Menemukan Alur
Sebagai Kepala Subdirektorat, atasan langsung saya adalah seseorang yang berjabatan Direktur. Jabatan Kepala Subdirektorat, memang "kepala" dari unit jabatan administrasi jenjang administrator, tetapi dalam kepemimpinan, tugas dan kewenangan sang "kepala" itu hanya "sub" dari direktur. "Sub" means beneath (tingkatan lebih rendah dari..), below (dibawah dari..), atau under (dibawah dari...). Dengan demikian, Kepala Subdirektorat tidak dalam posisi menentukan kebijakan, memutuskan, memimpin, atau mengendalikan arah strategis. Tidak. Kepala Subdirektorat tegak lurus mendengarkan, memahami, dan melaksanakan kebijakan dari Direktur. Titik.
Standing position jabatan seperti itu harus jelas dan tegas saya terapkan, karena selain demikianlah sejatinya struktur birokrasi, juga karena saya akan mengelola setting kelembagaan KUA yang tersebar di ribuan titik dan kategori terbesar secara kuantitas kelembagaanya. Pola pikir "sub" ini menjadikan saya rutin sorogan ke direktur terkait konsep besar sampai teknis implementasi yang saya pandang perlu pandangan langsung pimpinan.
Terkhusus kaitan dengan penugasan saya pada jabatan Kasubdit Binbaga KUA, saya langsung memfokuskan diri pada Revitalisasi KUA. Tentu, saya lakukan self-study terlebih dahulu pada Revitalisasi KUA. Mulai dari interviewing banyak pihak di lingkungan terdekat. Saya sama sekali tidak sungkan untuk bertanya kepada staf-staf saya di ruangan kaitan revitalisasi KUA. Luar biasanya, komentar umum dari kebanyakan orang "Wah, maaf pak. Saya tidak dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan revitalisasi."
Meskipun sedikit tertegun dengan komentar kebanyakan orang, tapi saya harus terus bergerak. Mulailah jurus kedua, googling and youtubing. Mata tertuju full pada laptop, berbagai informasi berserakan pada "unrelieble sources" itu tetap dilahap untuk bahan racikan self-study. Lalu ketika dirasa sudah agak sedikit bertenaga, mulailah masuk tahapan kunci, yaitu sinau alias sorogan langsung.
Ngopi bareng pimpinan saat itu menjadi nutrisi penting. Jika terkait dunia kelembagaan, rasanya agak pede karena pernah hampir sewindu berjibaku di kepegawaian dan keorganisasian. Tapi ketika objek kelembagaan itu adalah KUA, nah ini yang butuh kajian baru. Pada setiap segukan kopi di meja pimpinan, mulai unduhan pemahaman didapatkan.
Tentu saja kemewahan yang kami punya saat itu tidak selalu terjadi dan dialami oleh yang lain. Punya pimpinan yang benar-benar menguasai konsep besaran, teknis implementasi, dan rumusan inovasi masa depan, ini benar-benar kemewahan yang saya dapatkan. Sampai-sampai saya berujar ke semua tim yang membantu saya di subdit bahwa "jika kita gagal mengeksekusi program ini dengan baik, kita terlalu bodoh! Punya pimpinan sekeren ini, kita harus bisa. Saya yang menjadi penghubung kalian semua dengan ide besar beliau". Ya, saya menyatakan diri sebagai penghubung.
Menemukan Konsolidasi
Salah satu tikungan penting dalam perjalanan rutin sinau bersama pimpinan itu, adalah ketika dirunut sekumpulan postulat, diantaranya: KUA melaksanakan tugas fungsi yang beragam sudah dari dulu, KUA terlalu populer dan identik dengan layanan pencatatan nikah, layanan lainnya kurang dikenal, JF Penghulu menjadi dominan di KUA karena hanya JF Penghulu yang bisa menjadi Kepala KUA, JF Penyuluh Agama kurang hommy di KUA sehingga cenderung tidak patuh pada pimpinan KUA, Operasional KUA selalu tidak memadai karena anggarannya kecil, dan selain anggaran kecil, operasional KUA pun dikelola oleh Kankemenag Kab/Kota.
