31 Januari diyakini sebagai hari lahir Jam'iyyah (Organisasi) Nahdlatul Ulama. Jika dihitung dari tahun pendiriannya, 1926, maka NU pada tahun 2022 ini menginjak usia ke-96. Hanya terpaut 4 tahun saja, NU meninggalkan 100 tahun pertama menuju 100 tahun keduanya. Empat tahun sangatlah sebentar untuk mengakumulasikan energi menyambut 100 tahun kedua dengan pelbagai dinamika yang sangat berbeda dengan 100 tahun pertamanya. Menyambut 100 tahun kedua kiprah NU inilah catatan ini disajikan. Penulis akan menampilkan beberapa topik pokok yang saat ini menurut penulis menjadi penting bagi masa depan NU di era 100 Tahun keduanya.
Multiple Track
NU bukan hanya didirikan untuk menjadi manhaj al-diniyyah (cara beragama) dengan alur Ahl al-Sunnah Wa al-Jama'ah, tapi lebih dari itu. NU tidak hanya dibangun untuk kemaslahatan warganya di tanah air, tapi juga kedamaian warga dunia. Ringkasnya, NU tidak dapat terfokus atau tersedot energinya pada tema tertentu (single track) dan kehilangan perhatian pada tema lainnya. NU harus 100% memperhatikan keseluruhan tema yang dibutuhkan oleh masyarakat, jurusnya multiple track atau setiap track ditempuh dengan energi optimal.
[Artikel lainnya: NU dan Nahdhiyyin]
Multiple track tidak bermakna mengerjakan semua hal tetapi sekedarnya atau menggali area luas tapi dangkal, tidak. Multiple track adalah bekerja optimal untuk berbagai hal. Langkah pertama dan paling menentukan adalah memutuskan hal apa saja yang merupakan domain NU. Seluas apapun target domain yang akan diklaim sebagai garapan NU tetap saja harus terinventarisasi. Setiap list target tersebut harus terkoneksi satu sama lain sehingga mengerucut keseluruhannya pada prinsip dasar ber-NU.
Setelah domain garapan tergambar utuh, langkah kedua dalam multiple track dan sangat penting yaitu penetapan PIC yang diberikan kewenangan penuh pada batasan domain tertentu yang jelas dan terukur. Jangan berpikir penulis akan mencantumkan daftar nama, karena PIC-nya bukan person in charge tapi program in charge. Target visioner yang mana yang akan dicapai oleh program apa dan pada subkomponen apa.
Misalkan, percepatan pembangunan kemandirian pesantren. Ini merupakan kebijakan besar. Besar karena berefek besar, besar karena luas jangkauan dari kebijakan tersebut. Lalu apakah karena ini berobyekkan pesantren lalu dikelola oleh Rabithah Ma'ahid Islamiyyah (RMI) selaku Banon MU yang tugasnya menangani pesatren? Menurut penulis, tidak. Kemandirian pesantren dapat dan semestinya didekati dengan berbagai program dibawahnya, bukan terburu-buru menunjuk siapa atau unit mana pelaksananya.
Jika program dalam kebijakan kemandirian pesantren itu misalkan penguatan SDM pesantren pada kompetensi enterpreneurship, maka pengelolanya adalah Banom NU pada bidang ekonomi dan bisnis. Jika kemandirian pesantren itu ditopang oleh program pemberdayaan generasi muda, maka GP Ansor yang mengambil peran. Demikian seterusnya, setiap program yang menjadi turunan dari visi NU perlu didistribusikan pada unit organisasi di internal NU, bukan diserahkan pada person. Poin penting lainnya adalah bahwa visi besar NU kurang tepat jika dibebankan pada salah satu unit organisasi di dalam NU, karena unit tersebut hanya cukup mengelola di level program, bukan visi.
Demikian pola multiple track diderivasikan pada kebijakan lainnya yang berdaya jangkau luas karena berbasiskan visi, bukan program. Contoh lainnya, berpartisipasi aktif dalam perdamaian dan peradaban dunia. Visi seperti ini tidak mungkin menjadi domain khusus Bidang Kerjasama Luar Negeri PBNU, tapi perlu untuk didistribusikan pada setiap unit NU sesuai cakupan areanya masing-masing.
Multiple track akan menjadi energi yang mendorong seluruh piranti keorganisasian NU pada berbagai program yang berbasiskan visi yang utuh dan tersublimasi apik pada level program implementasinya.
Inward and Outward Looking Policy
Terma Inward/Outward Looking Policy yang semula merupakan kosakata dunia ekonomi, dalam konteks catatan ini penulis memaknai Inward Looking sebagai upaya untuk melakukan penataan internal organisasi berdasarkan kajian atas berbagai dinamika eksternal dan Outward Looking Policy dimaknai sebagai upaya ekspansif untuk mendorong potensi organisasi agar dapat menjadi solusi alternatif pada pelbagai masalah dan kebutuhan eksternal.
Inward looking mengkaji eksternal untuk menata internal, sedangkan outward looking mendorong potensi internal untuk berperan pada dinamika eksternal. Nampaknya, inward dan outward looking ini layak untuk dipertimbangkan menjadi pola keseimbangan yang menjaga ritme gerak NU di abad keduanya.
Contoh kasus pada konteks dunia kini saat ini yang bergerak cepat menuju skema transformasi digital. Berbagai aktivitas sederhana dalam kehidupan sosial kita mulai diintervensi sedemikian masif oleh prosedur digital. Mengemuka efek positif dari digitalisasi sosial ini, tapi pun menyeruak ombak negatif bersamanya. Dalam pola inward looking, NU perlu memahami dan melakukan kajian mendalam atas berbagai hal terkait transformasi digital ini. Perangkat keorganisasian NU sudah menyesuaikan diri dengan transformasi digital ini. Banyak yang sudah dilakukan oleh NU dalam beberapa tahun terakhir terkait dengan transformasi digital ini.
