Senin, 14 September 2020

Menilai Orang Lain

Jabatan selalu diidam-idamkan oleh banyak orang, ternyata bukan karena pundi uang yang bisa terkumpul lebih banyak, tetapi karena dengan jabatan seseorang memiliki kewenangan menilai orang lain. Kewenangan yang seperti ini begitu megah terlihat karena boleh dikata hampir mendekati haknya Al-Hakim; Allah SWT, Tuhan Yang Maha Adil. Bagaimanakah lika-liku menilai orang lain itu?

Dalam berbagai organisasi, selalu ada sub unit khusus yang menangani personalia. Terkadang disebut kepegawaian, ketenagaan, atau sumber daya manusia (SDM). Dengan muatan nilai yang lebih nendang, bagian ini ada juga yang menamakannya Human Resources Development (HRD).

Penamaan desk organisasi tentu bukan gaya-gayaan. Di dalamnya menyimpan cita-cita dan harapan yang digali dari visi dan diterjemahkan dari misi organisasi. Unit khusus yang bertugas menilai orang lain.

Era ASN (UU Nomor 5 Tahun 2014) menjadi penanda paling monumental tentang hadirnya pola seleksi terbuka pada pengisian jabatan dengan memperhatikan syarat kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan latihan, rekam jejak jabatan, integritas, dan penilaian uji kompetensi melalui pusat penilaian (assesment center) atau metode penilaian lainnya. Demikian pasal 110 ayat 5 menjelaskan.

[Artikel lainnya: Era Baru Manajemen Kepegawaian]

Prosedur pengisian jabatan yang diatur sedemikian rupa tersebut adalah illustrasi dari skema menilai orang lain versi manajemen birokrasi pemerintah. Jika diperhatikan dengan seksama, titik tekan yang dikedepankan adalah pada hal-hal yang harus diperhatikan untuk keperluan pengisian jabatan, bukan bagaimana caranya. 

[Artikel terkait: Open Promotion pada Jabatan]

Kita perdalam sedikit. Penilaian terhadap orang lain dalam konteks pengisian jabatan harus mendasarkan diri pada pemenuhan berbagai kriteria, yaitu: syarat kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan latihan, rekam jejak jabatan, integritas, dan penilaian uji kompetensi atau metode penilaian lainnya. Terkhusus untuk penilaian uji kompetensi disebutkan melalui  pusat penilaian (assesment center).

Pertajam perhatian kita pada bagian akhirnya, "Penilaian Uji Kompetensi melalui pusat penilaian (assesment center) atau metode penilaian lainnya." Artinya, selain melakukan penilaian uji kompetensi, pengisian jabatan pun dapat menggunakan metode penilaian yang bukan penilaian uji kompetensi.

[Artikel sejenis: Inilah Hasil Asesmen Kompetensi]

Target yang dituju dalam catatan ini bukan mengkaji metode apakah selain metode penilaian uji kompetensi dalam hal pengisian jabatan, bukan itu fokusnya. Tapi yang menjadi catatan tebal yang hendak kami pertegas adalah bahwa kita harus selalu kembali ke dasar dari diskusi panjang ini; apa yang hendak dicapai oleh cara kita menilai orang lain termasuk dalam konteks pengisian jabatan. 

Habiskan energi kita untuk fokus pada tujuan yang hendak dicapai, bukan ribut memperdebatkan tentang bagaimana cara, prosedur, mekanisme, atau metode agar tiba di tujuan tersebut.

Mari benar-benar kita kembali ke awal sekali dari UU ASN yang salah satu ayatnya baru saja kita kuliti. Terdapat 3 (tiga) pertimbangan mengapa UU ASN ini diperlukan.

Pertama, perlu dibangun aparatur sipil negara yang memiliki integritas, profesional, netral dan bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan peran sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa.

Menilai orang lain dalam konteks pengisian jabatan (atau konteks lainnya) sedapat mungkin didedikasikan untuk mencari individu yang berintegritas kuat, memahami tugasnya (profesional), berfokus pada pelayanan masyarakat (netral dan bebas dari intervensi politik), bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan peran sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa.

Kedua, pelaksanaan manajemen aparatur sipil negara dinilai masih belum berdasarkan pada perbandingan antara kompetensi dan kualifikasi yang diperlukan oleh jabatan dengan kompetensi dan kualifikasi yang dimiliki calon dalam rekrutmen, pengangkatan, penempatan, dan promosi pada jabatan.

Menilai orang lain dalam judul pengisian jabatan disinyalir masih berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan yang justru tidak mendukung keberhasilan capaian kinerja organisasi. Kehadiran UU ASN ini hendak mengakhir praktik-praktik yang melemahkan kompetensi dan kualifikasi dengan mengintruksikan agar penilaian terhadap orang lain itu didasarkan pada tingkat kesesuaian kompetensi dan kualifikasi seseorang dengan standar kompetensi dan kualifikasi yang dituntut oleh jabatan yang hendak didudukinya.   

Ketiga, perlu ditetapkan aparatur sipil negara sebagai profesi yang memiliki kewajiban mengelola dan mengembangkan dirinya dan wajib mempertanggungjawabkan kinerjanya dan menerapkan prinsip merit dalam pelaksanaan manajemen aparatur sipil negara.

Instansi pemerintah tentu berkepentingan untuk memenuhi kebutuhan layanan masyarakat dengan berbagai dinamikanya. SDM di internal birokrasi diwajibkan untuk dapat terus meningkatkan kapasitas dirinya secara mandiri dengan memperlakukan tugasnya selaku ASN dijadikan sebagai profesi.

Jadi sekali lagi, jangan sibuk mengkampanyekan metode yang hendak digunakan, tapi teruslah berinstrospeksi diri melakukan evaluasi mendalam apakah tujuan kehadiran UU ASN itu sudah terpenuhi atau belum. 

Tabik,

WHS 

Gaya Melampaui Fakta

Perlu dinyatakan terlebih dahulu bahwa catatan ini bukan tentang dogma agama tentang takdir yang sepenuhnya hak Tuhan Yang Maha Kuasa. Ini a...