Sabtu, 17 Juli 2021

Tahapan Penyederhanaan Birokrasi

"Investasi untuk penciptaan lapangan kerja harus diprioritaskan. Prosedur yang panjang harus dipotong. Birokrasi yang panjang harus kita pangkas. Eselonisasi harus disederhanakan. Eselon I, eselon II, eselon III, eselon IV, apa enggak kebanyakan? Saya akan minta untuk disederhanakan menjadi 2 level saja, diganti dengan jabatan fungsional yang menghargai keahlian, menghargai kompetensi". Demikian potongan transcript Pidato Presiden Jokowi pada tanggal 20 Oktober 2019 silam ketika beliau menjelaskan Penyederhanaan Birokrasi sebagai salah satu dari lima hal yang akan dilakukan dalam lima tahun periode kepemimpinan 2019-2024. Mari kita coba buat pemahaman atas penyederhanaan birokrasi yang lebih sederhana.

Presiden meminta dan memaksa birokrasi bertugas sebagai untuk memastikan delivered, yang bermakna menjamin agar manfaat program dirasakan oleh masyarakat, bukan hanya membuat dan melaksanakan kebijakan (sent), tetapi tugasnya itu membuat masyarakat menikmati pelayanan, menikmati pembangunan. Tugas birokrasi itu menjamin delivered, bukan hanya menjamin sent karena yang utama itu bukan prosesnya, tapi hasilnya.

Selanjutnya Presiden memberikan latar terlebih dahulu tentang bahwa saat ini Indonesia sedang berada di puncak bonus demografi, di mana penduduk usia produktif jauh lebih tinggi dibandingkan usia tidak produktif. Ini adalah tantangan besar dan sekaligus juga sebuah kesempatan besar. Ini menjadi masalah besar jika kita tidak mampu menyediakan lapangan kerja. Tapi akan menjadi kesempatan besar, peluang besar, jika kita mampu membangun SDM yang unggul yang didukung oleh ekosistem politik yang kondusif dan didukung oleh ekosistem ekonomi yang kondusif.

Oleh karena itu, Presiden menegaskan bahwa dalam lima tahun ke depan akan melaksanakan lima hal, yaitu: pembangunan SDM, pembangunan infrastruktur, simplifikasi regulasi, penyederhanaan birokrasi, dan transformasi ekonomi.

Khusus untuk penyederhanaan birokrasi, implementasi kebijakannya pada masa awal masih terfragmentasi ke berbagai pemahaman yang beragam dari  berbagai pihak. Namun sejak terbit Peraturan Menteri PANRB Nomor 17 dan 25 Tahun 2021 yang diberlakukan sejak Mei 2021, penyederhanaan birokrasi sudah menjadi kebijakan utuh yang jelas terlihat pangkal dan ujungnya.

Penyederhanaan birokrasi terbangun dalam 3 skema besar, yaitu: penyederhanaan struktur organisasi, penyetaraan jabatan administrasi ke dalam jabatan fungsional, dan terakhir penyesuaian sistem kerja. Ketiga skema tersebut diimplementasikan secara berurutan.

Struktur organisasinya disederhanakan, pejabat administrasinya disetarakan ke jabatan fungsional, dan sistem kerjanya disesuaikan. Demikian konsep utuh penyederhanaan birokrasi

Penyederhanaan Struktur Organisasi

Jabatan dalam ASN terdapat 3 jenis; Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT), Jabatan Administrasi (JA), dan Jabatan Fungsional (JF). Untuk konteks penyederhanaan birokrasi, jenis jabatan yang hendak disederhanakan adalah jabatan administrasi, yaitu: administrator/eselon III, pengawas/eselon IV, dan Pelaksana/eselon V. Catatan khusus pelaksana, kebijakan penyederhanaan birokrasi tidak diberlakukan pada jabatan pelaksana non eselon V atau yang dulu dikenal dengan Jabatan Fungsional Umum (JFU).

Pada tahap pertama penyederhanaan birokrasi dilakukan penyederhanaan struktur organisasi. Perlu tegas dipahami pada bagian ini, bahwa yang disederhanakan itu struktur organisasi atau jabatan, bukan pegawainya bukan pejabatnya.

Dengan demikian, ukuran-ukuran yang digunakan pun terfokus pada norma jabatan, bukan identifikasi pejabatnya. Kriteria yang digunakan untuk menyederhanakan dan/atau mempertahankan jabatan administrasi tercantum jelas dalam Peraturan Menteri PANRB Nomor 25 Tahun 2021 pasal 8, 9, dan 10.

Penyetaraan Jabatan

Salah satu hasil dari penyederhanaan struktur organisasi adalah adanya beberapa jabatan administrasi tertentu yang disederhanakan yang more and less maknanya sama dengan dihapuskan atau dipangkas. Ketika sebuah jabatan administrasi disederhanakan, dihapus, atau dipangkas, lalu bagaimana dengan pegawai atau SDM yang sedang duduk dalam jabatan tersebut? tahap kedua ini adalah jawabannya, yaitu:

"pejabat yang diusulkan dalam Penyetaraan Jabatan merupakan Pejabat Administrasi yang pada saat penyederhanaan struktur organisasi duduk dalam jabatan yang terdampak penyederhanaan struktur organisasi"

Dengan demikian, logika pertama yang harus dipahami dalam tahap kedua dari penyederhanaan birokrasi ini adalah bahwa penyetaraan jabatan diberlakukan bagi pejabat yang jabatan administrasinya disederhanakan, dihapus, atau dipangkas pada tahapan pertama, yaitu penyederhaaan struktur organisasi.