Penulis ingat ketika Gus Ulil Abshar-Abdalla diundang sebagai pembicara di La Trobe University Melbourne, ia menyatakan bahwa di dunia maya, para pendukung Islam moderat kalah telak baik jumlah maupun kualitas dari Islam radikal. Website yang dikelola organisasi Islam moderat kalah populer dibandingkan dengan yang dikelola oleh para pendukung Islam radikal. Masyarakat muslim secara umum seringkali merujuk pada akun media sosial yang dikelola oleh kalangan pro-khilafah saat mencari rujukan agama dalam masalah praktek beragama.
Sangat jelas dan tak terbantahkan apa yang disampaikan oleh Gus Ulil tersebut. Menurut penulis, kekalahan Islam moderat di dunia maya diakibatkan oleh ngototnya para pengelola website atau akun media sosial dari kalangan Islam moderat dengan identitas dirinya. Menampilkan nama organisasi, nama orang, dan sebutan aliran. Misalkan, nama websitenya langsung Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kabupaten mana, atau akun twitter atas nama kyai siapa, atau bahkan sebutan aliran, fiqh syafi'i dan seterusnya.
Dalam pandangan kami, kontestasi di dunia maya membutuhkan pemetaan utuh pada kondisi dan kebiasaan yang terjadi disana. Mayoritas pengguna internet adalah penganut agama kelas pemula, meskipun jenjang pendidikan formal dan profesinya sudah kelas menengah ke atas. Psikis pengguna internet seperti ini tidak tertarik pada penjelasan keagamaan yang sumbernya langsung terkotak pada faksi tertentu.
Bukan website NU itu salah atau tidak efektif, tapi yang mengaksesnya hanya yang menyukai dan yang membenci NU. Bagi yang tidak paham NU dan itu sangat banyak dan bagi yang tidak suka menyadari fakta perbedaan dalam berislam, website atau akun media sosial yang akan diikuti bahkan dijadikan rujukan dalam praktek keberagamaannya adalah website atau akun media sosial yang menampilkan latar tema umum, normatif, dan direct shoot pada kebutuhan praktis.
Website atau akun media sosial yang halaman mukanya berupa tema umum, normatif, dan direct shoot pada kebutuhan praktis misalkan "Konsultasi Syari'ah", "Umat Bertanya, Islam Menjawab", "Tafsir al-Qur'an", "Hidup Ala Nabi", dan seterusnya. Sajian depan seperti ini yang kemudian lebih menarik untuk di-klik oleh pengguna internet yang hendak mencari jawaban atas pertanyaannya seputar Islam. Pada basis inilah Islam Moderat masih kedodoran.
Tawaran solusi teknisnya, bukan kemudian para kyai menjadi youtuber, tapi bentuk tim kreatif yang bekerja secara profesional untuk menyajikan berbagai dawuh kyai dalam pelbagai permasalahan nyata di masyarakat yang kemudian disajikan dalam setup yang menarik. Jika sang kyai bicara dalam bahasa daerah, sajikan subtitlenya, itu sekedar contoh saja. Dengan demikian mutiara NU yang tersebar di pojok-pojok pesantren akan tersebar luas dan menguasai jagat maya di tangan kreator profesional yang dikelola oleh NU.
Kembali ke subtema inward dan outward looking, pola strategi menghadapi transformasi digital dalam konteks inward looking adalah melakukan check up total pada seluruh perangkat keorganisasian NU agar terjamin telah memiliki peta jalan yang berbasis pemahaman yang baik pada transformasi digital ini. Seluruh Badan Otonom NU harus bergerak secara masif ke ranah digital agar semua kebutuhan umat yang kini gandrung pada informasi digital dapat terpenuhi oleh setiap jejaring program NU.
Artikel lainnya:
Adapun pada konteks outward looking, NU harus terus-menerus mengikuti ritme sosial pada konteks nasional dan global agar berbagai potensi internalnya dapat dioptimalisir menjawa dinamika tersebut. Bahkan, pada gilirannya kemudian meng-create dinamika arah baru yang diharapkan menjadi trend setter bagi pola keberagamaan wasathiyah yang dikampanyekan NU.
Penulis menduga masih banyak piranti di internal NU yang masih belum diberikan treatment yang memadai sehingga masih berjarak lumayan jauh dengan dinamika eksternal (lokal, nasional, dan global).
Ikhtitam
Selesai sudah struktur PBNU dibentuk dan personalia dilantik. Selanjutnya, KH. Yahya Cholil Staquf, H. Saefullah Yusuf, dan timnya perlu menyempatkan waktu dan mengerahkan energinya untuk melakukan total check up pada setiap Badan Otonom NU satu persatu agar dapat menjadi effective bridger antara NU dan stakeholdersnya dengan visi yang ter-cascade apik dari syuriyah, tanfidziyah, sampai ke Banom.
Menurut penulis, kesadaran atas multiple track maupun kebutuhan pada inward dan outward looking, dapat menjadi komponen penting menopang kesiapan NU menyambut 100 tahun keduanya yang medan juangnya sudah melebar tidak hanya lokal, nasional, dan global, tapi juga mayapada dan mayantara.
Selamat berkhidmat kepada seluruh jajaran PBNU. Selamat hari Lahir Jam'iyyah Nahdlatul Ulama. Semoga kelak kita berbaris di belakang Hadhratus Syaikh Mbah Hasyim Asy'arie dan seluruh muassis dan masyayikh NU kelak di padang mahsyar, tahta liwai Rasulillah Shallalahu 'alayhi wa aalihi wa sallama.
Isyfa' lana Ya Rasulallah....
WHS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar