Minggu, 07 Maret 2021

Mengapa Uraian Tugas Harus Cascade?

Uraian jabatan (selanjutnya disingkat UJ) adalah dokumen yang menjelaskan secara lengkap dan utuh tentang sebuah jabatan. Dokumen UJ dihasilkan dari sebuah proses yang dikenal dengan istilah Analisis Jabatan (Anjab). Salah satu fungsi Anjab adalah memastikan agar item uraian tugas (selanjutnya disingkat UT), yang merupakan bagian dari dokumen UJ, tersusun secara cascade. Mengapa uraian tugas harus terpola secara cascade, bagaimana jika tidak

Uraian Tugas dan Uraian Kegiatan

Sementara kita kembali ulang terlebih dulu tentang UT. Dalam dokumen UJ, belasan item tercantum untuk menguraikan secara lengkap dan utuh tentang sebuah jabatan. Namun item yang paling penting dan menentukan item lainnya adalah UT. 

Setiap jabatan memiliki ikhtisar tugasnya. Untuk jabatan yang relatif pada jenjang yang lebih tinggi bahkan memiliki fungsi, selain tugas. UT adalah mode rinci dari tugas dan fungsi jabatan. Dalam versi tertentu, UT dirinci lagi menjadi uraian kegiatan (UK). Dengan bahasa lain, sekumpulan uraian kegiatan merupakan UT. Dengan merumuskan uraian kegiatan, maka alur dari sebuah UT menjadi terjaga dan konsisten.

Uraian Tugas dan Jenjang Jabatan

Masih belum ke soal cascading uraian tugas, kita terlebih dahulu perlu memahami hubungan UT dengan jenjang jabatan. Jenjang jabatan dapat dibahasakan dengan istilah tertentu, namun yang pasti adalah bahwa jenjang jabatan menggambarkan salah satunya adalah kewenangan. Jabatan yang jenjangnya lebih tinggi memiliki kewenangan lebih besar dan luas dibandingkan jenjang dibawahnya. 

Kewenangan setiap jenjang jabatan diatur oleh regulasi, bukan oleh perkiraan atau keinginan. Regulasi pada setiap obyek kegiatan tertentu menetapkan jenjang jabatan apa yang memiliki kewenangan apa. Perubahan obyek akan membuat kewengan pun berubah. 

Jenjang jabatan yang rendah akan memiliki kewengan melakukan hal tertentu dalam area tugasnya sedangkan jenjang jabatan yang tinggi justru tidak memiliki kewengan dalam tugas tersebut karena diluar area tugasnya.

Contoh, Kepala Subbagian Bidang Organisasi di sebuah unit kerja berwenang melakukan analisis tentang rancangan perubahan organisasi, sedangkan seorang Kepala Bagian Keuangan (meskipun jenjangnya lebih tinggi) justru tidak berwenang mengoreksi rancangan perubahan organisasi.

Dengan pemahaman ini maka kewenangan tidak selalu apple to apple dengan jenjang jabatan karena diantara kewenangan dan jenjang jabatan terdapat arsiran tegas yaitu tugas dan fungsi. Jenjang jabatan yang lebih tinggi tidak berkutik ketika berhadapan dengan jenjang jabatan yang lebih rendah ketika terkait dengan obyek kerja yang bukan merupakan area tugasnya. Logikanya kemudian, jika jenjang jabatan yang lebih tinggi itu berada dalam area tugas yang sama dengan jenjang jabatan yang dibawahnya maka ia berwenang menjadi tahapan berikutnya dari UT jabatan yang berada dibawahnya. 

Jika UJ disusun untuk jabatan yang diatur dalam regulasi tentang organisasi dan tata kerja (Ortaker), maka dalam regulasi tersebut TUSI Jabatan akan dijelaskan secara ringkas dan normatif. Memang sudah demikian sifat dan norma sebuah regulasi.

Gegara ringkas dan normatif penjelasan TUSI Jabatan dalam dokumen Ortaker, maka jika tidak disusun mode rincinya akan menimbulkan mis-interpretasi, bahkan ketidakkompakan tim kerja akibat dari tidak jelasnya batasan pekerjaan atau distribusi tugas. Karena itulah kemudian, Item uraian tugas dalam dokumen UJ menjadi sangat penting.

Lalu mengapa uraian tugas harus terpola secara cascade? untuk mengurai jawaban atas pertanyaan tersebut, kita gali terlebih dahulu apa itu cascade sehingga kita bisa paham mengapa istilah cascade yang dipilih untuk menjelaskan pola penyusunan uraian tugas dalam dokumen UJ.

Cascading

Kata cascade dalam makna dasarnya (bahasa inggris) adalah a small waterfall, air terjun kecil. Uraian tugas (UT) ketika disusun secara cascade sederhananya adalah uraian tugas disusun dari atas (top down) atau jenjang jabatan tertinggi terus diturunkan ke jabatan dibawahnya secara berjenjang tanpa ada yang terlompati.

Terdapat beberapa pelajaran yang perlu dicatat ketika prinsip cascading digunakan dalam penyusunan UT, yaitu:

Pertama, tugas jabatan dalam sebuah organisasi dimulai dari jenjang jabatan tertinggi. Dengan demikian, siapapun yang menduduki jenjang jabatan tertinggi itu diasumsikan memiliki kadar kompetensi manajerial dan teknis pengetahuan melebihi yang lainnya.

