Secara sekilas, penyederhanaan birokrasi itu dijalankan pada dua track; penataan struktur organisasi dan penyetaraan jabatan. Untuk penyetaraan jabatan, diberlakukan pada jabatan administrasi (eselon) non-jabatan pimpinan tinggi. Sehingga tidak terlalu keliru jika ada yang memudahkan konsep penyetaraan jabatan ini dengan pemangkasan eselon III, IV, dan V.
Namun, kata "pemangkasan jabatan" menjadi tidak tepat karena pejabat yang sebelumnya duduk di jabatan yang disebut dipangkas itu ternyata dialihkan secara mudah ke dalam jabatan fungsional. Lalu apakah penyebutan yang tepat bagi proses itu adalah pengalihan, bukan juga, karena beralihnya pejabat administrasi ke fungsional itu dilakukan dengan proses yang dimudahkan.
Proses yang dimudahkan ini yang perlu digarisbawahi karena perpindahan dari jabatan lain ke dalam fungsional dalam penyederhanaan birokrasi dilakukan begitu saja, tanpa syarat seperti jalur reguler.
Sesungguhnya setiap ASN yang hendak menjadi pejabat fungsional ia harus memenuhi berbagai persyaratan dan melalui berbagai tahapan, salah satunya uji kompetensi. Tentu karena uji kompetensi itu berbentuk tes, maka ada yang lulus ada juga yang tidak.
Dalam proses penyetaraan jabatan, setiap pejabat administrasi dengan mudahnya dialihkan ke dalam jabatan fungsional tanpa dihadang oleh persyaratan yang melekat pada jabatan fungsional yang ia tuju dan juga tidak melalui uji kompetensi.
Hanya berbekalkan posisinya pada jabatan administrator, seseorang langsung disetarakan menjadi jabatan fungsional ahli madya dan begitu seterusnya pada jabatan pengawas dan pelaksana yang disetarakan menjadi jabatan fungsional ahli muda dan pertama.
Tapi ada satu hal yang mengganggu para pejabat administrasi saat dilantik pada jabatan fungsional yaitu bahwa jabatan fungsional yang ia disetarakan kesitu itu harus yang bersinggungan dengan tugas dan fungsi jabatan administrasi yang terakhir ia duduki.
Jika diperhatikan secara sekilas dan normatif sebagaimana contoh pertama di alinea diatas, tentu dengan mudah kita pahami bahwa pola pemilihan jabatan fungsional sesuai dengan jabatan administrasi yang terakhirnya itu ya biasa saja, standar, normal, dan "apa susahnya, toh sudah sesuai!"
Tapi saat memperhatikan contoh keadaan kedua, kita mulai berpikir; "apa sudah benar menempatkan seseorang pada Jabatan Fungsional unsur keuangan berdasarkan jabatan administrasi yang saat itu ia jabat meskipun baru sebentar padahal yang bersangkutan bekerja di dunia pendidikan tidak kurang dari 20 tahun?
Perhatikan baik-baik. Menyetarakan jabatan administrasi ke dalam jabatan fungsional pada rumpun bidang tugas yang sama sudah benar dalam pendekatan organisasi karena jabatan memang domain organisasi. Tapi lain halnya ketika pejabat administrasi dialihtugaskan untuk menjadi pejabat fungsional. Ini masih butuh analisis lebih rinci karena pengalihtugasan pejabat atau orang yang menduduki jabatan adalah domain kepegawaian.
[Baca artikel tentang: Menimbang Organisasi dan Kepegawaian]
Jika sudah terkait dengan pejabat (orang), maka analisis organisasi tidak bisa dipaksakan karena orang/person itu bukan hal yang berada pada ranah konseptual tapi faktual dan tidak bisa diperlakukan normatif tapi harus realistis.
Kita kembali ke contoh keadaan kedua, bekerja 20 tahun di bidang pendidikan lalu ditugaskan menduduki jabatan fungsional bidang keuangan hanya karena yang bersangkutan berada pada jabatan bidang keuangan gegara belum lama dimutasi kesitu.
Pada contoh ini jelas secara kepegawaian tidak benar. Bagaimana mungkin seseorang yang sudah puluhan tahun bekerja di bidang pendidikan tapi harus memangku jabatan fungsional bidang keuangan karena itu jabatan terakhirnya. Lalu harus bagaimana kalau keadaan ini terjadi?
Kita selidik lebih tajam. Bekerja puluhan tahun di jabatan administrasi bidang pendidikan, mungkin karena kompetensi dan latar belakang pendidikannya di bidang pendidikan. Ditugaskan menjadi pejabat fungsional bidang keuangan juga tidak salah karena memang jabatan administrasi terakhirnya di bidang keuangan.
Tapi ada satu tahapan menentukan yang membuat kondisinya menjadi tidak tepat, yaitu mengapa yang bersangkutan dimutasi dari jabatan administrasi bidang pendidikan ke jabatan administrasi bidang keuangan?
Sebelum kita tuntaskan alur logika penjelasan ini, kita sama-sama pahami bahwa pejabat pada contoh kasus diatas seseorang merasa keberatan menjadi jabatan fungsional bidang keuangan karena ia tidak memahami, tidak menguasai, dan mungkin tidak berminat pada bidang keuangan karena memang pengalaman panjangnya di dunia pendidikan.
Pertanyaannya, mengapa policy makers menempatkan seseorang bukan pada jabatan yang sesuai dengan kompetensinya? mengapa seseorang tetap menerima atau memaksakan diri untuk bekerja di bidang yang tidak dikuasainya?
Catatan pamungkasnya, mengapa ketidaksesuaian ini baru tersadari saat penyetaraan jabatan administrasi ke fungsional? Bukankah saat dimutasi apalagi promosi pada jabatan yang "lebih baik" itu anda asyik-asyik saja?
Seruput kopi sambil tak henti menjawab DM dari orang-orang yang merasa terjebak pada jabatan terakhirnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar