Kamis, 22 Juni 2023

Mengeluh Karena Dipromosikan

Pada masa awal kami bertugas pada Subdirektorat Bina Kelembagaan KUA, kunjungan kami ke beberapa provinsi itu lebih cenderung karena kepentingan kami pribadi untuk mengetahui lebih detail pekerjaan kami belajar dari berbagai perspektif, termasuk sahabat yang bertugas di satker daerah. Pada satu kesempatan memenuhi undangan satuan kerja daerah, ada case yang saya baru saja tahu; seorang Fungsional Penghulu Madya yang bertugas di KUA tingkat kecamatan mengeluh karena dipromosikan menjadi Kepala Seksi Bimas Islam di tingkat Kabupaten/Kota. "Jabatan kami memang promosi tetapi pendapatannya justru demosi, pak". Wah, ini menarik untuk dipikirkan sambil sruput kopi hitam ala Kota Dumai, Riau. 

Alas catatan ini bermula dari pemahaman kami tentang alasan setiap orang bekerja yang memang tidak selalu sama. Banyak yang alasan penting dalam bekerja itu adalah untuk mencari uang, tetapi tidak sedikit pula yang menjadikan prestise sebagai alasan utama dalam bekerja. Bagi yang alasannya uang, tentu apapun akan dilakukan yang penting pendapatannya menaik. Sebaliknya, bagi yang status sebagai alasan, ia tidak begitu mempertimbangkan pendapatannya karena baginya yang harus menaik itu jabatan atau posisinya.

Memang ada fakta penambahan pendapatan karena kenaikan jenjang jabatan. Tetapi jika bicara pendapatan, kadang terjadi kenaikan jabatan malah diikuti dengan turunnya pendapatan. Sehingga muncul ujaran "Dari pada saya promosi tapi keluar dari unit ini, lebih baik tetap saja menjadi staf asalkan masih di unit yang sekarang saya bertugas".

Bagi yang berpendapat bahwa pendapatan itu lebih penting dibandingkan jabatan, maka ia akan selalu menjadikan besaran pendapatan sebagai alat ukur dalam bekerja. Ia tidak begitu mementingkan kontribusi dari pekerjaannya pada kinerja organisasi.

Salah satu ciri dari orang yang berorientasi pada besarnya pendapatan, ia sangat terbiasa merancang kegiatan yang biayanya terlalu besar dibandingkan dengan output apalagi outcome dari pekerjaanya itu. Misalkan, durasi kegiatan yang cukup 3 hari dibuat menjadi 4 hari.

Selain itu, ia pun paling berpotensi melakukan korupsi. Adapun kolusi dan nepotisme hanya akan dilakukan jika memang "bermanfaat" pada upayanya mendulang keuntungan materil. Ia akan sekuat tenaga mengupayakan jabatannya pada posisi yang paling potensial menghasilkan akumulasi uang. Ia tidak begitu peduli dengan jenjangnya. Meskipun jabatan eselon IV, misalnya dalam birokrasi, tetapi lebih "basah" dibandingkan eselon III yang diatasnya, maka ia akan berusaha untuk mengkondisikan jabatannya mandeg di eselon IV.

Dibandingkan promosi ke jenjang jabatan yang lebih tinggi tapi "kering", ia lebih memilih bertahan pada jenjang jabatan yang lebih rendah tapi lebih "basah".

Demikianlah rupa-rupa orang bekerja. Jabatan tidak selalu jadi tujuan, karena pada akal primitifnya manusia tetap memburu akumulasi harta. Entah seberapa panjang perjalanan kita menuju birokrasi yang melayani.

Kepercayaan yang dihadiahkan institusi justru menjadi awal keluhan. Ternyata institusi salah menilai; dikira ia akan bersemangat dengan tugas barunya, ternyata tidak sedikit yang justru kecewa atas hadiah yang diterimanya. Promosi yang penuh keluhan.

Tabik,

WHS

Tidak ada komentar:

Gaya Melampaui Fakta

Perlu dinyatakan terlebih dahulu bahwa catatan ini bukan tentang dogma agama tentang takdir yang sepenuhnya hak Tuhan Yang Maha Kuasa. Ini a...