Jabatan Pelaksana dulu dikenal dengan nama staff, pelaksana, lalu diubah menjadi Jabatan Fungsional Umum (JFU) dan terakhir menjadi Jabatan Pelaksana. Jabatannya tidak tercantum dalam struktur organisasi, nama pejabatnya pun tidak terpampang di dinding kantor unit kerja. Bahkan, tidak semua pejabatnya mengetahui apa nama atau setidaknya tidak memahami apa tugas dan fungsi dari jabatan pelaksana yang ia emban. Karena narasi sesederhana itulah, catatan ini dipandang perlu disajikan agar tepat memahami Jabatan Pelaksana.
Basis Regulasi
Jabatan Pelaksana (selanjutnya disingkat Japel) yang dibahas dalam catatan ini adalah jenis Jabatan Administrasi, yakni salah satu dari tiga nama jabatan bagi ASN selain Jabatan Pimpinan Tinggi dan Jabatan Fungsional (Pasal 13, UU No. 5/2014).
Lebih spesifiknya, pada Pasal 131 dalam UU No. 5/2014, nama Japel adalah salah satu dari tiga jenjang pada jenis Jabatan Administrasi, selain Jabatan Administrator dan Pengawas.
Jabatan Administrasi jenjang Administrator adalah penyetaraan dari Jabatan Struktural Eselon III; Jabatan Administrasi jenjang Pengawas adalah penyetaraan dari Jabatan Struktural Eselon IV; dan Jabatan Administrasi jenjang Pelaksana adalah penyetaraan dari Jabatan Struktural Eselon V dan Jabatan Fungsional Umum. Khusus untuk diskusi kali ini, yang dimaksud Japel adalah Jabatan Non-Eselon atau dulunya dikenal dengan sebutan Jabatan Fungsional Umum.
Saat ini, status keregulasian dari Japel didasarkan pada Peraturan Menteri PANRB Nomor 25 Tahun 2016 juncto Peraturan Menteri PANRB Nomor 18 Tahun 2017 juncto Peraturan Menteri PANRB Nomor 41 Tahun 2018.
Meski tanpa menyebutkan pasal dan regulasi rujukannya, subtopik berikutnya tetap akan berbasiskan regulasi sebagaimana diurai diatas. Namun akan terasa lebih santai dan mengalir, penulisannya tanpa terjeda penanda pasal sebagai sumber penjelasan. Well, kita mulai sekarang hal menonjol dalam Japel.
Logika Penyeragaman
Pertimbangan dari pengaturan Japel ini pada dasarnya adalah penyeragaman. Logika penyeragaman sebenarnya standar dan memang seharusnya demikian fungsi regulasi; menyeragamkan berbagai hal yang tampak "seolah berbeda" dengan menemukan titik persamaannya.
Penyeragaman Japel dilakukan pada tiga pola; nomenklatur, kualifikasi pendidikan, dan tugas jabatan. Dengan ditetapkannya regulasi Japel, maka tidak ada lagi penamaan japel semaunya, termasuk kualifikasi pendidikan dan tugas jabatannya pun diatur sedemikian rupa.
Pada unit kerja manapun, jika anda bukan Pejabat Pimpinan Tinggi, bukan Pejabat Fungsional, bukan Pejabat Administrator, bukan Pejabat Pengawas, bukan Pejabat Pelaksana dari unsur Eselon V, maka anda tidak dapat memiliki jabatan yang tidak tercantum dalam daftar nomenklatur jabatan pelaksana yang ditetapkan oleh regulasi, berikut dengan kualifikasi pendidikannya dan tugas jabatannya. Demikian makna tegas penyeragaman pada konteks Japel.
Instansi Teknis
Instansi Teknis yang dimaksud adalah Kementerian, Lembaga pemerintah non kementerian, atau kesekretariatan Lembaga negara yang sesuai kekhususan tugas dan fungsinya ditetapkan menjadi Instansi Teknis suatu jabatan pelaksana.
