirmasi positif covid19.

Tidak hanya soal cara kita berperang melawan covid19, tapi juga di berbagai pola hidup kita bermasyarakat bahkan pribadi, dukungan moril, apresiasi, dan empati yang mengarah pada kenyamanan psikis yang lain sangat penting diperhatikan plus hentikan menginvasi psikis diri sendiri dan orang lain, terutama yang rentan terpapar.

Jangan lupa bahagia dan membahagiakan yang lain adalah proteksi terkuat melawan gempuran covid19. Salam sehat.

WHS

Tidak ada komentar:

Gaya Melampaui Fakta

Perlu dinyatakan terlebih dahulu bahwa catatan ini bukan tentang dogma agama tentang takdir yang sepenuhnya hak Tuhan Yang Maha Kuasa. Ini a...