Jumat, 10 Agustus 2018

Bahayanya Cahaya Ilmu

Tidak sulit untuk memahami pernyataan "ilmu adalah cahaya", karena sudah mafhum bahwa ilmu akan menjadi penerang hidup kita. Dengan bekal pengetahuan, kita tidak akan tersesat, salah jalan, ditipu, diperdaya, atau terjebak pada kegelapan. Ilmu akan menunjukan kita kemana jalan terbaik. Tulisan ini justru hendak mencurigai sisi negatif dari sifat ilmu yang mencahayai pemiliknya itu. Seperti apa memahami sisi bahaya dari cahaya ilmu? Have a read....

Karakter Dasar Cahaya

Dengan logika yang tidak terlalu njelimet, namanya cahaya itu memiliki satu karakter dasar yang terkadang dilupakan, yaitu menembus sekecil apapun celah yang terbuka. Kalau cahaya itu menyinari, membuat yang tidak terlihat jadi kelihatan, bahkan menghangatkan disaat dingin, rasanya itu biasa dan lumrah dimengerti. 

Tapi cahaya yang punya berkarakterkan unstopable, tidak bisa dibendung oleh penghalang yang rapuh, tipis, atau bercelah meskipun sesempit pori-pori, itu baru sifat cahaya yang lupa dipahami.

Karakter cahaya yang mudah menembus itulah yang menarik untuk disorot dalam kaitannya dengan memahami ulang makna "Ilmu itu Cahaya". Dengan logika sederhana ini, kita mulai memahami ada bahaya dibalik pesan yang sudah sejak jaman baheula kita dengar tentang karakter cahaya yang ada pada ilmu.

[baca juga: Sempurna itu Membahayakan]

Bahaya Ilmu

Dengan karakter yang bisa menembus batas seperti cahaya, maka demikian pula ilmu. Seiring dengan tingkat akumulasi ilmu yang dimiliki oleh seseorang, maka demikian pula karakter tembus batas pun semakin akumulatif.

Seorang yang berilmu akan selalu terpanggil untuk menyampaikan ilmunya, iya benar. Sampai di level itu, karakter tembus batasnya ilmu masih terasa nyaman dan on the right track. 

Namun pada saat yang bersamaan, semilir keangkuhan pun meniup halus menembus dinding ilmu. Sang pemilik ilmu, sangat rentan dijangkiti penyakit sombong, merasa paling benar, menyalahkan yang lain, dan meremehkan masalah. 

Sahabatku yang baik, saat ilmu kemudian menduduki singgasana dalam diri sang pemiliknya, saat itu pula ilmu yang tadinya cahaya yang menerangi tiba-tiba berubah menjadi sinar radiasi yang mematikan hati. 

[baca juga: Wajib-shalat-diluar-waktunya]

Walhasil, bukan kemudian larangan menyembunyikan ilmu itu menjadi benar, tetapi tetap terus menjaga hati saat ucapannya didengar pun wajib dilakukan. Bukan kemudian menggali pengetahuan menjadi keliru, tapi hati-hati jangan sampai ilmu membuat kita menggali kubangan untuk mengubur akhlak bahwa bersikap benar itu harus tetapi merasa paling benar itu bahaya.

Demikian, bahaya yang terkandung dalam adagium ilmu itu cahaya.

Tabik,
WHS

Gaya Melampaui Fakta

Perlu dinyatakan terlebih dahulu bahwa catatan ini bukan tentang dogma agama tentang takdir yang sepenuhnya hak Tuhan Yang Maha Kuasa. Ini a...