Rabu, 27 Oktober 2021

Team Work Fungsional (an imaginative stories)

Penyederhanaan birokrasi yang ditabuh Presiden Jokowi di awal periode kedua kepemimpinannya bukan soal jabatan administrasi dipangkas, tapi ternyata yang lebih ramai jadi perbincangan di kalangan ASN adalah tentang bagaimana pola kerja setelah kebanyakan para pejabat eselon III dan IV itu beralihstatus menjadi pejabat fungsional. Tema inilah yang akan kita diskusikan; pola kerja birokrasi pasca penyetaraan jabatan administrasi ke dalam jabatan fungsional efek dari penyederhanaan struktur organisasi.

Pasal 4 PermenPANRB Nomor 25 Tahun 2021 menguraikan bahwa penyederhanaan birokrasi dilaksanakan dalam 3 (tiga) skema; penyederhanaan struktur organisasi, penyetaraan jabatan administrasi ke dalam jabatan fungsional, dan penyesuaian sistem kerja. Jika diklasifikasikan, catatan ini tentang skema ketiga itu, yaitu penyesuaian sistem kerja.

Penyederhanaan struktur organisasi sudah diputuskan selesai pada 30 Juni 2021. Setiap jabatan administrasi (eselon III dan IV) yang disederhanakan atau lebih mudahnya dihapuskan maka pejabat yang duduk pada jabatan tersebut disetarakan ke dalam jabatan fungsional. Adapun penyetaraan jabatan administrasi ke dalam jabatan fungsional belum tuntas meskipun usulan sudah ditutup sejak 30 Juni 2021 juga. 

Menjelang tuntasnya proses penyetaraan jabatan, dunia ASN ramai mendiskusikan bagaimana caranya bekerja dalam status sebagai pejabat fungsional. Pertanyaan itu muncul bukan karena ketidakmengertian mereka tentang bagaimana pola kerja jabatan fungsional, tetapi lebih cenderung ketidakterimaan mereka terhadap tsunami penyederhanaan birokrasi ini. 

Penyederhanaan struktur organisasi sudah tidak perlu diperdebatkan lagi karena it's already done. Demikian pula dengan penyetaraan jabatan yang juga sudah di ujung keputusan yang sangat kecil peluang perubahannya. "Harapan" terakhirnya hanya tentang pola kerja. Anggaplah jabatan boleh hilang, status jabatan pun berubah, tapi jangan sampai kewenangan, privilages, prestise, dan ornamen lainnya yang selama ini disandang saat masih menjadi pejabat struktural pun ikut raib. Sisi ini yang coba dipertahankan.

Saran kami sesungguhnya singkat saja. Bangun dari tidurmu sahabatku, buka mata lebar-lebar, jernihkan hati dan pikiran, lihat zaman sudah berubah. Titik. Ini adalah era dimana jabatan ASN harus benar-benar berfungsi, ini era fungsionalisasi ASN, ini era pejabat fungsional memperlihatkan taringnya.

Pertama, bersatu. Segera buat klub fungsional. Setiap fungsional sejenis berkumpul. Entah melalui pertemuan rutin atau sekedar membuat Whatsapp Group. Mulailah diskusi dan berbagi informasi di ruang bersama itu karena sebesar apapun hambatan akan mudah jika dihadapi bersama dan sekecil apapun rintangan akan sangat mengganggu jika ditanggulangi sendirian.

Kedua, kenali dan perkenalkan. Apapun yang baru biasanya disikapi secara diametral. Jika cinta maka akan sangat obsesif, jika benci pun langsung antipati dan passif. Pun demikian dengan jabatan fungsional. Meskipun bukan hal baru, tapi selama ini jabatan fungsional itu berada diluar alias menjadi obyek, kini jadi subyek. Mudahnya, tidak sedikit pejabat administrasi dulunya itu memberikan saran dan nasehat pada para pejabat fungsional. Begini loh kalau berkarier di fungsional, begini nih caranya mengumpulkan angka kredit, dan seterusnya. Tetapi kini, tetiba semua saran dan nasehat itu menyerang balik pada dirinya. Bagian ini yang seru.

Menghadapi serangan balik seperti itu, jangan terus-terusan mempertahankan diri dalam zona nyaman. Tidak mau belajar dan anti memulai. Kenali apa jabatan fungsional yang sekarang disandang dan jika sudah mengenalinya 50%, perkenalkan jabatan fungsional itu pada yang lain. Loh bagaimana bisa baru kenal separuh sudah berani mengajari yang lain? Disinilai teori pendidikan perlu diketahui. Acapkali pengetahuan kita bertambah justru pada saat memerankan diri sebagai pendidik karena sesungguhnya pendidik yang baik adalah yang memposisikan diri sekaligus sebagai peserta didik.

Bagaimana cara mengenali jabatan fungsional yang kita sandang? Baca regulasinya, pelajari berbagai presentasi pihak yang berwenang terkait jabatan fungsional tersebut, perhatikan seksama posting di media sosial yang terkait dengan jabatan fungsional tersebut, dan yang paling penting adalah cari sisi yang paling anda sukai supaya perlahan cinta pada jabatan tersebut mulai bersemi.

Ketiga, distribusikan angka kredit. Setiap jabatan fungsional memiliki jenis kegiatan tertentu yang sangat spesifik yang terkategorikan sebagai butir kegiatan jabatan yang dapat dihargai dengan nilai angka kredit tertentu. Kalimat lainnya, jika seorang pejabat fungsional mengerjakan sesuatu diluar dari butir kegiatan jabatannya maka ia energi yang dikeluarkan untuk hal tersebut tidak mendapatkan reward secara karir fungsionalnya.

Namun bukan rahasia juga bahwa penempatan pejabat fungsional pada unit kerja tertentu membuat sebagian pejabat fungsional memiliki stok incaran kegiatan yang kompatibel dengan butir kegiatan jabatannya dan sebagian lagi justru kerepotan karena sulit mencari keterhubungan jabatan fungsionalnya dengan tugas yang tersedia pada unit kerjanya. Solusinya: berbagilah!

Job sharing pada konteks permasalahan tersebut harus diatur dengan distributing. Tanpa distribusi yang tepat maka akan teramat banyak pejabat fungsional yang terhambat karirnya gegara ketersediaan butir kegiatan jabatan yang sangat terbatas.

Keempat, koordinasi sentralistik. Distribusi boleh direncanakan dengan baik, tapi hasil distribusi itu agar terimplementasi dengan baik membutuhkan pola koordinasi yang tepat. Berhubung jabatan fungsional itu cakupan kerjanya sudah baku diatur dalam butir kegiatan jabatan  bahkan setiap jenjangnya acapkali berarsiran, maka distribusi tugas harus dikelola agar tidak menjadi ajang kompetisi tidak sehat.

Teknis koordinasi sentralistik itu kira-kira tergambar dalam illustrasi seperti ini:

  • Salah satu unit organisasi JPT Pratama ditunjuk sebagai unit pembina teknis untuk JF yang paling relefan tugas fungsinya. Misalnya, JF Pengembang Teknologi Pembelajaran dibina oleh Direktorat Pendidikan;
  • Unit pembina teknis membentuk pusat koordinasi pembinaan jabatan fungsional yang terdiri dari ketua, sekretaris, dan 3 divisi, misalnya: Divisi Distribusi Program, Divisi , dan Divisi 
  • Tugas tim pusat koordinasi adalah: mengupayakan pengalihan penyediaan layanan dan pelaksanaan kegiatan yang menjadi bagian dari butir kegiatan JF; menerima serta mendistribusikan berbagai permintaan penyediaan layanan dan pelaksanaan kegiatan kepada JF lintas unit; mendampingi JF dalam penyusunan DUPAK; mengoreksi dan memperbaiki DUPAK; memproses pengajuan dan penilaian DUPAK; dan melakukan akselerasi karir JF
  • Unit pembina teknis menyediakan ruang kerja khusus untuk tim pusat koordinasi agar tim tersebut dapat berfokus pada tugas besarnya melakukan pembinaan teknis secara langsung pada JF dalam binaannya.
  • Berbagai bentuk layanan lintas unit kerja yang tercantum sebagai butir kegiatan jabatan fungsional dikelola penyediaan dan pelaksanaannya oleh tim pusat koordinasi untuk didistribusikan kepada setiap JF dengan mempertimbangkan kompetensi, kualifikasi, kinerja, dan rencana pengembangan karir.  

Jika berbagati tahapan teknis tersebut terlaksana, rasanya masa depan JF akan cerah terlihat. Eits, tetiba saya terkaget-kaget karena ada teman ketuk pintu. Saya pun tersadar bahwa yang saya tulis ini cuma cerita imajiner tentang sesuatu yang sebetulnya mungkin terjadi tetapi sulitnya bukan main.   

Tabik
WHS

Tidak ada komentar:

Gaya Melampaui Fakta

Perlu dinyatakan terlebih dahulu bahwa catatan ini bukan tentang dogma agama tentang takdir yang sepenuhnya hak Tuhan Yang Maha Kuasa. Ini a...