Senin, 07 September 2020

Signifikansi Menilai Signifikan

Sikap kita tentang sesuatu bermula dari penilaian kita tentang sesuatu itu. Logika sederhana ini berlaku umum dan dapat diterapkan dalam berbagai konteks yang beragam. Hanya agar tidak meluber kemana-mana, catatan ini akan menjadikan relasi pengelolaan SDM dan penataan organisasi sebagai illustrasi dari penerapan logika tentang signifikansi penilaian signifikan sebagaimana diulas di awal diskusi ini.
Sengaja kami memilih kata "signifikan" dibandingkan kata "penting" guna memberikan pemahaman lebih tegas tentang makna kata tersebut dalam kajian ringkas ini. Pengertian dari kata significant, yang sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi signifikan, adalah sufficiently great or important to be worthy of attention atau sesuatu yang besar atau penting sehingga layak untuk diperhatikan. 
Semakin besar tingkat signifikansi dari sesuatu maka semakin tinggi pula tingkat kelayakannya untuk mendapatkan perhatian. Dengan ukuran seperti ini, maka signifikansi bukan berada pada level basa-basi, tapi sudah action dari mulai perencanaan, keputusan, pelaksanaan, sampai ke hasil akhir.
Dalam konteks dunia kerja, tidak ada institusi, organisasi, ataupun perkantoran yang tidak membutuhkan SDM yang unggul dan organisasi yang efektif. Namun, entah karena saking membutuhkannya atau bagaimana, tetapi kemudian muncul anggapan bahwa pengelolaan SDM dan penataan organisasi itu inheren atau melekat pada seluruh proses bisnis dan prosedur kerja yang ada dalam institusi, organisasi, ataupun perkantoran tersebut. 
Pernyataan itu seolah menjanjikan dan menjamin perhatian besar pada aspek SDM dan organisasi, ternyata tidak. Justru dengan pernyataan itu justru dengan sengaja 'menyingkirkan' aspek SDM dan organisasi dari program utama institusi. 
Alih-alih menjadikan pengelolaan SDM dan penataan organisasi sebagai program yang ditangani secara khusus dan berdiri sendiri, justru menyebut "inheren dan melekat", dua program tersebut menjadi blur, abu-abu, tidak jelas, dan ujungnya insignificant.
Kembali ke mindset signifikansi penilaian signifikan. Kita sama-sama melihat di berbagai bentuknya, pola pandang meremehkan sesuatu itu menjadi sangat berbahaya pada institusi tempat kita beraktivitas. 
Namun perlu juga kita sama-sama sadari bahwa penilaian tentang signifikansi sesuatu itu pun terpola dalam hierarki yang dihasilkan dari perspektif tentang siapa yang berwenang dalam perumusan kebijakan dan siapa yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan kebijakan. Kita akan bahas hal ini di catatan lainnya.
Walhasil, kami kembali ingatkan; berhati-hatilah saat anda memilih dan memilah tentang signifikansi sesuatu. Jika efek dari sesuatu itu berskala makro, sebaiknya dinilai signifikan. Namun jika hanya sekedar menghadiri kegiatan, menyampaikan sambutan, membuka acara, menjadi narasumber, yang kesemuanya itu hanya dihadapan internal scuad-nya sendiri, alangkah lebih tepatnya jika cukup didisposisikan ke hierarki yang lebih tepat melaksanakannya.
Di akhir catatan ini, kami teringat ujaran Guru Bangsa, KH Abdurrahman Wahid, Gus Dur yang menyatakan bahwa bedanya orang pintar dan bodoh itu dengan mudah terlihat saat ia menetapkan skala prioritas. Dengan kalimat lain, kepintaran dan kebodohan kita terlihat saat kita menilai mana yang significant dan insignificant
Selamat ulang tahun, guru ku. In memoriam Gus Dur, 7 September 1940 ( 4 Sya’ban 1359 H) - 30 Desember 2009 (13 Muharram 1431 H).
 

Tidak ada komentar:

Gaya Melampaui Fakta

Perlu dinyatakan terlebih dahulu bahwa catatan ini bukan tentang dogma agama tentang takdir yang sepenuhnya hak Tuhan Yang Maha Kuasa. Ini a...