Pada tahap kedua ini, kebijakan penyederhanaan birokrasi mulai menyentuh entitas pejabat, tidak hanya sekedar jabatan. Penyetaraan jabatan sebagai tema utama tahap dua ini memaksakan keterhubungan antara jabatan dengan pejabatnya. Dengan sendirinya, jika penempatan pejabat belum sesuai dengan kompetensi, latar belakang SDM, riwayat jabatan sebelumnya, dan lain sebagainya, maka pada tahapan penyetaraan jabatan ini akan tampak terlihat.

Disebut "memaksakan" karena kebijakan penyetaraan jabatan disini adalah mengubah pelaksanaan tugas fungsi tertentu yang semula dilaksanakan oleh jenis jabatan administrasi menjadi jabatan fungsional. Artinya, jabatan fungsional yang menjadi tujuan penyetaraan harus sedapat mungkin identik, sama, serumpun, dan memiliki butir kegiatan jabatan yang berkorespondensi atau kompatibel dengan tugas fungsi jabatan administrasi.

Walhasil, jika pejabat yang dulu dilantik dalam jabatan administrasi yang tidak berkesesuaian kompetensi, latar belakang, riwayat jabatannya dan lain sebagainya itu, maka pejabat tersebut akan 'kerepotan' untuk disetarakan ke dalam jabatan fungsional karena peran JF lebih dominan kompetensi teknis, dibandingkan dengan manajerial.

Sepertinya, kegaduhan penyederhanaan birokrasi akan terakumulasi pada tahap penyetaraan jabatan ini karena sudah bicara lebih dalam tentang personal pegawai dengan berbagai problematikanya.

Adalah Peraturan Menteri PANRB Nomor 17 Tahun 2021 yang memilih kata penyetaraan jabatan, bukan pengalihan atau perubahan. Sehingga redaksi lengkap dari kebijakan tersebut adalah menyetarakan jabatan administrasi ke dalam jabatan fungsional. Dipilih diksi "penyetaraan" karena tahapan ini setiap pejabat administrasi yang terkena penyederhanaan struktur organisasi akan langsung disetarakan ke dalam jabatan fungsional sesuai dengan jenjangnya.

Pejabat Administrator disetarakan menjadi JF Ahli Madya, Pengawas menjadi JF Ahli Muda, dan Pelaksana menjadi JF Ahli Pertama. Seperti apapun kondisi kompetensi pejabat administrasi, ia akan disetarakan pada JF yang sesuai jenjang jabatan administrasinya.

Penyesuaian Sistem Kerja

Mengakhiri kebijakan penyederhanaan birokrasi, akan dilakukan penyesuaian sistem kerja. Tahap terakhir ini difokuskan pada upaya pembenahan tata kerja struktur organisasi pasca penyederhanaan struktur organisasi dan penyetaraan jabatan. Ringkasnya, ketika konfigurasi jabatan dan pejabat mengalami perubahan, otomatis sistem kerja pun harus disesuaikan dengan konfigurasi baru. Catatannya, sistem kerja dimaksud akan disesesuaikan dengan kebijakan umum tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE).

Pada tahap inilah akan dilakukan berbagai proyek besar penyusunan dan penghitungan ulang  berbagai dokumen keorganisasian. Penyusunan ulang SOP, Peta Proses Bisnis, Uraian Jabatan, Informasi Faktor Jabatan, dan Peta Jabatan. Juga akan dilakukan penghitungan ulang beban kerja dan evaluasi jabatan. Bedanya, perlu meng-insert pola-pola SPBE.

Lalu seberapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tahap 1, 2, dan 3 tersebut diatas? Tidak perlu menjadi pikiran, karena mesin birokrasi tetap harus bekerja meskipun under maintenance. Catatan ini disampaikan hanya untuk memperlihatkan skema utuh penyederhanaan birokrasi yang sedang dipaksa berubah. Mengapa dipaksa, karena policy makers nampaknya menilai kalau perubahan perlahan sudah dilakukan tapi tidak berefek signifikan sehingga perlu perubahan besar dan menyeluruh. This is the time.

Tidak ada skema akhir dalam organisasi, ketika masanya tiba perubahan pada pengguna layanan birokrasi, dalam hal ini masyarakat, maka organisasi pun akan atau harus mengubah kembali konfigurasinya guna menjaga daya saingnya.

Tabik, WHS.

Photo tidak ada hubungannya dengan tema tulisan, sebagaimana persahabatan kami dengan Almarhum Haji Ahmad Suryawan yang tidak perlu ada hubungan lain kecuali saudara yang saling mendo'akan. Pongi Ji.... i'll recite QS Kahfi for you, hope you happy.

Tidak ada komentar:

Gaya Melampaui Fakta

Perlu dinyatakan terlebih dahulu bahwa catatan ini bukan tentang dogma agama tentang takdir yang sepenuhnya hak Tuhan Yang Maha Kuasa. Ini a...