Penulis menilai ada kemiripan antara instansi teknis pada Japel ini dengan instansi pembina pada jabatan fungsional. Kedua-duanya sama-sama melakukan pengusulan pembentukan dan pembinaan jabatan. Bedanya, untuk instansi teknis tugas pembinaannya ditetapkan oleh Menteri PANRB.
Dengan demikian, satu perubahan terbesar dari JFU menjadi Japel adalah bahwa pada era Japel ini dibentuk instansi teknis yang dapat mengusulkan pembentukan Japel baru sekaligus bertugas melakukan pembinaan.
Keberadaan instansi teknis ini cukup revolusioner karena salah satu momok pembinaan japel adalah keberbedaan pola pengelolaanya di berbagai instansi pemerintahan terhadap satu Japel yang sama. Instansi Teknis akan menjadi akhir dari polemik yang berkepanjangan itu.
Coba perhatikan, penetapan Instansi Teknis Japel didasarkan pada pengelompokkan jabatan sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan Instansi Teknis tersebut berdasarkan urusan pemerintahan. Sebagai contoh, Kementerian Pendidikan Nasional adalah kementerian yang menangani urusan pendidikan, sehingga jabatan pelaksana pada urusan pemerintahan pendidikan nasional akan berada dibawah binaan Kementerian Pendidikan Nasional. Demikian seterusnya.
Misalkan, Japel Analis Organisasi di Kementerian Agama dengan di Pemprov DKI Jakarta. Jabatan tersebut jelas sama. Seharusnya berbagai hal terkait denga jabatan tersebut adalah sama meskipun bertugas di dua entitas keorganisasian yang berbeda. Instansi Teknis Japel akan menjadi muara solusi atas masalah laten ini, semoga.
Competitive Zone
Masih bersumber dari kehadiran instansi teknis, pola pengelolaan Japel yang terintegrasi dalam berbagai instansi teknis sesuai jenis urusan pemerintahannya, akan mendorong pada keterbukaan peluang mutasi nasional lintas instansi pemerintah. Pada gilirannya kemudian akan menstimulasi competitive zone sebagai akhir dari era comfort zone.
Salah satu peran penting instansi teknis japel adalah kewenangan untuk mengusulkan penetapan nomenklatur Jabatan Pelaksana yang diusulkan oleh Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah. Perlahan kita pahami ulang. Instansi Teknis untuk Japel urusan Agama adalah Kementerian Agama. Jika ada instansi pemerintah yang memandang perlu sebuah nomenklatur baru pada urusan agama atau mengubah/menyempurnakan nomenklatur Japel urusan agama yang sudah ada, maka instansi tersebut mengusulkannya pada Kementerian Agama untuk selanjutnya (jika disetujui) diusulkan ke Kementerian PANRB.
Usulan perubahan/penyempurnaan dan pembentukan baru nomenklatur Japel paling sedikit memuat: klasifikasi jabatan, nomenklatur jabatan, tugas jabatan, uraian tugas jabatan, syarat jabatan, hasil kerja/output jabatan, kualifikasi pendidikan dan/atau profesi, Kompetensi manajerial, teknis dan sosial kultural, kedudukan jabatan/peta jabatan, dan kelas jabatan.
Jika diperhatikan item yang harus disusun saat akan mengubah/menyempurnakan nomenklatur Japel dan membentuk nomenklatur Japel yang baru, maka secara tegas dan jelas bahwa pengelolaan Japel berada pada skema competitive zone.
Pada skema competitive zone ini, tidak ada lagi alasan bagi Japel untuk bertahan di tempat yang tidak menghargai kompetensinya, karena terbuka lebar peluangnya untuk berpindah ke instansi lain tanpa mengkhawatirkan status jabatannya. Bukan musimnya lagi Japel berleha-leha, karena kapanpun akan ada pegawai yang datang dengan status Japel yang sama dengan anda dari instansi lain.
To be continue
Masih banyak subtopik dalam pembahasan seputar jabatan pelaksana ini, namun kami coba pilah dalam berbagai catatan agar tidak menjadi tulisan panjang yang membosankan. Demikian, kita jumpa lagi dalam catatan berikutnya.
Menjalani seperlima kepala empat,
WHS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar