Kamis, 19 Mei 2022

Subdirektorat Bina Kelembagaan KUA

Promosi jabatan diyakini merupakan lompatan penting bagi setiap pribadi di dunia kerja. Naik ke jenjang yang lebih tinggi membawa serta kewenangan, hak, tanggungjawab, dan tentu take home pay yang lebih besar. Entah bagian mana yang paling menggiurkan, tapi rasanya kebanyakan orang lebih condong pada prestise atau sederhananya gengsi yang tetiba menaik dan meninggi. Jabatan yang dinaikan melalui promosi, lalu mentalitas ikutan menaik. Ah padahal kita sudah tuntas menilai promosi jabatan itu apa, kini penulis hendak mengajak pembaca "ikutan mikir" tentang konten jabatan yang luar biasa ini. 

Sebagaimana platform dasar kumpulan catatan ini, semua yang ditulis sepenuhnya pendapat penulis, tidak mewakili siapapun dan dicatat spontan tanpa direpotkan oleh kaidah kebahasaan apalagi footnote. Jadi, sikap apa yang dipilih saat kita dipromosikan, catatan ini mengurai "pendapat saya" tentang hal tersebut. Anda setuju silahkan, anda tidak setuju juga tulisan ini tetap published dan dibaca bebas.

Rabu, 18 Mei 2022; Menyempurnakan

Siang tadi, Rabu tanggal delapan belas mei tahun dua ribu dua puluh dua sekira pukul sepuluh, penulis dilantik sebagai Kepala Subdirektorat Bina Kelembagaan KUA pada Direktorat Bina KUA dan Keluarga Sakinah. Jenjang jabatan, lingkungan kerja, serta objek manajemen yang baru bagi penulis. 

Sepuluh tahun dari sejak berstatus PNS tahun 2003, penulis pernah bertugas pada Direktorat Jenderal yang menangani fungsi pendidikan Islam. Lalu, sejak hari ini, 18 Mei 2022, penulis kembali ditugaskan pada lingkup Direktorat Jenderal. Bedanya, dulu pada fungsi pendidikan agama dan keagamaan, sekarang pada fungsi Agama, yaitu Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam. Lengkap sudah, karena memang hanya dua fungsi itu saja yang diemban oleh Kementerian Agama.

Bahkan jika ditanya pengalaman penulis pada fungsi dukungan manajerial atau sekretariat, penulis pun telah mengalaminya. Setelah selesai dengan tugas di fungsi pendidikan, penulis bertugas di Sekretariat Jenderal (kepegawaian, organisasi, dan tata laksana) sejak medio 2013 sampai hari ini ditugaskan pada fungsi agama.

Jadi andaikan penulis mengajukan pensiun dini pada tahun depan, nampaknya sudah cukup. Masa kerja memasuki dua dekade dan pengalaman disempurnakan dengan pelantikan 18 Mei 2022 ini yang membuat penulis dapat mengklaim sudah pernah bertugas pada semua fungsi Kementerian Agama. Karena itulah subjudul ini menyebut bahwa 18 Mei 2022 sudah menyempurnakan. Sempurna pengalaman di semua fungsi dan (menjelang) sempurna memasuki masa 20 Tahun bertugas.

Kembali ke awal, kini penulis ditugaskan pada Subdirektorat Bina Kelembagaan KUA. Ada yang menarik dengan nama unit kerja ini; subdirektorat. Kadang menarik ketika kita disodori sebuah kata yang maknanya dipahami secara umum, lalu kita kuliti makna dasarnya. Surprise! acapkali makna umum itu sudah terlalu jauh dari makna dasarnya.

Subdirektorat

Subdirektorat, jelas kata dasarnya adalah direktorat yang kemudian diberikan tambahan kata "sub-" di depannya. Sub dimaknai di bawah atau menginduk kepada. Adapun direktorat didasarkan pada kata direct yang dapat dimaknai dengan langsung, tanpa perantara, mengontrol operasi, mengelola, memerintah, atau memimpin. Jadi, direktur adalah pejabat yang memimpin penuh secara langsung program baik substansi maupun teknis, sedangkan subdirektorat bertugas memberikan dukungan penuh pada direktur dengan menjalankan dan berdasarkan pada arahan direktur yang terkonfirmasi step by step.

Bagi para direktur, dengan pemahaman tersebut maka jabatan direktur dipahami sebagai penghargaan penuh atas kompetensinya plus hak dan kewenangannya untuk menentukan arah, mengontrol pelaksanaan atas arahan tersebut dan memikul tanggung jawab atas kepemimpinannya yang direct from a to z. Adapun bagi kepala subdirektorat, kriteria dasarnya adalah menguasai teknis dan substansi program untuk menjamin dukungan penuh pada direktur dan pemahaman utuh pada arahannya agar tetap allign dengan yang dikehendaki direktur. Ringkasnya, Kepala Subdirektorat bertugas mematuhi arahan direktur.

Direktur adalah jenjang jabatan pimpinan tinggi pada level pertama (pratama), sedangkan kepala subdirektorat adalah jenjang jabatan administrasi terakhir setelah jenjang jabatan  pelaksana dan pengawas. Hak dan kewenangan direktur memimpin direktorat secara utuh, harus didukung penuh dengan kepatuhan kepala subdirektorat dan kesadarannya bahwa ia (kepala subdirektorat) berada pada posisi "sub"; hanya menginduk pada direktur, no more.

Nampaknya sudah tuntas ya tentang dimana posisi Kepala Subdirektorat. Ia memberikan input informasi yang utuh pada direktur lalu menerima arahan atas informasi tersebut setelah melengkapinya dengan berbagai langkah mitigatif.

Bina

"Bina" adalah kata dasar dari kata yang sudah populer lebih dulu, yaitu "pembinaan". Semula penulis 'terganggu' dengan makna kata bina dalam bahasa arab, ternyata secara etimologis memang kata bina dalam bahasa indonesia berasal dari kata bana dalam bahasa arab yang artinya membangun (to construct). 

Dengan makna dasar "membangun", maka kata bina yang digunakan pada nomenklatur jabatan ini mendorong agar jabatan ini dapat melakukan evaluasi secara komprehensif atas obyek binaannya, lalu menyiapkan bahan yang dibutuhkan untuk kemudian membangun sebuah bentuk baru yang lebih baik dan merawatnya agar terjaga kokoh.

Bina bukan membangun tanpa evaluasi, dibutuhkan comprehensive evaluation. Bina bukan pula membangun tanpa penyiapan bahannya, perlu materials support yang baik. Bina juga bukan membangun tanpa memperhatikan dinamika kebutuhan saat ini, harus ada tahapan quality control yang seksama. Bina pun bukan membangun lalu membiarkan dan menelantarkannya, perlu konsistensi untuk melakukan maintenance. Dengan demikian, siklus dari bina dalam perspektif penulis terdiri dari: comprehensive evaluation, materials support, quality control, dan maintenance  

Demikian jalan panjang bina. Lalu saat diberikan awalan pem- dan akhiran -an, maka bina berubah menjadi pembinaan yang otomatis mempertajam maknanya menjadi adanya upaya gigih, tekun, dan sustainable serta proses yang dilalui secara konsisten.

Kelembagaan

Pada saat bertugas di Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, penulis sempat ditugaskan pada Subdirektorat Kelembagaan Madrasah. Sama-sama kelembagaan. Selain dua kelembagaan ini (Kelembagaan Madrasah dan Kelembagaan KUA), masih ada satu lagi kelembagaan yaitu Kelembagaan PTKI. Selepas dari Kelembagaan Madrasah, penulis pun sempat bertugas di Biro Kepegawaian dan Biro Organisasi dan Tatalaksana, Sekretariat Jenderal. 

Rasa-rasanya, penulis berputar-putar saja di poros yang sama. Karena fungsi kepegawaian dan fungsi organisasi dan tatalaksana ketika digabungkan sudah memenuhi hampir seluruh keperluan kelembagaan. Namun ternyata perasaan penulis keliru, karena lagi-lagi gegara populeritas frasa kelembagaan sudah melampui penguasaan atas makna dasar dan rinciannya. Saking populernya kelembagaan sampai lupa makna dasarnya apa dan faktor atau item apa saja yang menjadi rincian kelembagaan.

Kelembagaan adalah konten pertama yang diurai saat sebuah institusi hendak dibentuk pertamakalinya, dan materi dan kriteria kelembagaan pula yang diuji saat sebuah institusi dipertimbangkan untuk dibubarkan atau ditutup. Kelembagaan menjelaskan desain keorganisasian dan kriteria serta kelengkapannya, kelembagaan pula yang menyiapkan konfigurasi SDM di dalamnya beserta distribusi tugas dan kewenangannya. 

Kelembagaan menyusun narasi fungsi organisasi beserta pola penyelenggaraannya yang harus terkonsolidasi dalam standard operational procedures (SOP), standar pelayanan publik (SPP), standar pelayanan minimal (SPM), dan akhirnya tergabung pada peta proses bisnis dari induk organisasinya. Kelembagaan pula yang menjalankan peran supervisi, monitoring, dan evaluasi atas pelaksanaan keseluruhan aspek kelembagaan yang diuraikan di atas.

Konten kelembagaan yang luas dan terbentang lebar nampaknya tidak cukup diuraikan di catatan ini, kita buka berikutnya di catatan berbeda secara khusus.

KUA

Penulis sedikit melambung jauh ke belakang. Kementerian Agama memiliki beberapa unsur pelaksana pada organisasinya, salah satunya Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam. Ringkasnya, tugas Ditjen Bimas Islam ini adalah seluruh urusan agama Islam yang selain pendidikan serta haji dan umrah, dan belangan jaminan produk halal yang semula hanya salah satu subdirektorat pada Ditjen Bimas Islam dan kini berdiri sendiri menjadi unit JPT Madya.

Guna melaksanakan tugas fungsi yang sedemikian hybrid, Ditjen Bimas Islam diperkuat oleh Unit Pelaksana Teknis di daerah yang diberi nama Kantor Urusan Agama (KUA). Agar KUA dapat bertugas dengan baik, fungsi Bimas Islam pun dibentuk di seluruh satuan kerja instansi vertikal Kementerian Agama, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Demikian kira-kira mendudukan posisi KUA dalam perspektif kelembagaan; UPT Kemenag yang berada di bawah Ditjen Bimas Islam yang secara operasional bertanggung jawab kepada Kankemenag Kabupaten/Kota sebagai satuan kerja di bawah binaan Kanwil Kemenag Provinsi.

Rasanya penulis kehabisan nafas untuk mengurai seperti apa treatment kelembagaan pada KUA karena sedemikian luasnya tugas fungsi yang diembannya. Lalu, karena KUA tersebar di tingkat Kecamatan, betapa KUA terkonfigurasi ke berbagai varian yang membutuhkan pendekatan multi cluster yang tidak mudah tapi harus dilakukan. 

Penulis nampaknya akan urai secara terpisah catatan tentang kelembagaan KUA ini. Lagian ini sudah dini hari di hari-hari awal tugas penulis di Gedung Thamrin Nomor 6 yang mulai terasa bedanya... antrian lift yang berkepanjangan dan kangen kantin lapangan banteng barat dengan makanan yang maknyus. 

Banyak PR tersisa, bismillah we gonna discuss it soon.

Tabik, WHS

Tidak ada komentar:

Gaya Melampaui Fakta

Perlu dinyatakan terlebih dahulu bahwa catatan ini bukan tentang dogma agama tentang takdir yang sepenuhnya hak Tuhan Yang Maha Kuasa. Ini a...