Masih banyak postulat lainnya, tapi baru sampai situ saja muncul satu simpulan penting dari perspektif kelembagaan yaitu dibutuhkan konsolidasi fungsi dan organisasi. Luasnya cakupan fungsi KUA yang bersumber pada fungsi yang diturunkan dari organisasi yang jauh diatasnya, yaitu Direktorat pada Ditjen Bimas Islam, bahkan Ditjen/Badan/Pusat Non Bimas Islam pada Kemenag RI, maka diperlukan langkah strategis untuk menjamin agar "titipan" fungsi KUA tersebut diurus secara benar oleh "yang menitipkannya". Langkah itu adalah konsolidasi.
SDM yang bertugas di KUA pun mendapatkan legal standing dari regulasi yang berbeda, bahkan hierarki kewenangan pembinaan pada tiap SDM di KUA rujukannya berbeda. Sehingga tidak akan pernah terwujud keterpaduan pola kerja di KUA tanpa konsolidasi SDM tersebut.
Pun demikian dengan alur Biaya Operasional Perkantoran (BOP) KUA yang dialokasikan oleh Ditjen Bimas Islam pada DIPA di setiap Kankemenag Kab/Kota yang terdapat KUA di wilayahnya. Padahal pada saat yang sama, Ditjen Bimas Islam tidak memiliki jalur instruktif pada Kankemenag Kab/Kota yang memang secara hierarkis berada dibawah Sekretariat Jenderal melalui Kanwil Kemenag Provinsi. Lagi-lagi yang dibutuhkan adalah konsolidasi organisasi pengelola KUA. Konsolidasi telah menjadi keyword sepanjang 2023, tahun pertama kami bertugas full dari Januari.
Mengapa Konsolidasi
Karena konsolidasi adalah kata serapan dari bahasa asing dalam hal ini bahasa inggris, kita lihat bagaimana beberapa makna dasar konsolidasi dalam bahasa inggris.
- the process of becoming or being made stronger and more certain (sebuah proses untuk menjadi atau dibuat menjadi lebih kuat dan lebih pasti/terarah);
- to bring together (separate parts) into a single or unified whole (untuk membawa secara bersama-sama berbagai bagian yang terpisah-pisah agar menjadi satu atau satu kesatuan); dan
- to discard the unused or unwanted items of and organize the remaining (untuk mengabaikan hal yang tidak digunakan atau tidak diperlukan dan mengelola hal lain yang tersisa)
Bayangkan, dengan makna dasar seperti itu, maka sudah benar bahwa konsolidasi adalah yang dibutuhkan bagi kelembagaan KUA saat ini. KUA membutuhkan konsolidasi pada keseluruhan aspeknya karena KUA hanyalah sebuah UPT yang berbagai piranti keorganisasiannya bersumber dari unit kerja pada tingkat pusat.
Konsolidasi dipilih menjadi mantra kelembagaan KUA karena pola pembinaan kelembagaan KUA bukan untuk mempersulit KUA, tapi sebaliknya. Bina Kelembagaan KUA berkewajiban menjadi KUA agar tidak menjadi tempat penitipan program tapi nir-pembinaan, KUA jangan sampai menjadi "panti rehabilitasi" SDM yang bermasalah, KUA tidak boleh menjadi pemberi stempel atas penggunaan anggaran negara yang tidak benar. Bina Kelembagaan KUA harus mendorong KUA agar menjadi pusat layanan keagamaan yang berprinsipkan kompatibel, inklusif, dan agile.
Sepanjang 2023, dilaksanakanlah konsolidasi fungsi dengan mengumpulkan tiap Subdirektorat pada Ditjen Bimas Islam plus konsolidasi organisasi dengan mengumpulkan Kepala Kanwil Kemenag Provinsi dan Kepala Kankemenag Kab/Kota untuk diberikan pemahaman bahwa pengelolaan KUA adalah bagian dari perjanjian kinerja pimpinan instansi vertikal Kementerian Agama. So please, be more polite and serious to manage KUA.
Namun pengalaman mengajarkan, ternyata konsolidasi bukan sebuah program yang bisa menemukan titik akhirnya. Konsolidasi adalah mindset yang harus terus dirawat dengan memasukannya sebagai materi dasar dalam berbagai program. Hal ini tersadari ketika tahun 2023 ini program kelembagaan KUA harus diberhentikan sejak bulan ke-8. Potensinya, program tersebut baru akan tersedia kembali di tahun berikutnya.
Kami pun kembali ke dalam rumah untuk melakukan konsolidasi internal.
Wassalam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar