Ketika badan dalam kondisi fit, pikiran masih fresh, dan suasana hati pun sedang bergairah, tugas apapun yang diarahkan kepada kita dengan mudah dan sigap kita jawab; siap! Lalu apa jadinya saat anda diberikan tugas berat padahal anda masih dalam keadaan sangat letih, penat, dan sangat butuh istirahat total karena baru saja menyelesaikan tugas berat lainnya?
Sebelum kita melangkahkan menuju pokok pembahasan, kami tampilkan terlebih dahulu naskah yang menjadi sumber utama kajian saat ini.
Illustrasi dalam alinea pembuka di atas terinspirasi oleh catatan sejarah yang diabadikan dalam QS. Ali 'Imran Ayat 171 s.d. 174. Kami cantumkan redaksi dari empat ayat dimaksud, tetapi tidak kami cantumkan artinya agar pemahaman tidak terinterupsi penerjemahan.
Berikutnya, kita akan selami bersama makna yang terkandung dalam untaian ayat mulia ini dengan melihat kontekstualitas dari turunnya ayat tersebut (asbab al-nuzul) dan relasinya pada kondisi kemasyarakatan kekinian dan kedisinian.
Background QS Ali Imran 171 s.d. 174
Empat ayat ini secara umum berlatarkan sejarah pengerahan pasukan Rasulullah SAW ke sebuah kawasan yang disebut dengan Hamra al-Asad yang lokasinya lebih dari 12 KM dari Madinah menuju Mekkah. Peristiwa tersebut terjadi pada 16 Syawal Tahun 3 Hijriah, hanya terpaut 9 hari setelah peperangan besar di Gunung Uhud, yang dikenal dengan Perang Uhud (7 Syawal, Tahun 3 H).
Mari kita runut kronologi hostorisnya. Seusai perang uhud, Rasulullah SAW bersama seluruh pengikutnya kembali ke Madinah. Setibanya di Madinah, masyarakat Yahudi dan Munafik yang berdomisili di Madinah merasa senang karena mendengar kabar bahwa dalam perang uhud pasukan muslimin porak-poranda bahkan hampir dikalahkan dengan telak oleh masyarakat kafir Quraisy Mekkah. Namun, rasa senang masyarakat Yahudi dan Munafik ini mereka sembunyikan seraya menampilkan rasa iba atas banyaknya korban di pihak pasukan muslimin.
Serapat apapun disembunyikannya perasaan senang masyarakat Yahudi dan Munafik Madinah atas kondisi berat perang uhud bagi pasukan muslimin, akan tetapi Rasulullah SAW tetap dapat merasakan aura penghinaan, pelecehan, dan nyinyir dari mereka. Kondisi ini pun mulai berubah menjadi intimidasi psikis pada masyarakat muslim.
Memperhatikan kondisi ini, seketika Rasulullah memerintahkan Bilal bin Rabah untuk mengumumkan bahwa pasukan kafir Quraish Makkah harus dikejar dan pasukan yang akan melakukan pengejaran itu bukan pasukan baru, tapi pasukan yang baru saja kembali dari peperangan Uhud.
Bayangkan, dengan luka yang masih menganga di sekujur tubuh masih lah belum kering serta rasa kecewa yang masih mendera karena gagal menggenggam kemenangan yang sudah di ujung mata, lalu tiba-tiba diperintah untuk kembali ke medan perang. Seperti apa respons para sahabat Nabi?
QS Ali Imran 171 s.d. 174 itulah yang menjelaskan, betapa sahabat nabi merupakan pejuang tangguh yang berbekal komitmen luhur yang kuat.
Memahami QS Ali Imran 171 s.d. 174
Empat ayat ini menjelaskan betapa berbahagianya para sahabat Rasulullah, karena Allah SWT menjamin untuk tidak akan pernah menyia-nyiakan pahala bagi para sahabat yang tetap dengan semangat dan keyakinan hati memenuhi perintah Rasulullah SAW untuk melanjutkan peperangan meskipun dalam keadaan fisik dan psikis yang tidaklah prima.
Artikel lainnya:
Bahkan, sesaat setelah pasukan Rasulullah SAW bergerak, pihak Quraish Makkah tak henti melancarkan psywar dengan mengirimkan orang-orang khusus (buzzer) untuk menyebarkan berita bahwa pihak Quraish Makkah telah mengerahkan pasukan lebih besar dibandingkan yang dikerahkan saat perang uhud untuk menyerang dan mengepung Madinah.
Namun kira-kira apa respons para sahabat Nabi saat diintimidasi dengan psywar itu? Al-Qur'an menandaskan bahwa; alih-alih ketakutan dan khawatir karena semakin besarnya ancaman yang dialamatkan kepada para sahabat nabi, justru ancaman itu malah dijadikan argumen bagi para sahabat nabi untuk memperkuat kesetiaan, keimanan dan kepasrahan mereka akan kemahakuasaan Allah SWT sebagaimana tergambar dalam ucapannya:
"Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung". (QS Ali Imran: 173)
Memperhatikan sedemikian besar dan kuatnya komitmen perjuangan para sahabat nabi, maka ketakutan pun justru berbalik menghantam pihak Quraisy Mekkah. Pasukan yang semula perlahan bergerak menuju Madinah, tetiba langsung berhamburan, berlarian, dan serentak mundur menarik diri kembali ke Mekkah.
Demikianlah kesetiaan, keimanan, dan kepasrahan para sahabat Nabi untuk tegak berdiri memenuhi komitmen perjuangan disaat kondisi berat kemudian dibalas oleh Allah SWT dengan kemenangan peperangan sebelum peperangan itu terjadi. Rasulullah SAW bersama para sahabatnya hanya sampai ke kawasan Hamra al-Asad, lalu kemudian kembali ke Madinah dengan kebahagiaan luar biasa yang digambarkan dalam QS Ali Imran: 174 bahwa Rasulullah SAW bersama para sahabatnya tidak mendapat bencana apa-apa (baca: tidak jadi berperang), karena mereka telah terbukti menjalankan komitmen luhurnya untuk tetap mematuhi jalan perjuangan yang diridhai-NYA.
Pelajaran
Peristiwa Hamra al-Asad dicatat sebagai sejarah perang, meskipun tidak ada satupun pedang terhunus. Peristiwa Hamra al-Asad telah dengan sendirinya membangun definisi baru tentang perang. Sungguh peperangan terdahsyat yang dapat kita lihat dari Hamra al-Asad adalah peperangan besar melawan diri sendiri. Disaat komitmen perjuangan memanggil, tak ada kata lain tersisa kecuali SIAP meskipun dalam keadaan yang teramat berat dan tidak memungkinkan.
Peperangan terhebat saat itu adalah menghunuskan pedang kesetiaan pada jiwa yang coba berkhianat; memekikan teriakan semangat pada hati yang malas; dan mendekap erat perisai kepasrahan dan kepatuhan agar tidak terkena tebasan pedang pemberontakan.
Demikian pula halnya dengan kesetiaan pada komitmen kebenaran sebagaimana dikisahkan saat burung kecil yang menampung tetesan air di paruhnya yang teramat kecil untuk disiramkan ke kobaran api yang membakar Nabi Ibrahim AS. Burung itu paham betul bahwa tetesan air dari paruhnya tidak akan berdampak pada kobaran api besar yang dibuat oleh Namrudz, tapi keberpihakan pada komitmen perjuangan yang membuat burung itu tetap menjalani ikhtiarnya.
Kesetiaan pada komitmen perjuangan sungguh terbukti paling penting dibandingkan amunisi apapun saat kita berada di medan tempur perjuangan.
Tabik,WHS