Keunggulan kompetensi pimpinan tertinggi organisasi itu menjadi niscaya karena UT dari jabatan yang diembannya merupakan persentuhan pertamakalinya antara UT dengan visi organisasi. Berbeda dengan UT dibawahnya yang hanya menyentuh pada UT dari jabatan yang diatasnya. Dengan perspektif lain, UT dari pimpinan organisasi tiada lain merupakan tafsir paling valid atas makna yang terkandung dalam visi organisasi.

Kedua, setiap UT terhubung secara connected, bukan interconnected. Tidak ada UT sebuah jabatan yang tidak bersumber pada UT dari jabatan diatasnya dan tidak dirinci oleh UT dari jabatan dibawahnya. 

Hubungan yang connected maksudnya adalah hubungan yang selesai di jenjang sebelumnya dan dimulai proses lanjutan oleh jenjang berikutnya. Misalnya, jika jabatan X mengerjakan 1, 2, dan 3, maka jabatan Y sebagai kelanjutannya mengerjakan 4, 5, dan seterusnya. Tidak interconnected maksudnya, tidak ada pekerjaan nomor 3 yang dikerjakan pejabat X, lalu pejabat Y memulai pekerjaan juga dari nomor 3.  

Ketiga, UT diturunkan secara berjenjang tanpa ada yang terlompati. Maksudnya, jika UT disusun secara cascade maka UT tersebut akan melalui seluruh jabatan yang tercantum dalam peta proses bisnis dan SOP dari setiap jenis pekerjaan. 

Walhasil, dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa uraian tugas harus dijaga agar tetap cascade karena beberapa argumen. Pertama, memastikan setiap proses pekerjaan berkontribusi pada pelaksanaan visi organisasi; kedua, menjaga kekompakan tim kerja dengan pola nyata distribusi tugas dan wewenang, bukan hanya sekedar jargon dan anjuran; 

Ketiga, memacu setiap pejabat untuk menguasai kompetensi yang dibutuhkan jabatan karena uraian tugas yang jelas batasannya; dan keempat, membangun rasa saling menghargai tugas jabatan sehingga semua jabatan memfokuskan diri pada tugasnya tanpa perlu ditambahi dengan mengomentari pekerjaan yang lain.

Demikian mengapa uraian tugas harus cascade karena masa depan organisasi berada pada cascading uraian tugas setiap jabatan bukan hanya karena segelintir pejabat yang menguasai keseluruhan pekerjaan.

Tabik, WHS

2 komentar:

andri mengatakan...

Pak Wildan...
masalah uraian tugas harus cascade seringkali membuat bingung jabatan fungsional
di sisi lain Jabatan Fungsional mempunyai kewenangn di tugas/kegiatan itu, disisi lain masih ada pejabat eselon yang merasa dia melaksankan tugas/kegiatan itu berdasarkan tusi.

contohnya mengambil irisan kewenangan JF madya dan pejabat Admnitrator yang ada di suatu Dinas seringkali mengkerdilkan kewenangan JF

menurut Pak Wildan Solusinya bagimana, apakah struktur organisasinya yang salah atau ada tulisan lainnya yang akan membahas tentang penyetaraan Jabatan nantinya pak..

saya tunggu tulisan-tulisan inspiratif dari bapak.

terima kasih telah berbagi ilmu lewat tulisan bapak

Kang WHS mengatakan...

Terimakasih diskusinya Mas Andri,
Ada bbrp dasar konsep yg hrs terpahami baik terlebih dahulu.
1. Area kerja bagi JF dibatasi oleh butir kegiatan JF yg diatur oleh masing2 instansi pembinanya. Sedangkan area kerja JA dinormakan oleh regulasi organisasi dan tata kerja tiap instansi. Namun karena dalam regulasi ortaker belum jelas, maka disusun informasi jabatan melalui proses analisis jabatan (permenpanrb 1/2020).
2. Pengerdilan JF adl akibat dr cara pandang kita pd jabatan yg msh belum tepat. Wajar, krn terlalu lama memandang jabatan itu sebatas kewenangan (khas JA), bukan keahlian atau kompetensi (khas JF).
SOLUSI:
a. Tata ulang seluruh TUSI JA melalui proses anjab dan pastikan tidak ada butir kegiatan JF menyusup di uraian tugas JA
b. Hitung ulang ABK seluruh JA, jgn sampai dibentuk JA yg mendompleng kerjaan JF.
c. Susun ulang seluruh peta proses bisnis dan SOP serta pastikan dalam dua dokumen tersebut terpilah jelas dmn area JA dan JF.
d. Bangun sistem aplikasi utk menjaga anjab, abk, peta proses bisnis, dan SOP agar "terpaksa" dipatuhi oleh seluruh crew tanpa negosiasi.
Sementara demikian, CMIIW
Wassalam
WHS

Gaya Melampaui Fakta

Perlu dinyatakan terlebih dahulu bahwa catatan ini bukan tentang dogma agama tentang takdir yang sepenuhnya hak Tuhan Yang Maha Kuasa. Ini a...